Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Tragedi Germanwings, Tak Boleh Sendirian di Kokpit

Kompas.com - 31/03/2015, 20:20 WIB
Reska K. Nistanto

Penulis

KOMPAS.com - Tragedi Germanwings penerbangan 4U9525 menguak bahaya baru dalam sebuah penerbangan, yaitu dari dalam kokpit sendiri.

Semenjak tragedi World Trade Center New York, 11 September 2001, industri penerbangan dan regulator mewajibkan setiap maskapai untuk memperkuat keamanan.

Pintu kokpit diperkuat, bahkan ada yang sampai melapisinya dengan bahan kevlar anti peluru. Bagaimana cara membuka dan menutup pintu yang terkunci juga diperketat, sehingga meminimalisir ancaman dari luar.

Walau demikian, teknologi dan metode baru yang digunakan itu juga membuat kru penerbangan terkunci di luar kokpit, seperti yang terjadi pada Germanwings penerbangan 9525.

Pada Kamis (26/3/2015), Jaksa Marseille, Brice Robin, mengutip informasi dari kotak hitam pesawat, mengatakan bahwa kopilot duduk sendirian di dalam ruang kendali itu. Dia disebutkan secara sengaja mulai menurunkan pesawat ketika kapten pilot terkunci di luar kokpit.

Di beberapa negara, maskapai-maskapai penerbangan telah menerapkan aturan bahwa pilot atau kopilot tidak boleh berada sendirian di dalam kokpit.

Walau penyelidikan Germanwings 4U9525 yang mengarah kepada dugaan bunuh diri kopilotnya masih dugaan awal, namun peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tragedi serupa yang pernah terjadi sebelumnya.

Kejadian yang paling serius adalah kejadian yang dialami oleh maskapai SilkAir penerbangan 185 pada tahun 1997 lalu yang menewaskan seluruh 104 orang penumpang dan kru di dalamnya.

Boeing 737-300 yang terbang rute Jakarta - Singapura itu jatuh ke Sungai Musi saat dalam ketinggian jelajah.

Selain itu, ada juga tragedi Egyptair penerbangan MS990, Boeing 767-300ER yang jatuh di Samudera Atlantis pada tahun 1999 yang merenggut korban jiwa sebanyak 217 orang.

Masih ada kejadian LAM Airlines penerbangan 470, dimana pesawat Embraer 190 jatuh di Namibia pada tahun 2013 dan menewaskan 33 penumpang dan awak pesawat.

Semua kecelakan tersebut memiliki kesamaan, di mana pesawat mulai jatuh (dijatuhkan) saat baru saja mencapai ketinggian jelajah, ketinggian itu banyak dipercaya sebagai fase paling aman dalam penerbangan.

Kesamaan lain, salah satu pilot keluar dari kokpit, untuk ke kamar kecil atau melihat galley, sementara pilot lainnya memanipulasi kontrol pesawat, dengan mencegah agar pilot lain tidak bisa masuk kembali, atau secara sengaja mengontrol agar hidung pesawat turun dan membuat pesawat jatuh menghantam tanah atau permukaan laut.

Dalam kebanyakan kasus, hasil investigasi yang dikeluarkan tidak memiliki cukup bukti-bukti yang kuat untuk disimpulkan bahwa pilot sengaja menjatuhkan pesawat atau bunuh diri.

Penyelidik kasus Germanwings 4U9525 kini fokus kepada kondisi psikologi kopilot dan awak kabin, yang biasanya sudah melewati serangkaian pemeriksaan baik saat melamar bekerja di maskapai atau selama bekerja di maskapai tersebut.

Pihak kepolisian Jerman yang menggeledah rumah tempat tinggal kopilot Germanwings 4U9525 dilaporkan The New York Times menemukan surat hasil pemeriksaan kesehatan yang melarang kopilot bekerja di hari kejadian.

Menurut jaksa Robin, temuan tersebut memperkuat dugaan awal bahwa kopilot menyembunyikan penyakitnya dari teman dan perusahaan tempatnya bekerja.

Menurut pernyataan yang dirilis oleh Airline Pilots Association (ALPA), semua pilot maskapai penerbangan di Amerika Serikat harus mengikuti prosedur saat membuka dan menutup pintu kokpit.

Di AS sendiri, semua maskapai harus mematuhi aturan two man cockpit, yang mengharuskan setidaknya ada dua kru dalam kokpit setiap saat.

Namun Lufthansa (induk perusahaan Germanwings) dan maskapai lain di beberapa negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda, sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh regulator penerbangan negara setempat, dalam hal ini EASA (European Aviation Safety Agency).

EASA sendiri setelah kejadian Germanwings 4U9525 mengeluarkan rekomendasi temporer yang mewajibkan semua maskapai di Eropa harus memastikan setidaknya ada dua kru dalam kokpit, termasuk setidaknya salah satu yang memiliki kualifikasi sebagai pilot.

Maskapai juga harus memeriksa kembali risiko keamanan dan keselamatan yang bisa ditimbulkan terkait saat salah satu pilot keluar kokpit karena alasan operasional atau kebutuhan psikologis/biologis.

Menurut Airways News, Jumat (27/3/2015), rekomendasi itu sudah diterapkan oleh sejumlah maskapai di Eropa seperti Norwegian Airlines, EasyJet, Air Berlin, Air Canada, dan Air Transat.

Lufthansa juga telah mengeluarkan pernyataan bahwa maskapainya akan mulai mengadopsi prosedur two-man-cockpit sepanjang penerbangan sebagai tindakan pencegahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com