Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Instagram Lampaui TikTok, Jadi Aplikasi Paling Banyak Diunduh

Menurut laporan firma riset aplikasi Sensor Tower, jumlah download Instagram menyentuh angka 768 juta kali sepanjang 2023 lalu. Angka ini tumbuh sebesar 20 persen dari tahun sebelumnya (YoY/year-on-year). 

Sementara jumlah unduhan aplikasi TikTok yakni sebesar 733 juta kali pada 2023. Angka ini merepresentasikan pertumbuhan sebesar 4 persen secara YoY. Perbedaan angka inilah yang menjadikan Instagram melampaui popularitas TikTok selama beberapa waktu belakangan.

“Instagram telah melampaui TikTok karena (berupaya) mengadopsi (fitur baru) selama beberapa tahun terakhir, (salah satunya) didorong popularitas fitur Reels, bersamaan dengan fitur dan fungsi media sosial yang lama,” kata Senior Insights Manager Sensor Tower, Abraham Yousef, sebagaimana dikutip KompasTekno dari New York Post, Rabu (13/3/2024).

Sensor Tower juga mencatat dominasi TikTok berkurang secara bertahap sejak 2021 hingga 2022. Firma riset yang berbasis di San Fransisco, California ini juga sempet memublikasi data yang serupa pada 2022.

Laporan itu menyebut Instagram menjadi aplikasi paling banyak diunduh pada kuartal keempat 2021. Sejak saat itu, pengguna aktif bulanan Instagram kian bertumbuh hingga menjadi 1,47 miliar pengguna aktif bulanan (MAU/ Monthly Active Users).

Platform berbagi konten foto dan video itu berhasil menyambut 13 juta pengguna aktif bulanan baru dalam tiga bulan terakhir 2023.

Sementara itu pada periode yang sama, TikTok justru kehilangan 12 juta penggunanya. Yang mana, hal tersebut memengaruhi jumlah pengguna aktif bulanannya menjadi 1,12 miliar pengguna saja. 

Meski Instagram lebih banyak di-download dibanding TikTok, soal jumlah atau durasi waktu yang dihabiskan pengguna di dalam platform TikTok masih unggul.

Sensor Tower menemukan pengguna TikTok rata-rata menghabiskan waktu sekitar 95 menit di dalam aplikasi pada kuartal IV-2023. Angkanya selisih cukup jauh dengan Instagram dan media sosial yang lain.

Pengguna Instagram tercatat menghabiskan waktu lebih sedikit, yakni 62 menit, X (dulu Twitter) selama 30 menit, dan Snapchat selama 19 menit.

Perbedaan ini bisa terjadi karena TikTok menawarkan pengalaman yang unik dengan memberi pengguna banyak “umpan”, alias konten-konten yang sesuai preferensi.

Ditambah, mekanisme algoritma TikTok kerap memberi kesempatan kepada seluruh penggunanya untuk menjadi viral. Boleh dikatakan siapa saja bisa menjadi viral di TIkTok, selama konten yang diunggahnya menarik.

Konten yang dibagikan begitu masif sehingga secara tidak langsung membantu para kreator konten terkenal dalam satu malam. Jika ada konten yang viral, pengguna juga bakal menerima penghargaan berupa insentif dari TikTok lewat program Creator Fund.

Program ini bakal memberikan 40 sen (Rp 6.205) untuk setiap 1.000 views di kontennya. Artinya, jika seorang kreator mampu menghasilkan konten dengan jumlah views 1 juta, keuntungan yang dikantongi bakal sebesar 400.000 dollar AS (Rp 62,2 miliar).

Mekanisme ini tidak ditemukan di Instagram. Induk Meta tidak membayar kreator lewat dana perusahaan.

Sebaliknya, Instagram justru memberi kesempatan kepada pembuat konten untuk menunggah konten kolaborasi (partnership) dengan sebuah perusahaan/merk/brand dalam tingkat tertentu.

Kejayaan TikTok

Induk ByteDance memperkenalkan platform video pendeknya pada 2016. Dua tahun setelahnya, 2018, ByteDance melakukan meleburkan aplikasi Musically.ly (aplikasi lip-sync) yang berbasis di Shanghai dengan TikTok.

Memasuki enam bulan pertama di 2018, pertumbuhan TikTok meroket dan jumlah unduhannya lebih dari 104 juta kali di Apple App Store. Pengguna yang paling banyak mengunduh aplikasi berasal dari Amerika Serikat (AS).

Tidak sampai di sana, selama pandemi Covid-19 yang melanda pada 2020, popularitas TikTok kembali meningkat. Melihat pertumbuhan kompetitornya, Instagram tidak tinggal diam. Instagram juga memperkenalkan fitur serupa yang bernama Instagram Reels.

Fitur yang memungkinkan pengguna berbagi video pendek. Upaya ini disebut-sebut menjadi langkah awal untuk “meniru” TikTok dan menarik perhatian para pengguna muda, alias Generasi-Z untuk kembali dan tetap menggunakan Instagram.

Namun, seiring berjalannya waktu, mantan presiden AS, Donald Trump menyebut aplikasi TikTok milik China kerap menjadi ancaman keamanan nasional. Kabarnya, perwakilan rakyat, alias DPR AS tengah bersiap menetapkan undang-undang untuk melarang Apple dan Google menawarkan hosting web TikTok di AS.

Opsi lainnya, induk ByteDance harus melepas aplikasi TikTok wilayah AS dalam kurun waktu 180 hari.

Presiden Joe Biden juga memberi ultimatum lain dengan mengancam akan menandatangani Rancangan Undang-undang (RUU) untuk melarang TikTok, apabila kekhawatiran soal keamanan data pengguna tidak kunjung reda.

Negeri Paman Sam itu sempat “memaksa” perusahaan ByteDance untuk menjual TikTok ke AS. Dengan dalih agar keamanan data pengguna AS bisa lebih aman dan terjamin. 

Akan tetapi, TikTok merespons bahwa langkah tersebut sudah “menginjak hak Amandemen Pertama terhadap 170 juta pengguna AS, serta menghilangkan 5 juta usaha kecil yang sudah tumbuh untuk menciptakan lapangan pekerjaan”.

Di saat yang bersamaan, ada pengguna yang sempat melayangkan tuntutan kepada aplikasi TikTok. Aplikasi tersebut sempat meminta kata sandi iPhone pengguna untuk melihat konten. Salah satu laporan itulah yang membuat TikTok diduga melakukan mata-mata terhadap pengguna di AS.

https://tekno.kompas.com/read/2024/03/13/07020027/instagram-lampaui-tiktok-jadi-aplikasi-paling-banyak-diunduh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke