Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hacker Klaim Miliki Data Hasil Tes Pasien Covid-19 di Indonesia

Data yang dihimpun adalah data sensitif berisi nama, nomor telepon, alamat, hasil tes PCR, dan lokasi tempat pasien dirawat.

Di dalamnya juga terdapat kolom NIK meskipun tidak terisi. Sebagai bukti, hacker tersebut turut melampirkan sampel data yang dimiliki.

Sampel tersebut terdiri dari tujuh nama WNI dan tiga WNA dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) di Provinsi Bali. Peretas mengklaim memiliki database dari daerah lain.

"Seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya," klaim peretas dalam e-mail kepada Kompas.id, Jumat (19/6/2020).

Peretas menjual database, yang diklaim berisi pasien Covid-19 di Indonesia, dengan harga 300 dollar AS atau sekitar Rp 4,2 juta.

Terkait dugaan kebocoran data ini, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny Plate mengatakan database pasien Covid 19 dan hasil interoperabilitas maupun cleansing yang ada di data center Kominfo aman.

"Kami akan menelusuri berita tersebut dan koordinasi dengan bssn yang membawahi keamanan dan recleansing data covid 19," ujar Menkominfo dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTekno, Sabtu.

Selanjutnya, Kominfo akan berkoordinasi untuk mengevaluasi data center lainnya yang turut menyimpan database pasien Covid-19 di Indonesia.

Belum ada payung hukum yang kuat

Menurut Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) Pratama Dahlian Persadha, data pribadi yang diduga terkait pasien Covid-19, cukup berisiko karena memuat alamat rumah dan statusnya.

Seperti dilansir Kompas.id, Pratama mengatakan, pelaku peretasan saat ini tidak hanya memburu data kartu kredit. Belum adanya payung hukum yang kuat tentang perlindungan data pribadi di Indonesia, menurut Pratama juga menjadi tantangan.

Saat ini, pemerintah masih berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) yang menjadi landasan hukum kasus pencurian data.

Namun, menurut Pratama, peraturan tersebut belum kuat. Sebab, aturan itu hanya berisi imbauan untuk penguatan sistem dan tidak menjelaskan sanksi apabila terjadi pencurian data.

Sementara hingga saat ini, Undang-undang Perlindungan Data Pribadi masih belum rampung dibahas. Hal senada juga diungkap Manajer Indonesia Computer Emergency Response Team (ID-CERT) Ahmad Alkazimy.

Ahmad mengatakan, akibat belum adanya standar keamanan siber yang jelas, setiap institusi menerjemahkan sendiri standar keamanannya.

Lebih lanjut, Ahmad menyarankan agar Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang berfungsi sebagai Government Computer Security Incident Response Team (Gov-CSIRT) atau Tim Respons Insiden Keamanan Komputer Pemerintah bisa menciptakan standar keamanan. Misalnya saja mengeluarkan standar minimum keamanan siber bagi pemerintah.

"Seperti sistem operasi, aplikasi, sampai standard port jaringan yang digunakan," kata Ahmad.

https://tekno.kompas.com/read/2020/06/20/07592607/hacker-klaim-miliki-data-hasil-tes-pasien-covid-19-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke