Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Manuver Huawei, ZTE, dan Xiaomi Melawan Blacklist AS

Di bawah pemerintahan Donald Trump, sejumlah perusahaan raksasa asal China pun tak luput dari "serangan" AS.

Seperti Huawei dan ZTE yang dimasukkan Trump ke dalam daftar hitam entity list. Alhasil, keduanya dilarang tidak bisa menjual produknya serta mendapatkan komponen dari perusahaan asal AS.

Menjelang lengser, Trump juga sempat memasukkan Xiaomi ke dalam daftar hitam investor AS. Daftar hitam ini berbeda dengan entity list yang menjerat Huawei dan ZTE.

Xiaomi masih bisa mendapatkan pasokan komponen dari vendor AS namun pabrikan China ini dilarang ikut serta dalam kegiatan bursa saham AS.

Setelah Trump lengser dan digantikan dengan Jeo Biden, pertanyaan tentang nasib perusahaan-perusahan China yang diblokir Trump ikut mengemuka.

Namun, pemerintahan Biden agaknya masih sependapat dengan pendahulunya. Untuk itu, Pemerintah AS bersikukuh akan melindungi perusahaan telekomunikasi AS agar tidak menggunakan komponen atau peralatan dari "vendor tidak tepercaya" tersebut.

“Peralatan telekomunikasi yang dibuat oleh vendor yang tidak tepercaya, termasuk Huawei, merupakan ancaman bagi keamanan AS dan sekutu kami,” kata Jen Psaki, juru bicara Gedung Putih.

Kendati demikian, ketiganya tidak pasrah begitu saja menerima pemblokiran dari AS. Lantas upaya apa yang tengah dilakukan ketiganya?

Bentuk konsorsium chip

Pemblokiran AS ini memang membuat kalang kabut lantaran mereka tidak bisa lagi membeli pasokan komponen smartphone dari vendor-vendor AS, termasuk chip.

Kendati demikian, pada November 2020 lalu, pemerintah AS telah mengizinkan perusahaan semikonduktor AS, Qualcomm, untuk memasok chip ke Huawei. Namun, Chip tersebut hanya terbatas untuk teknologi 4G saja.

Sanksi pemblokiran AS untuk Huawei dan ZTE ini ternyata juga menyingkap rentannya sektor semikonduktor dalam negeri China.

Sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Gizmo China, Jumat (5/2/2021), sektor semikonduktor dikabarkan menjadi salah satu kelemahan dalam rantai manufaktur elektronik China.

Bahkan, para vendor smartphone China harus beralih ke perusahaan semikonduktor Taiwan untuk mendapatkan pasokan chip guna melengkapi perangkat-perangkat mereka.

Untuk itu, Huawei dan ZTE diketahui baru bergabung dalam konsorsium baru untuk mempromosikan pembuatan chip dalam negeri.

Langkah ini agaknya merupakan siasat keduanya untuk menjamin rantai pasokan chip dalam negeri dan keluar dari cengkraman daftar entity list AS.

Selain Huawei dan ZTE, ada 88 perusahaan China lainnya yang tergabung dalam konsorsium chip ini, termasuk Xiaomi, Tencent, SMIC, HiSilicon, dan masih banyak lagi.

Ke depannya, konsorsium ini akan menjadi tempat koordinasi industri-industri semikonduktor China, termasuk meningkatkan standar produk, mengembangkan teknologi, melakukan penelitian, dan sebagainya.

Tujuannya agar sektor semikonduktor China bisa bersaing atau setara dengan vendor-vendor asal AS dan Taiwan.

Huawei dan Xiaomi gugat AS

Pemerintah AS memasukkan Huawei ke dalam entity list karena dituding melakukan mata-mata terhadap AS melalui perangkatnya dan dianggap membahayakan keamanan nasional.

Huawei pernah menggugat keputusan pemerintah AS tersebut pada Maret 2019. Huawei mengatakan keputusan tersebut melanggar proses hukum dan tidak konstitusional.

Presiden Huawei saat itu, Guo Ping, mengatakan bahwa pemerintah AS telah gagal memberikan bukti konkret terkait tudingan yang ditujukan kepada Huawei.

"Selama tiga dekade, kami telah mempertahankan rekam jejak kami dalam masalah keamanan," kata Guo.

Xiaomi pun demikian. Perusahaan yang dipimpin Lei Jun ini melayangkan pengaduan atas larangan investasi yang diberlakukan AS ke pengadilan distrik wilayah Washington belum lama ini.

Xiaomi menyebutkan bahwa blacklist investasi tersebut "tidak sah dan tidak sesuai konsitusi". Xiaomi juga tak lupa kembali mengklarifikasi bahwa perusahaannya tidak terafiliasi dengan militer China seperti yang dituduhkan Amerika Serikat (AS).

Xiaomi menyatakan, bahwa 75 persen hak suara perusahaannya dipegang oleh pendiri mereka, Lin Bin dan Lei Jun, tanpa kepemilikan atau kendali dari individu atau entitas yang berafiliasi dengan militer China.

Oleh karena itu, Xiaomi meminta Departemen Pertahan dan Departemen Keuangan AS menghapus nama Xiaomi dari daftar perusahaan yang berhubungan dengan militer China, serta mengeluarkan Xiaomi dari blacklist investasi.

Sedianya aturan larangan investasi ini akan efektif pada 28 Januari lalu. Warga AS yang sudah terlanjur memiliki saham perusahaan harus melepaskan sahamnya (divestasi) selambat-lambatnya pada 11 November mendatang.

ZTE bayar "uang damai"

Pemerintah AS memasukkan ZTE ke dalam entity list karena dituding melakukan kegiatan yang bertentangan dengan keamanan nasional dan kepentingan kebijakan luar negeri AS.

Namun, pada 2018, sanksi tersebut akhirnya dicabut oleh pemerintah AS setelah ZTE membayar uang denda sebesar 1 miliar dollar AS.

Sebagaimana dihimpun dari Mashable, jumlah tersebut setara dengan 6 persen dari jumlah pendapatan ZTE kala itu yang mencapai 17 miliar dollar AS.

Kesepakatan itu juga dikatakan sebagai bagian dari negosiasi ulang dari hubungan perdagangan China dan AS.

Bikin sistem operasi 

Huawei juga menyiapkan plan B karena sanksi yang diterapkan AS pada perusahannya.

Pabrikan China ini diketahui mengembangkan sistem operasinya sendiri untuk melangkapi perangkat smartphone dan komputer besutannya.

Hal ini merupakan strategi alternatif Huawei perusahaan jika tidak diizinkan menggunakan sistem operasi Android milik Google atau Windows milik Microsoft.

Seperti diketahui, dua sistem operasi tersebut berasal dari dua perusahaan raksasa asal AS dan menjadi yang paling umum digunakan di dunia.

"Kami telah menyiapkan sistem operasi kami sendiri. Seandainya kami tidak dapat lagi menggunakan sistem ini, kami akan siap. Itulah rencana B kami," kata Richard Yu, kepala seluler Huawei Technologies, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Cnet.

Nasib yang belum jelas

Beberapa waktu lalu, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, mengabarkan bahwa Predisen Joe Biden akan meninjau ulang pemblokiran perusahaan telekomunikasi asal China, khususnya pada perusahaan Huawei.

Hanya berselang beberapa hari setelah pernyataan tersebut, pemerintahan Biden justru kembali menyebut Huawei sebagai "vendor tidak tepercaya" yang mengancam keamanan nasional AS.

"Pemerintah akan memastikan perusahaan telekomunikasi AS hanya akan melakukan investasi dan memperluas produksi perangkatnya dari vendor-vendor sekutu dan tepercaya," kata Psaki.

Sikap pemerintahan Biden ini mengindikasikan bahwa Huawei agaknya belum akan terbebas dari entity list yang menjeratnya, setidaknya dalam waktu dekat ini.

Kendati demikian, Psaki tak menampik bahwa pemerintah masih menyiapkan beberapa rencana terkait perusahaan telekomunikasi asal China yang sudah lama diawasi oleh AS.

Untuk Xiaomi sendiri, pengaduan yang diajukan tersebut sedianya ditujukan kepada Menteri Pertahanan yang ditunjuk Biden, Lloyd Austin, dan Menteri Keuangan, Janet Yellen. Namun, hingga saat ini, belum ada kelanjutan atau respons dari aduan Xiaomi tersebut.

https://tekno.kompas.com/read/2021/02/05/20000057/manuver-huawei-zte-dan-xiaomi-melawan-blacklist-as

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke