KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) mengeluarkan larangan membawa peranti elektronik, seperti tablet dan laptop ke dalam kabin pesawat. Larangan itu berlaku bagi penumpang pesawat maskapai dari negara-negara Afrika dan Timur Tengah yang menuju AS.
Menurut Transportation Safety Agency (TSA), larangan tersebut dikeluarkan untuk mencegah kekhawatiran akan serangan teroris. Inggris juga memberlakukan aturan yang kurang lebih sama.
Penumpang maskapai dari negara Timur Tengah dengan tujuan Inggris, dilarang membawa masuk perangkat elektronik ke dalam kabin. Barang-barang elektronik dengan ukuran lebih besar dari smartphone harus dimasukkan ke bagasi tercatat (checked-in baggage) dan disimpan di kargo pesawat.
Pertanyaannya kini, efektifkah larangan tersebut dalam mencegah serangan teroris?
David C. Gomez, pensiunan FBI yang dan praktisi di Center for Cyber and Homeland Security, mengatakan lewat akun Twitter pribadinya, bahwa larangan elektronik itu "mengabaikan realita perilaku teroris saat ini."
"Penumpang (teroris) bisa terbang ke kota-kota di Eropa (London, Amsterdam), lalu berganti maskapai untuk menuju ke AS," kata Gomez.
"Jika benar-benar ancaman (perangkat elektronik dalam pesawat), mengapa masih boleh disimpan di kargo bagasi pesawat?" Gomez bertanya.
"Itu kan jadi kontra-produktif," imbuhnya.
Bom yang dipasang di laptop, pasti bisa dideteksi oleh peralatan keamanan bandara yang canggih. Detektor untuk benda-benda yang masuk ke kabin dan kargo bagasi pesawat ini sama canggihnya. Keduanya bisa mendeteksi bahan peledak atau benda mencurigakan lainnya.
Jadi, masuk kabin atau masuk ke kargo pesawat, perlakuan untuk barang bawaan penumpang itu sama.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.