Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

kolom

Saat New York Times dan Para Pencipta Menggugat ChatGPT

Kompas.com - 02/01/2024, 08:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIRNYA raksasa media The New York Times melayangkan gugatan melalui Pengadilan Distrik Federal di Manhattan, Amerika Serikat. Ini adalah media pertama yang menggugat ChatGPT dan platform GenAI termasyur lainnya.

Musababnya klaim atas konten hak cipta. Materi gugatan berkisar pada konten berhak cipta produk mereka, yang digelontorkan sebagai bahan pelatihan Chatbot AI generatif itu.

The New York Times (27/12/2023), menurunkan laporan lengkap dengan tajuk "The Times Sues OpenAI and Microsoft Over A.I. Use of Copyrighted Work".

Upaya hukum ini menjadi istimewa. Siapapun tahu penggugat bukan "kaleng-kaleng". Gugatan justru dilakukan organisasi media AS terbesar. Mereka menggugat setelah sebelumnya gagal menemukan solusi damai.

Konten-konten berita adalah unsur utama bisnis mereka. Semua dibuat dengan tak mudah, berbiaya besar, dan proses editorial yang apik, independen, dan tentu saja terukur, karena harus mematuhi kode etik pers.

Output media trustworthy seperti ini, dipandang berbagai pihak sebagai salah satu sumber konten berita dengan validitas terbaik saat ini. Di saat begitu masifnya konten hoaks yang berseliweran di jagat virtual.

Tidak semua media sukses melawan disrupsi digital. Penggugat adalah salah satu yang sukses.

Chatbot GenAI

AI generatif (GenAI) seperti antara lain ChatGPT, sangat berbeda dengan mesin pintar lainnya (yang juga menggunakan AI) dalam model search engine seperti Google.

Siapapun yang melakukan proses googling tak kan kehilangan informasi sumber dan siapa penulisnya, sebagai unsur hak moral. Meskipun saat ini, model ini mulai banyak dipersoalkan terkait hak ekonomi oleh perusahaan media.

Alih-alih ibarat Google yang hanya menunjukan link sumber aslinya, Chatbot GenAI justru memproduksi konten baru.

Chatbot itu menjadi super cerdas dan mampu membuat konten baru karena sudah dilatih dengan berbagai materi ajar oleh pelatihnya. Di sinilah persoalan itu dimulai.

The Times menyatakan, jutaan artikel mereka digunakan untuk materi ajar dalam melatih chatbot. Hebatnya, menurut The Times, semua itu justru menjadi kompetitor baginya.

Dengan caranya, penggugat dapat mengetahui kapan konten buatan mereka dijadikan dasar jawaban AI.

The New York Times menggugat OpenAI dan Microsoft atas pelanggaran hak cipta menjadi babak baru dalam pertarungan hukum terkait konten hak cipta yang digunakan sebagai bahan pelatihan AI.

Penggugat menyatakan, jutaan artikel yang diterbitkan The Times telah digunakan untuk melatih chatbot berkekuatan AI.

Penggugat menyebut secara gamblang, chatbot menjadi pesaing outlet berita, sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya.

Penggugat tidak atau belum menyebut angka ganti rugi. Namun mereka menuntut para tergugat bertanggung jawab atas kerugian miliaran dollar AS berdasarkan undang-undang.

Penggugat juga menuntut ganti rugi atas kerugian aktual terkait dengan penyalinan dan penggunaan karya-karya berharga The Times yang melanggar hukum.

Bahkan, penggugat juga meminta tergugat untuk memusnahkan model chatbot, dan data pelatihan apa pun yang menggunakan materi berhak cipta dari The Times.

Pembelaan

Dilaporkan lebih lanjut bahwa juru bicara OpenAI, Lindsey Held, mengatakan terkejut dan kecewa dengan gugatan tersebut. Hal yang terjadi saat sedang membangun pembicaraan konstruktif.

OpenAI menyatakan, sebagai pengembang AI, mereka menghormati hak pembuat dan pemilik konten. Mereka berkomitmen untuk bekerja sama, guna memastikan The Times mendapatkan manfaat dari teknologi AI itu.

OpenAI juga mendorong hal ini menjadi model pendapatan baru, seperti yang telah dilakukan dengan banyak penerbit lainnya.

New York Times melaporkan, kronologinya, The Times memang pernah melakukan pembicaraan dengan Microsoft dan Open AI. Menjajaki solusi damai, perjanjian komersial, dan sistem teknologi seputar produk AI generatif. Namun perundingan tersebut tak kunjung berbuah solusi.

Christina Pazzanese, dalam laporannya yang dimuat The Harvard Gazzete, Universitas Harvard (21/9/2023) menyatakan, banyak penulis, seniman, fotografer, musisi, dan pembuat film mengatakan, perusahaan teknologi menggunakan karya berhak cipta untuk melatih model AI generatif.

Dalam laporannya, Christina meminta pendapat kepada Profesor Rebecca Tushnet terkait para Penulis yang mengklaim OpenAI “mencuri” buku mereka untuk meningkatkan kemampuan ChatGPT dalam mengeluarkan “karya turunan” yang jelas-jelas melanggar undang-undang hak cipta.

Tushnet, Guru Besar Hukum menyatakan, faktanya secara hukum penggunaan karya untuk pelatihan atau tujuan pengumpulan data skala besar sering kali dianggap sebagai penggunaan wajar (fair use).

Internet seperti yang kita kenal sekarang, dengan Google dan penelusuran gambar, tidak akan ada jika bukan karena penggunaan wajar.

Terlepas dari pro kontra, persoalan ini berputar di sekitar masalah penggunaan konten berhak cipta, penggunaan wajar (fair use), komersialisasi, penggunaan tanpa izin, dan tentu saja persaingan bisnis secara jujur.

Gugatan tersebut menjadi menarik karena dapat menjadi batu uji regulasi hak cipta yang selama ini relatif sudah dianggap konservatif. Kalibrasi hak cipta dengan teknologi AI khususnya generatif (GenAI) adalah keniscayaan.

Hal ini juga membuka mata berbagai negara dan pakar hak cipta serta cyber law. Pandangan ditujukan pada konteks dan implementasi model hukum transformatif. Konsep hukum yang diproyeksikan menjawab persoalan hukum dan transformasi digital.

Model bisnis berbasis hak cipta telah berubah total. Dimulai sejak masifnya perkembangan teknologi digital.

Puncaknya saat lahirnya AI generatif, platform pintar AI yang bisa membuat konten baru berbasis informasi pelatihan dan big data serta isu hak cipta.

Data pelatihan berupa konten dari sumber-sumber kredibel itulah yang disoal. Tidak lain karena bahan ajar AI itu diatur menjadi big data yang sangat spektakuler besarnya.

Data itu diambil dari berbagai sumber antara lain media terpercaya seperti The New York Times, para penulis, dan para pembuat konten.

Realitasnya, saat ini ada beberapa tuntutan hukum juga dilakukan oleh para penulis. Dilansir ABC News (29/11/2023), sekelompok penulis terkenal, termasuk David Baldacci, Jonathan Franzen, John Grisham, George RR Martin, dan Jodi Picoult menggugat OpenAI terkait penyalahgunaan karya meraka untuk melatih ChatGPT.

Gugatan class action diajukan pada September, di Pengadilan New York, atas nama penulis oleh "Authors Guild", yang menuduh OpenAI menyalin karya fiksi tanpa izin.

Para penulis mengatakan, OpenAI memasukkan buku mereka ke dalam algoritma model bahasa besar ChatGPT tanpa persetujuan, kompensasi, atau atribusi yang melanggar undang-undang hak cipta AS.

Namun OpenAI mengatakan, buku-buku tersebut digunakan hanya untuk memacu inovasi. Menurut mereka, praktik tersebut sah berdasarkan ketentuan “penggunaan wajar” atau fair use dalam undang-undang hak cipta.

Kita perlu mengatur hal ini. Jika persoalan ini dibiarkan, maka Chatbot GenAI berpotensi berkonflik dengan begitu banyak penghasil konten.

Selain perusahaan media, para akademisi dan peneliti, juga para penulis, sastrawan, musisi, pelukis, sineas, dan kreator hak cipta lainnya.

Padahal kita tahu, AI adalah teknologi baru yang bisa memberi begitu banyak manfaat. AI juga sudah terbukti dapat memberikan solusi bagi banyak soal.

Regulasi terkait hal ini perlu menjadi prioritas untuk mendukung perkembangan AI di satu sisi dan minimalisasi dampak di sisi lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com