Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersatu dalam Bumbu Genep

Kompas.com - 25/04/2013, 17:36 WIB

Pada periode itu, Bali diperkirakan telah menjalin hubungan dengan bangsa lain termasuk India. Hal itu, antara lain, dibuktikan dengan temuan arkeologis di Gilimanuk dan Sembiran berupa pecahan gerabah dengan huruf Kharoshthi atau Brahmi. Awal kontak Bali dan India diduga akibat adanya perdagangan cengkeh yang berasal dari daerah Maluku dan kayu cendana dari Sumba dan Timor.

Dengan demikian, Bali masuk dalam rute perdagangan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan timur. (Ardika, Parimartha, Wirawan, 2013)

Di Museum Manusia Purba Gilimanuk sampai sekarang tersimpan beberapa peninggalan berupa alat-alat memasak dari gerabah. Alat-alat itu berupa periuk yang kemungkinan besar digunakan sebagai wadah memasak air serta makanan seperti jenis-jenis kerang laut.

Menurut Abdul Hamid, juru pelihara Museum Manusia Purba Gilimanuk, pada zaman manusia Gilimanuk hidup, 2.000 tahun lalu, sudah dikenal api. Diperkirakan saat itu manusia purba sudah mengenal kebiasaan masak-memasak.

Sejak abad ke-15, Bali masuk dalam jaringan perdagangan Asia. Para pedagang Jawa membawa beras, garam yang dapat ditukar dengan hasil bumi di daerah lain seperti lada dari Sumatera, rempah-rempah dari Maluku, kayu cendana dari Timor, dan kapas dari Bali. Pada abad ke-17, Bali juga terkenal sebagai tempat perdagangan budak selain hasil pertanian dan hutan.

Guru Besar Antropologi Universitas Udayana I Wayan Geriya menduga, hubungan perdagangan memberi pengaruh pada cita rasa basa gede. ”Bahan bumbu berupa umbi-umbian seperti kencur, kunyit, dan laos tumbuh di Bali. Akan tetapi, rempah seperti jinten, lada, ketumbar, cengkeh, dan pala tidak tumbuh di Bali. Bahan-bahan itu kemungkinan dikenal orang Bali karena perdagangan,” ujar Geriya.

Meskipun begitu, lanjut Geriya, sampai sekarang belum ada penelitian tentang itu. ”Jadi, hipotesis sementara adalah cita rasa masakan Bali muncul dari kearifan lokal,” tambah Geriya.

Dalam buku Sejarah Bali (AA Bagus Wirawan dkk), bahan-bahan bumbu seperti cabai, bawang merah, bawang putih, laos, kencur, kunyit, dan jahe sudah dibudidayakan sejak abad ke-9, berdasarkan informasi Prasasti Pura Batur Abang A. Namun, rempah-rempah seperti pala, merica, dan cengkeh tidak ada di Bali. Diperkirakan rempah-rempah masuk lewat jalur perdagangan Nusantara yang sejak dahulu dipenuhi kapal-kapal pembawa rempah dari wilayah timur seperti Maluku.

Apa pun kata orang, kebanyakan orang Bali sendiri meyakini bumbu bermula dan berasal dari dewa. Begitulah yang tersirat dalam Wirata Parwa. Syahdan, Pandawa bertapa (yoga semadhi) agar dianugerahi kekuatan rasa.

Doa itu dikabulkan para dewa. Dewa memberikan rasa asin pada Yudistira, putra pertama Pandawa. Putra Pandawa lainnya, Bima, Arjuna, dan Nakula, masing-masing diberi rasa sepat, pahit, dan pedas. Si bungsu Sahadewa diberi rasa manis, sedangkan Dewi Drupadi diberi anugerahi rasa asam.

Rasa asin mewujud menjadi kencur, sepat mewujud laos, pahit mewujud kunyit, pedas mewujud jahe, manis mewujud bawang merah-bawang putih, asam mewujud jeruk limau.

Setelah semuanya disatukan dalam ukuran pas dan diolah dengan rasa bahagia, terciptakan cita rasa bumbu bali nan sedap. (Putu Fajar Arcana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com