Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/07/2023, 11:01 WIB
Bill Clinten,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - TikTok belakangan tengah mendapat sorotan. Sebuah inisiasi bernama "Project S", dianggap dapat membahayakan pedagang kecil atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.

Pasalnya, dengan rencana Project S ini TikTok ingin menjual produk buatan mereka sendiri di platform. Perwujudan dari rencana Project S ini adalah fitur rekomendasi belanja bernama Trendy Beat

Fitur ini sudah tersedia di Inggris. Trendy Beat memungkinkan konsumen melihat dan membeli barang-barang jualan dari toko yang terafiliasi atau milik ByteDance, induk TikTok.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki, juga sudah mengutarakan kekhawatirannya beberapa hari lalu. 

Teten mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).

Baca juga: Project S, Cara TikTok Jualan Produk Sendiri yang Ancam Pedagang Kecil

Ekonom Universitas Indonesia (UI) dan Executive Director Next Policy, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan bahwa apa yang dilakukan pemerintah dengan mendesak revisi Permendag Nomor 50/2020 di atas, sudah tepat.

Pasalnya, revisi aturan ini bisa menjadi peringatan bagi TikTok bahwa mereka harus patuh dengan regulasi yang berlaku di Indonesia, terlebih jika ingin memasukkan fitur Trendy Beat di sini. 

"Revisi aturan ini bisa menjadi peringatan bagi TikTok bahwa fitur-fitur mereka yang resmi di sini harus sesuai dan tidak merugikan dan mengganggu UMKM lokal di Indonesia," ujar Fithra ketika dihubungi KompasTekno, Jumat (14/7/2023).

Harus ada diskusi dan kolaborasi dengan TikTok

Selain revisi penyempurnaan aturan Permendag, pemerintah juga harus melakukan diskusi dengan TikTok, apabila fitur Trendy Beat ini nantinya benar-benar resmi di Tanah Air.

Diskusi ini diperlukan untuk memastikan bahwa algoritma Trendy Beat harus disesuaikan dan dijaga betul supaya tak merugikan UMKM lokal yang sudah lebih dulu berjualan di TikTok. 

Selain diskusi, Fithra juga mengatakan bahwa perlu adanya kolaborasi dengan pemerintah dan TikTok agar fitur Trendy Beat ini berjalan sebagaimana mestinya, jika memang akan masuk ke Indonesia.

Kolaborasi itu, menurut Fithra, bisa melalui investasi asing dari TikTok yang dilakukan di Indonesia, supaya fitur Trendy Beat bisa dibuat seadil mungkin bagi UMKM lokal. 

Baca juga: Project S Bisa Gembosi Pedagang Kecil di Indonesia, Ini Kata TikTok

"Salah satu bentuk kolaborasi adalah mungkin kalau produknya merupakan resmi dari TikTok, mereka bisa membuat produk itu tidak dikirim dari China, melainkan dikirim dari gudang yang ada di Indonesia," jelas Fithra.

"Kemudian, ByteDance juga bisa membangun pabrik atau memproduksi barang yang mereka jual di Trendy Beat TikTok di Indonesia. Sehingga ini akhirnya menguntungkan negara sekaligus menciptakan lapangan kerja di sini," imbuh Fithra.

Terkait kolaborasi, Fithra mengatakan bahwa hal ini tak hanya menguntungkan negara saja, melainkan juga UMKM lokal. 

Pasalnya jika ada kolaborasi, TikTok bisa saja melabeli produk-produk buatan UMKM lokal hingga seakan menjadi barang yang resmi dari TikTok. 

"Dengan begitu, produk ini bisa tersedia tidak hanya di pasar Indonesia, melainkan di pasar luar negeri juga, mungkin di ASEAN hingga China. Sehingga ini bisa menguntungkan UMKM lokal karena bisa mempenetrasi pasar lebih luas," ungkap Fithra. 

Harus ada perlindungan hak cipta barang

Meski fitur dari Project S ini bisa menguntungkan UMKM lokal apabila dieksekusi dengan benar lewat kolaborasi, Fithra menyebut bahwa hak cipta dari suatu produk yang dibuat UMKM itu harus tetap ada dan dijaga. 

Sebab jika tidak dijaga, akan timbul kekhawatiran lainnya dari hal ini, di mana ByteDance, bisa membuat produk serupa yang dijual oleh UMKM lokal.

Lalu, produk tersebut dijual lebih murah, sehingga UMKM lokal akan kalah saing dengan toko-toko asal China yang membuat produk serupa tersebut. 

"Perlindungan hak cipta untuk produk UMKM juga harus dilindungi, dan regulasinya juga harus dibuat lebih jelas untuk melindungi UMKM lokal," kata Fithra.

"Jangan sampai nantinya UMKM kita kalah saing, karena toko milik TikTok ini menjual produk serupa tapi harganya lebih terjangkau," imbuh Fithra. 

Baca juga: Apa Itu Project S TikTok yang Bisa Gembosi UMKM Indonesia

Menurut Fithra, hal terkait hak cipta ini, selain bisa dijaga melalui regulasi yang jelas, juga bisa diatasi dengan adanya kolaborasi dengan TikTok, seperti yang telah ia sebutkan di atas. 

Artinya, pemerintah dan TikTok harus bekerja sama untuk melindungi UMKM, baik itu dengan cara membangun gudang atau pabrik barang resmi TikTok, atau pengiriman langsung dari dalam negeri, bukan dari China. 

Sehingga, barang-barang murah yang ada di TikTok, terutama yang berlabel resmi dari TikTok lewat fitu Trendy BEat, bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik itu UMKM sebagai penjual, serta konsumen sebagai pembeli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com