Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendiri Sebut Facebook Harus Dipecah, Ini Tanggapan Zuckerberg

Kompas.com - 16/05/2019, 19:11 WIB
Oik Yusuf,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dari permulaannya yang sederhana di kamar asrama kampus Harvard, Facebook kini telah meraksasa, berubah menjadi jejaring sosial terbesar di dunia dengan miliaran pengguna.

Saking besarnya, menurut Chris Hughes, salah satu orang yang mendirikan Facebook - bersama Mark Zuckerberg dan Dustin Moskovitz -, Facebook efektif telah menerapkan monopoli di ranah media sosia.

Tak ada kompetitor yang mampu menandingi Facebook. Hughes pun mengatakan sudah saatnya melakukan sesuatu.

“Pemerintah Amerika Serikat perlu melakukan dua hal, pecahkan monopoli Facebok dan atur perusahaan agar lebih bertanggung jawab terhadap rakyat Amerika,” tulis Hughes dalam sebuah artikel panjang yang dipublikasikan di New York Times.

Baca juga: Drama di Balik Hengkangnya Dua Pendiri Instagram dari Facebook

Menurut dia, Facebook harus dipisahkan menjadi beberapa perusahaan untuk mengurangi dominasinya. Lalu, dia mengatakan Komisi Perdagangan AS (FTC) mesti menegakkan hukum anti-trust dengan membatalkan akuisisi Facebook atas Instagram dan WhatsApp.

“FTC seharusnya tak membolehkan merger ini (Whatsapp dan Instagram dengan Facebook), tapi belum terlambat untuk bertindak,” katanya, sambil memberikan contoh perusahaan Whole Foods yang menjual Wild Oats setelah beberapa tahun dibeli, karena tudingan monopoli.

Pendiri WhatsApp dan Instagram kini telah hengkang dari Facebook, kabarnya karena konflik dengan Mark Zuckerberg. WhatsApp dan Instagram kini beroperasi secara independen di dalam Facebook.

Baca juga: Ingkar Janji Mark Zuckerberg Kepada WhatsApp, Instagram, dan Messenger

Namun, Zuckerberg telah menyatakan niat untuk mengintegrasikan sistem berikut basis data pengguna Facebook, Instagram, dan WhatsApp sehingga akan menyulitkan pemisahan di kemudian hari.

“Kesalahan terbesar”
 

Chris HughesMichael Conti, Wikimedia Commons Chris Hughes
Instagram dan WhatsApp yang bernaung di bawah Facebook memang sama-sama telah meraksasa, sehingga makin mengukuhkan dominasi induknya di ranah sosial.

Publik pun jadi tak punya pilihan lain kecuali menggunakan produk Facebook. Sebab, tidak ada alternatif berarti selain mereka.

Jumlah gabungan para pengguna aktif bulanan Facebook, WhatsApp, dan Instagram yang mendekati angka 4 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan media sosial kompetitor macam Twitter dan Snapchat yang masing-masing masih berada di bawah 400 juta.

Baca juga: Setahun Hengkang, Pendiri WhatsApp Blak-blakan soal Perselisihan dengan Bos Facebook

Menurut Hughes, “kesalahan terbesar” FTC adalah memberi lampu hijau untuk akuisisi Instagram dan WhatsApp oleh Facebook. Efeknya buruk buat kompetisi, karena Facebook menjadi terlalu kuat untuk disaingi.

“Kalau tidak mengakuisisi pesaing, Facebook menggunakan monopolinya untuk  menggulung kompetitor atau menjiplak teknologi mereka,” imbuh Hughes.

Instagram dan WhatsApp diakuisisi, sementara layanan video sharing Vine dijegal dengan tidak diberi akses ke daftar teman penggunanya di Facebook. Vine pun tutup dalam empat tahun.

Kemudian, strategi menjiplak diterapkan terhadap Snapchat, karena Facebook tak melihat cara lain untuk memberangus kompetitor yang satu ini.

Instagram membuat fitur Stories yang dicomot mentah-mentah dari Snapchat. Ironisnya, Instagram Stories kemudian malah jadi lebih populer dari Snapchat.

Baca juga: Dianggap Contek Snapchat, Instagram Stories Malah Lebih Unggul

Selain Facebook sebagai institusi, kekuasaan luar biasa juga terletak di tangan sang bos besar, CEO Mark Zuckerberg, teman satu kampus Chris Hughes

“Pengaruh Mark sangat besar, jauh di atas siapapun lainnya di sektor swasta maupun pemerintah. Dia mengontrol tiga platform komunikasi  -Facebook, Instagram, dan WhatsApp- yang digunakan miliaran orang tiap hari,” tulis Hughes.

Di dalam perusahaan pun, lanjut Hughes, Zuckerberg memiliki kendali penuh karena memiliki lebih dari 60 persen saham dengan hak voting. Dewan direksi Facebook pun lebih berfungsi sebagai pemberi saran ketimbang pengawas sang CEO.

“Mark bisa menentukan konfigurasi algoritma untuk menentukan apa yang dilihat pengguna di News Feed,” ujar Hughes. “Dia bisa memilih apakah ingin melibas pesaing dengan cara membelinya, memblokir, atau menjipaknya.”

“Tak akan membantu”

Zuckerberg telah mengetahui wacana pemecahan Facebook yang dilontarkan Hughes. Dalam sebuah wawancara dengan TV Perancis, yang dihimpun KompasTekno dari TechCrunch, Kamis (16/5/2019), dia menyuarakan ketidaksetujuannya.

“Saat saya baca tulisannya, reaksi saya adalah apa yang dia ajukan tidak akan membantu memecahkan masalah,” ujar Zuckerberg.

Zuckerberg beralasan Facebook diperlukan sebagai perusahaan raksasa  yang sanggup membelanjakan uang miliaran dollar AS untuk mengatasi berbagai masalah, mulai dari terorisme, ujaran kebencian, hingga keamanan data.

Baca juga: 20 Skandal Facebook Sepanjang Tahun 2018

Zuckerberg antara lain mengacu pada jejaring sosialnya yang kadung marak digunakan untuk propaganda dan kampanye -termasuk menyebar hoaks dan kabar bohong lain- dalam Pemilu di berbagai negara.

CEO Facebook Mark Zuckerberg saat memberikan kesaksian di depan senat atas skandal kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica.Brendan Smialowski / AFP CEO Facebook Mark Zuckerberg saat memberikan kesaksian di depan senat atas skandal kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica.

Lagipula, menurut dia, isu lain yang lebih spesifik macam privasi, keamanan, misinformasi, dan kebebasan berpendapat tak akan bisa dipecahkan dengan memisah perusahaan. Malahan, hal tersebut akan menyulitkan penanganan sang jejaring sosial.

Berkebalikan dengan pandangan Hughes, ukuran Facebook yang sudah meraksasa, lanjut Zuckerberg, sebenarnya justru menguntungkan buat publik, karena besarnya dana yang tersedia untuk menangani berbagai macam masalah.

“Anggaran kami untuk soal keamanan tahun ini lebih besar daripada seluruh pendapatan perusahaan saat go-public di awal dekade ini,” kata Zuckerberg.

“Hal tersebut dimungkinkan karena kami telah membangun bisnis sukses. Kami berinvestasi lebih banyak untuk keamanan dibanding siapa pun lainnya di ranah media sosial,” imbuhnya.

VP Global Affairs and Communications Facebook, Nick Clegg turut bersuara. Dia mengatakan undang-undang anti-trust bukan dimaksudkan untuk mendongkel sebuah perusahaan karena terlalu besar, tapi melindungi konsumen dengan ketersediaan barang dan jasa berkualitas tinggi dengan harga rendah.

Alih-alih dipecah, Clegg berpendapat pemerintah-pemerintah di berbagai negara tempat Facebook beroperasi seharusnya menerapkan regulasi tambahan untuk bantu mengatur Facebook dalam empat hal, yakni perihal peredaran konten berbahaya, integritas pemilu, privasi, dan kemanan data.

Baca juga: Bos Facebook Minta Bantuan Pemerintah untuk Atur Media Sosial

Memecah Facebook pun menurut Clegg bukan jalan keluar. Facebook dipandangnya tak sedominan yang terlihat, karena masih ada kompetitor-kompetitor lain yang juga perusahaan raksasa. Dia menunjuk WeChat, Tencent, dan Sina asal China sebagai contoh.

“Siapapun yang khawatir soal tantangan yang kita hadapi di dunia online harus berupaya membetulkan peraturan di internet, bukannya melucuti perusahaan Amerika yang sukses,” ujar Clegg.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com