Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Facebook dan Google Bisa-bisa Caplok Operator Seluler Indonesia

Kompas.com - 01/12/2016, 16:22 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada era internet seperti sekarang, masyarakat tak bisa dipisahkan dari aplikasi-aplikasi populer semacam Facebook, Instagram, Google, WhatsApp, dan kawanannya. Akses ke layanan-layanan itu umumnya dilakukan via smartphone dengan membeli paket data seluler.

Jika hanya ditilik dari gambaran tersebut, semestinya pertumbuhan layanan internet atau kerap disebut over the top (OTT) berbanding lurus dengan pertumbuhan industri telekomunikasi.

Semakin gencar masyarakat bermain Instagram dan chatting via WhatsApp, semakin besar pula pendapatan operator dari aktivasi data pelanggan.

Namun, nyatanya skema relasi antara OTT dan operator tak sesederhana itu. Bahkan, jika tak hati-hati, pertumbuhan OTT dikatakan bisa jadi bumerang bagi operator.

"Hubungan operator dan OTT ini harus dikaji lebih dalam. Perlu ada sinergi, tapi regulasinya harus adil. Kalau tidak, lama-lama OTT (seperti Google dan Facebook) bisa beli operator," kata CEO lembaga riset telekomunikasi Sharing Vision, Dimitri Mahayana, dalam sebuah acara di Hotel Century Senayan, Jakarta, Kamis (1/12/2016).

Baca: Google, Facebook, dan OTT Asing Gondol Rp 14 Triliun Keluar Indonesia

OTT menggantikan layanan dasar telekomunikasi

Pasalnya, OTT, seperti layanan chatting Line, WeChat, Skype, dan WhatsApp, telah menggeser peran layanan bawaan operator, yakni SMS dan telepon.

Menurut data lembaga riset telekomunikasi Sharing Vision, pendapatan tiga operator Tanah Air dari SMS dan telepon menunjukkan tren penurunan sejak 2013 lalu.

Pada 2013, rata-rata operator mendapat pendapatan 37 persen dari telepon, kemudian menurun menjadi 36 persen pada 2014 dan terakhir 35 persen pada 2015. Bersamaan dengan itu, pendapatan dari SMS juga menurun dari 17 persen pada 2013 dan 2014 menjadi 16 persen pada 2015.

Memang, pendapatan dari data naik dari 14 persen pada 2013, lalu 18 persen pada 2014, hingga 22 persen pada 2015. Namun, perlu diingat bahwa investasi modal atau capex untuk membangun infrastruktur data tak murah.

Pendapatan operator dari data penggunaan OTT bersifat semu

Data Sharing Vision juga menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan total rata-rata operator cenderung linear sejak 2008. Persentase kenaikannya cuma 1,65 persen dari tahun ke tahun (YoY), itu pun disokong pendapatan data dari OTT.

"Pengguna jasa operator seluler sudah melebihi penduduk Indonesia, jadi sudah tersaturasi dan sulit tumbuh lagi. Bisnisnya juga sulit berkembang karena ada perang harga," kata Dimitri.

Sebaliknya, pendapatan rata-rata OTT memang belum sebesar operator telekomunikasi, tetapi pertumbuhannya bersifat eksponensial. Persentase kenaikannya mencapai 24,4 persen YoY sejak 2008.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com