Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tetralogi Sisi Lain SBY

Inu Sebar Kegelisahan Lewat "Pak Beye"

Kompas.com - 21/09/2010, 21:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Peluncuran buku Pak Beye dan Politiknya yang berlangsung di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa (21/9/2010), dihadiri sedikitnya 100 undangan dan sebagian berasal dari kalangan blogger Kompasiana. Pada kesempatan tersebut, Wisnu Nugroho selaku penulis buku mengungkapkan alasannya menerbitkan buku ini, yaitu untuk menyebar kegelisahan.

"Waktu liputan di Istana, saya dan teman-teman wartawan sering ngobrol membicarakan kegelisahan yang terjadi," cerita wartawan Kompas yang akrab disapa Mas Inu.

Kegelisahan terbesar yang dirasakan Mas Inu terkait mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan selama musim kampanye tahun lalu. Biaya politik kita mahal sekali. "Kalau demokrasi begitu mahal, yang bisa masuk menggunakan ruang demokrasi hanya orang-orang yang berpunya atau orang yang dibiayai oleh orang berpunya," demikian Wisnu Nugroho. Pesan kegelisahan ini dipaparkan secara rinci, khususnya pada bab pertama buku tersebut.

Menanggapi kegelisahan itu, pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, menilai bahwa mahalnya biaya politik dipicu oleh politik pencitraan yang diterapkan SBY. "Pencitraan itu memabukkan bagi orang yang menjalani, tapi mengelabui bagi masyarakat," ungkapnya.

Mengomentari buku kedua ini, Effendi menilai bahwa buku ini minimal sama larisnya dengan buku pertama, malah bisa lebih laku. Pasalnya, buku ini merupakan pendalaman dari buku sebelumnya dengan penekanan pada sisi politiknya. Selain itu, buku ini lebih tebal, tetapi tulisannya pendek-pendek sehingga lebih enak dibaca.

"Orang yang sudah membaca buku pertama seperti akan tertarik membaca buku kedua ini," katanya berpromosi.

Selain itu, kekuatan buku Tetralogi Sisi Lain SBY terletak pada gaya bahasanya yang ringan dan berada di tengah-tengah. Setelah membaca buku ini, yang suka terhadap SBY akan semakin suka, begitu juga sebaliknya. "Gaya bahasanya gaya Inu, gaya Kompas dan gaya Jawa. Tidak membuat sakit hati siapa pun," ungkap Effendi yang pada peluncuran buku seri pertama juga didaulat menjadi pembedah.

Selain menyoroti sepak terjang Presiden SBY di pentas politik secara ringan dan jenaka, lanjut Effendi, pada bagian tertentu buku ini juga menghadirkan tulisan yang benar-benar lucu. "Misalnya, di tulisan berjudul "Pak Beye Tidak Mau Dipanggil Pansus". Wisnu bilang, minimal SBY maunya dipanggil Pak Sus atau Mas Sus, bukan Pan Sus," lanjutnya, sambil mengutip isi buku.

Sementara itu, pengamat politik Sukardi Rinakit yang juga menjadi pembedah buku Pak Beye dan Politiknya siang tadi lebih banyak menyoroti sisi-sisi klenik dalam perjalanan karier politik SBY.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com