AI juga tidak mempunyai emosi, humor, dan skeptisisme—terutama kepekaan untuk mendeteksi agenda tersembunyi di balik suatu kejadian atau berita. Intinya, AI tidak mempunyai sikap-sikap dasar yang wajib dimiliki jurnalis.
Meski begitu, CEO kantor publishing Axel Springer, Mathias Doepfner, berpendapat bahwa AI memang punya potensi menggantikan peran jurnalis.
“AI memiliki potensi untuk menjadikan jurnalisme independen lebih baik dibandingkan sebelumnya, atau untuk menggantikannya,” kata Doepfner sebagaimana dikutip dalam artikel yang ditulis Jonathan Yerushalmy (2023) di laman The Guardian.
Fungsi kolaborasi antara AI dan manusia dalam menghasilkan konten jurnalistik sepertinya menjadi praktik yang paling memungkinkan terjadi pada saat ini.
Berikut ini ditampilkan salah satu konten yang dihasilkan secara otomatis oleh mesin berbasis AI bernama Asoca yang dikembangkan oleh Kudu—institusi yang berkolaborasi dengan Kompas.com menaungi rubrik Kudu Insight—setelah penulis mengetikkan kata kunci “Jurnalisme Robot”.
Judul otomatis yang diberikan Asoca adalah “Pengembangan Teknologi AI dan Inovasi Komunikasi: Masa Depan Industri Jurnalisme”.
Setelah melalui proses penyuntingan dan penambahan sejumlah konteks, berikut ini konten otomatis yang dihasilkan:
"Industri jurnalisme di Indonesia didorong mengadopsi teknologi kecerdasan buatan (AI). Pengadopsian ini hendaknya dilakukan dalam berbagai dimensi aktivitas industri jurnalisme. Keterbukaan dan keberanian dalam mengadopsi teknologi AI perlu dimiliki para pelaku industri jurnalisme. Pasalnya, selain meningkatkan efisiensi, teknologi ini juga dapat meningkatkan nilai pelaku industri jurnalisme dan media. Sekalipun dampak dari pengadopsian teknologi kecerdasan buatan dalam jurnalisme, pada saat ini belum terlihat, namun di masa mendatang publik akan menikmati hasil kecerdasan buatan dalam jurnalisme.”
Sementara dari kata kunci “Jurnalisme AI” judul otomatis yang diberikan adalah “Mengenal Teknologi AI dan Penggunaannya“.
Setelah melalui proses penyuntingan dan penambahan sejumlah konteks, berikut ini adalah konten otomatis yang dihasilkan:
“Penerapan teknologi kecerdasan buatan memang membawa perubahan besar, namun kita harus memastikan bahwa dampaknya dapat dikelola dengan baik untuk kepentingan ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam menghadapi era teknologi AI, kita perlu memahami dan mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan yang akan terjadi. Pengembangan keterampilan dan pelatihan menjadi kunci penting dalam mempersiapkan tenaga kerja menghadapi perkembangan teknologi ini. Dengan pemahaman yang baik, kita dapat memanfaatkan potensi teknologi AI sebaik-baiknya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mencapai kemajuan yang berkelanjutan.”
Asoca menghasilkan konten dengan terlebih dahulu menyaring informasi faktual, relevan, dan aktual menggunakan kata kunci yang dipergunakan di jejaring internet. Setelah itu, Asoca dapat menghasilkan beberapa jenis visualisasi analisis dan rekomendasi topik (content pillars) teraktual yang bisa dipilih penulis.
Dalam contoh di atas, penulis memilih rekomendasi topik “pengembangan teknologi ai”, “inovasi teknologi komunikasi”, dan “penggunaan presenter ai” dari kata kunci “Jurnalisme Robot”.
Adapun dari kata kunci “Jurnalisme AI”, rekomendasi topik yang dipilih adalah “teknologi ai”, “penggunaan teknologi ai”, dan “memahami teknologi ai”.
Berbagai rekomendasi topik yang berasal dari kondisi terkini yang berhubungan dengan sejumlah kata kunci itu lantas menjadi bahan bagi Asoca untuk menghasilkan konten otomatis memakai bantuan AI.
Banyak atau sedikitnya konten berikut berbagai formulasi penulisan dan sejumlah penyesuaian bisa secara otomatis dilakukan lewat beragam fitur, selain metode penyesuaian secara manual.
Setelah itu, penulis melakukan pengeditan seperlunya dengan menambahkan konteks dan informasi tertentu. Hal ini dilakukan setelah sebelumnya melakukan pengecekan fakta terkait konten otomatis yang dihasilkan.
Selain contoh tulisan di atas, yang dihasilkan oleh aplikasi Asoca dengan kolaborasi bersama manusia, terdapat pula tugas-tugas lain dari jurnalis yang bisa dibantu AI. Tentu, ini dalam konteks yang merujuk pada kemampuan AI pada saat ini.
Beberapa tugas ini belum bisa melibatkan AI secara optimal karena sejumlah keterbatasan yang masih dimiliki teknologi AI. Bila kelak kapasitas AI dalam aspek-aspek tersebut dikembangkan, AI akan sepenuhnya bisa dipercaya melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Pada saat ini, campur tangan manusia masih sangat penting dalam mengawasi hasil kerja AI. Berikut ini sejumlah tugas yang sudah bisa dilakukan AI untuk membantu kerja-kerja jurnalistik:
AI adalah alat yang paling bisa diandalkan dalam menyelesaikan tugas-tugas harian yang sifatnya cenderung berulang dan biasa, atau tidak terlalu kompleks.
Bila kita membaca berita dari sejumlah kanal media massa tertentu, kita masih sering menemukan kesalahan ketik dan tata bahasa yang lolos proofreading.
Oleh sebab itu, jurnalis bisa mulai memanfaatkan AI sebagai grammar checker sekaligus editor yang memperhatikan aspek teknis, tingkat akurasi, dan kualitas tulisan.
AI juga bisa membantu pembuatan produk-produk jurnalistik sastrawi atau produk lain yang bersifat kreatif.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa AI mampu menyediakan pilihan kosakata unik dan indah yang lebih luas. Penulis dapat memanfaatkan hal ini untuk menciptakan karya yang lebih indah dan lebih bebas dalam bermain kata secara kreatif.
Walaupun saat ini AI belum sepenuhnya mampu mengidentifikasi penggunaan bahasa, khususnya bahasa Indonesia, masih ada banyak ruang improvisasi bagi AI untuk mereduksi kesenjangan tersebut.
Untuk saat ini, para editor masih harus melakukan pengecekan kembali meskipun telah memanfaatkan AI sebagai proofreader.
Para editor masih mempunyai peran penting dalam mengecek dan memastikan efektivitas kalimat dalam karya para jurnalis. Dengan demikian, kolaborasi antara manusia dan AI dapat menghasilkan karya yang lebih berkualitas dan memikat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.