Bila tidak transparan, maka bisa saja transaksi tersebut dalam diselewengkan oleh pegawai bank, maupun pihak-pihak lain yang menjadi perantara dalam transaksi tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang tersentralisasi dapat memonopoli informasi, dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada transparansi serta otoritas dari pihak ketiga.
Blockchain memang bukanlah satu-satunya solusi dalam mengatasi permasalahan transparansi keterlibatan pihak ketiga dalam suatu sistem.
Namun hingga saat ini solusi lain sudah terbukti gagal, dan hanya konsep blockchain yang masih bertahan karena adanya mekanisme konsensus seperti Proof-of-Work (PoW), Proof-of-Stake (PoS), dan lain-lain.
Sebagai gambaran, dalam jaringan transaksi bitcoin, PoW merupakan mekanisme validasi terhadap suatu transaksi dalam jaringan blockchain di mana para penambang bitcoin diharuskan memecahkan suatu algoritma yang rumit untuk memastikan blok yang valid dalam suatu jaringan blockchain.
Dengan adanya aktivitas ini, pihak ketiga sebagai otoritas terpusat (misalnya bank), tidak diperlukan pada jaringan blockchain karena verifikasi data transaksi telah dilakukan melalui algoritma ini.
Bahkan, jaringan blockchain memungkinkan pelaku anonim untuk melakukan tugas tersebut dan membuat anggota lain dalam jaringan tersebut saling percaya satu sama lain.
Dalam konteks mata uang kripto ini pula, para penambang juga mendapatkan imbalan berupa beberapa bitcoin atas usahanya dalam menyelesaikan algoritma dalam sistem blockchain tersebut.
Saat ini, tanpa adanya blockchain, salah satu masalah utama yang menjadi perhatian dalam sistem pertahanan nasional adalah keamanan data.
Aplikasi blockchain sebagai pendukung keamanan data mulai banyak digunakan oleh berbagai aktor di sektor publik maupun swasta di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, dan negara-negara Eropa.
Aplikasi ini diketahui juga mulai banyak dikembangkan di Indonesia dalam berbagai sektor, seperti pada sertifikasi produk halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), manajemen rantai pasok hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan, sertifikasi tanah di Kementerian ATR/BPN, serta sistem informasi akademik perguruan tinggi.
Lalu, bagaimana prospek aplikasi blockchain dalam sistem pertahanan nasional?
Menurut para peneliti dari IPB dalam bukunya “Blockchain: Teori dan Aplikasinya untuk Bisnis, Agroindustri, dan Pemerintahan”, terdapat beberapa prospek yang dapat dikembangkan bagi pengaplikasian teknologi blockchain di Indonesia, termasuk di bidang pertahanan.
Teknologi blockchain dapat berpotensi membawa perubahan yang signifikan bagi aspek pertahanan, utamanya sebagai jaringan yang terdesentralisasi dengan menggunakan enkripsi yang kuat dan memiliki catatan yang tidak dapat dimanipulasi.
Dalam artikel yang ditulis oleh Wasim Ahmad dkk berjudul “Blockchain for Aerospace and Defense: Opportunities and Open Research Challenges”, setidaknya terdapat empat potensi teknologi blockchain bagi pertahanan dan keamanan nasional.