Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian Kominfo Minta Akses Internet ke Kamboja dan Filipina Diputus untuk Berantas Judi Online

Kompas.com - 24/06/2024, 12:43 WIB
Irfan Kamil,
Rahel Narda Chaterine,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta penyelenggara jasa internet untuk memutus akses internet terkait judi online, dari dan ke Kamboja dan Davao, Filipina.

Permintaan itu tercantum dalam surat nomor B-1678/M.KOMINFO/PI.02.02/06/2024 yang diteken Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) selaku Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Judi Online, Budi Arie Setiadi, pada 21 Juni 2024.

Surat tersebut ditujukan kepada penyelenggara jasa telekomunikasi layanan gerbang akses internet atau network access point (NAP).

"Melakukan pemutuskan akses jalur komunikasi internet yang diduga digunakan untuk judi online terutama dari dan ke Kamboja dan Davao Filipina dalam waktu paling lambat 3 x 24 jam (hari kerja) sejak surat ini ditandatangani," demikian bunyi poin a surat tersebut dikutip Kompas.com, Minggu, (23/6/2024).

Baca juga: Kominfo Ancam Denda Platform Digital Rp 500 Juta Tiap Satu Konten Judi Online

Itu artinya, batas waktu untuk memutus akses internet terkait judi online ini adalah tanggal 26 Juni 2024.

Permintaan ini merupakan tindak lanjut dari hasil rapat Satgas Pemberantasan Perjudian Online yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Hadi Tjahjanto selaku Ketua Satgas pada tanggal 19 Juni 2024

Adapun lama pemutusan akses internet ke dua negara itu belum ditetapkan. Surat itu hanya menyebut bahwa jangka waktu pemutusan akses Internet diberlakukan dengan elavuasi secara terus menerus. Pemutusan akses ini akan berakhir jika dinilai sudah kondusif.

"Jangka waktu pemutusan akses akan dievaluasi untuk segera dipulihkan apabila situasi telah kondusif," bunyi point b surat tersebut. Pemerintah pun meminta penyedia jasa layanan internet untuk melaporkan langkah-langkah atas tindakan pemutusan dan hasil pelaksanaannya untuk evaluasi dan tindak lanjut.

Dioperasikan dari Mekong Raya

Ilustrasi judi slotIstimewa Ilustrasi judi slot

Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan, persoalan judi online merupakan kejahatan lintas negara atau transnational organized crime.

Kepala (Kadiv) Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Krishna Murti mengatakan, mayoritas bandar judi online mengoperasikan kejahatannya dari area Mekong Raya, yakni Thailand, Myanmar, Kamboja, Vietnam dan Laos.

“Ini merupakan transnational organized crime, para pelakunya adalah para kelompok-kelompok organized crime yang mengoperasikan perjudian online ini dari Mekong Region Countries,” kata Krishna di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (21/6/2024).

“Mekong Region countries itu adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar,” sambung dia.

Krishna mengatakan, masalah judi online ini tak cuma dihadapi Indonesia, melainkan negara lain di Asia Tenggara pula.

Krishna menjelaskan, judi online semakin marak sejak masa pandemi Covid-19 karena para penjudi di wilayah Mekong Raya mengalami pembatasan mobilisasi.

"Karena adanya limited of movement, para turis tidak bisa berjudi, mereka mengembangkan judi online. Sejak itu judi online makin berkembang ke seluruh wilayah-wilayah, bahkan sampai ke Amerika," tutur dia.

Para bandar judi online di Mekong Raya pun merekrut para operator-operatornya dari negara yang menjadi pasar perjudian tersebut.

Ia menyebut ada ratusan orang diberangkatkan dan direkrut dari Indonesia, dan disebar ke Kamboja, Laos, dan Myanmar.

Baca juga: Triwulan I-2024, Transaksi Judi Online di Indonesia Tembus Rp 100 Triliun

2,3 juta penduduk terpapar judi online

Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online, sekaligus Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengatakan, sebanyak 2,37 juta penduduk Indonesia telah terpapar judi online.

Dari jumlah tersebut, 2 persen di antaranya merupakan anak-anak berusia di bawah 10 tahun.

“Ada 2 persen dari pemain. Total 80.000 (usia di bawah 10 tahun) yang terdeteksi,” kata Hadi saat konferensi pers di ruang parikesit Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).

Kemudian, untuk usia 10-20 tahun ada 11 persen atau lebih kurang 440.000 penduduk. Lalu, ada sekitar 520.000 penduduk berusia 21-30 tahun atau sekitar 13 persen yang juga menjadi korban.

“Dan usia 30 sampai 50 tahun itu 40 persen, 1.640.000 (penduduk). Usia di atas 50 tahun itu 34 persen, jumlahnya 1.350.000,” ujar Hadi.

Dari data itu, kata Hadi, 80 persen di antaranya merupakan kalangan menengah ke bawah.

“Dan klaster nominal transaksinya untuk menengah ke bawah itu antara Rp 10.000 sampai Rp 100.000,” kata Menko Polhukam.

“Untuk klaster nominal transaksi kelas menengah ke atas itu antara Rp 100.000 sampai Rp 40 miliar,” ucapnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com