Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demam Berdarah Tak Pilih Kasih

Kompas.com - 23/01/2010, 04:22 WIB

Kini, wilayah endemik DBD sudah melebar ke semua provinsi. Tangan pemerintah tak cukup panjang meladeni upaya pencegahan. Melihat tabiat jangkitan penyakitnya, perlu gerakan gotong royong masyarakat.

Tak boleh ada lagi sarang nyamuk di pekarangan, waspadai rumah, kantor, dan gedung kosong tak berpenghuni di tempat sarang nyamuk tak terusik bersumber. Kegiatan larvasida dilakukan merata ke seluruh rumah tanpa kecuali di wilayah langganan terjangkit setiap menjelang musim hujan. Kita belum rajin secara rutin melakukannya.

Kendala kita, kebanyakan masyarakat belum memahami cara pencegahan DBD. Yang sudah memahami, tidak melakukannya. Tak cukup hanya imbauan karena lebih banyak masyarakat sukar patuh melakukan pencegahan. Radio dan televisi saatnya ikut menyuluh masyarakat.

Penyiangan lingkungan belum paripurna. Puskesmas dan rumah sakit masih luput menyiangi lingkungannya dari sarang nyamuk. Padahal, di situ sumber penyakit yang datang dari pasien berpotensi estafet berjangkit. Juga perhatian pada lingkungan sekolah karena DBD lebih banyak menimpa usia anak.

Belajar dari Kuba pada tahun 1981 dalam memberantas DBD, masyarakat perlu digerakkan. Militer dikerahkan, selain murid sekolah berpraktik mengenali jentik dan membasminya. Pemerintah juga minta uluran tangan LSM serta organisasi perempuan bersama-sama menggerakkan masyarakat bergotong royong menyiangi lingkungan dari sarang nyamuk, dan berhasil.

Kini, Kuba bebas DBD. Tinggal satu yang masih terus dilakukan agar wabah tak lagi berjangkit. Secara reguler Kuba memantau kepadatan jentik nyamuk. Itu pun dilakukan bersama masyarakat secara bergotong royong.

Kultur kita mendukung untuk mengadopsi cara pemberantasan DBD seperti ini. Tinggal kemauan politik membuatnya jadi sebuah kebijakan sederhana yang sesungguhnya tak perlu ongkos tinggi. Lebih mahal apabila sudah telanjur banyak kasus masuk rumah sakit, atau sampai merenggut sosok penting yang masih dibutuhkan masyarakat.

Handrawan Nadesul Seorang Dokter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com