Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada "Jejak" Julius Caesar di Fitur “Smartphone”

Kompas.com - 19/05/2016, 16:17 WIB
Reza Pahlevi

Penulis

KOMPAS.com – Menyebut sejarah kekaisaran Romawi tak akan bisa lepas dari nama Gaius Julius Caesar. Siapa nyana, jejak Caesar masih membekas sampai sekarang, bahkan hingga ke fitur pengaman teknologi mobile seperti smartphone.

Gaya kepemimpinan Caesar yang mangkat pada 15 Maret 44 SM ini dikenal langsung to the point, termasuk urusan menyerang lawan.

Ditakuti lawan-lawannya, dia tak hanya mengandalkan kekuatan pasukan tempur dan strategi perang, tetapi juga menggunakan akal sebagai pendukung taktiknya.

Perang yang dimenangkan Caesar terbentang dari Gallia di kawasan Eropa Barat, Mesir, Spanyol, Mesir, Spanyol, Afrika, hingga Anatolia. Salah satu kunci kemenangan Caesar adalah penggunaan kode rahasia, yang belakangan dikenal sebagai algoritma kriptografi.

Dua hal terpenting dalam kriptografi adalah enkripsi dan deskripsi. Enkripsi merupakan proses mengubah informasi asli menjadi kode rahasia dengan menggunakan algoritma tertentu, sebaliknya deskripsi mengubah kembali kode rahasia tersebut menjadi informasi asli.

Seni kode rahasia Julius Caesar dikenal sebagai “Sandi Caesar”. Prinsip yang digunakan Caesar dalam membuat kode rahasia sangat sederhana. Caesar menggeser empat “langkah” urutan setiap huruf pesan asli untuk menghasilkan pesan rahasianya.

Dalam rumus ini, huruf “a” pada pesan asli akan menjadi huruf “e” pada pesan bersandi, sementara “b” menjadi “f”, dan seterusnya.

Inspirasi teknologi

Cara pengiriman pesan Caesar kepada para jenderal-jenderalnya itu terus menjadi inspirasi hingga sekarang. Intinya, jangan sampai pesan penting jatuh ke tangan yang salah.

Dalam perkembangannya, metode serupa dipakai untuk memastikan orang yang tepat saja yang bisa mengakses informasi atau tempat penyimpanan informasi. Turunan dari Sandi Caesar, misalnya, menginspirasi algoritma-algoritma lain seperti Kode Vigenere dan Kode PlayFair.

Salah satu algoritma penyandian yang menjadi inspirasi besar bagi kemajuan teknologi hari ini adalah “Enigma”. Sandi buatan Jerman tersebut pernah membuat Sekutu kesulitan selama Perang Dunia II. Sandi itu belakangan bisa dipecahkan oleh tim intelijen Inggris yang dimotori Alan Turing, pakar matematika.

Kisah pemecahan sandi Jerman itu pada 2012 muncul sebagai buku Alan Turing: The Enigma, karya Andrew Hodges. Pada 2014, kisah ini diangkat ke layar lebar dengan Benedict Cumberbatch memerankan Turing dalam film The Imitation Game.

Dok IMDB.com The Imitation Game
Upaya Turing dan kawan-kawan seperti digambarkan dalam buku dan film tersebut merupakan lompatan besar bagi perkembangan teknologi yang hari ini menghadirkan komputer, laptop, hingga smartphone.

Semua peranti itu pada dasarnya adalah menyandikan kata dan suara menjadi kode biner dan gelombang dalam prosesnya.

Pengamanan

Bila pada awalnya kriptologi banyak berkutat pada teks, teknik penyandian ini akhirnya terus berkembang. Fungsinya pun semakin fokus ke teknik pengamanan, tak sekadar memastikan sebuah pesan diterima dan dipahami oleh orang yang dituju.

Di antara perkembangan urusan pengamanan itu adalah memanfaatkan anggota badan manusia untuk membuat kode khusus agar dapat membaca atau mengakses data atau tempat penyimpanannya. Teknik ini dikenal sebagai biometri.

Pada prinsipnya, kriptografi adalah upaya mengubah data jelas (plaintext) ke dalam bentuk data sandi (ciphertext) yang tidak dapat dikenali. Ciphertext ini yang kemudian dikirimkan ke penerima (receiver). Untuk membuka ciphertext menjadi plaintext, butuh kode sesuai yang “disepakati” dalam algoritma kriptografi.

Nah, dalam biometri, kode-kode itu adalah anggota badan yang tak bisa tertukar oleh orang lain dan punya ciri unik yang tunggal. Misalnya, retina mata, sidik jari, atau pengenalan suara.

Pada perkembangan teknologi modern, jarak “pengirim” dan “penerima” pesan tersandi itu ada di satu benda. Smartphone, misalnya. Wujudnya adalah izin akses untuk membuka dan menjelajahi isi ponsel.

Pada awal kemunculan ponsel pintar, izin akses dijaga dengan password, baik dalam rupa angka, huruf, maupun kombinasi angka dan huruf. Berikutnya, muncul algoritma pola geseran tangan di atas tombol-tombol angka yang tertera di layar ponsel, ketika teknologi smartphone sudah didominasi layar sentuh.

Dirasa masih menyusahkan—entah karena sulit buat menghapal password, butuh waktu terlalu lama untuk membuka akses, maupun pola geseran terlalu rawan ketahuan—teknologi pengamanan akses pun terus berkembang di peranti ini.

Di sinilah biometri hadir di teknologi segenggaman tangan tersebut, terutama berupa pengamanan berbasisfinger print. Salah satu gadget yang sudah memasang pengaman berbasis sidik jari adalah Oppo F1 Plus

Sensor bernama “Touch Screen” di ponsel kamera ini, bermanfaat untuk mengunci ponsel dan membuka kunci tanpa harus memasukan kode PIN tiap kali melakukan unlock.

Touch Screen Oppo F1 Plus

Hanya butuh waktu 0,2 detik bagi pengguna untuk mengaktifkan ponsel ini, setelah sidik jari ditempelkan di bagian pembuka akses. Selama jari masih menempel di tangan, hanya pemilik ponsel yang bisa membuka akses ponsel.

Kalau sudah begini, tak perlu lagi khawatir ponsel dibuka, diakses, dan dibaca isinya oleh sembarang orang. Tak perlu lagi juga menghapal sederet angka, huruf, apalagi kombinasi angka dan huruf.

Ibarat kata, sekarang tinggal tempel jempol maka privasi terjaga. Penasaran?

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com