JAKARTA, KOMPAS.com - Pengelola Nama Domain Internet Indonesia ( PANDI) mengatakan bahwa revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.82/2012 mengenai pemindahan data center atau pusat data ke luar wilayah Indonesia, berpotensi membawa akibat buruk.
Hal itu disampaikan M.S Manggalanny, Direktur Teknologi dan Operasional PANDI saat acara konferensi pers di Jakarta, Kamis (31/1/2019).
"Kenapa buruk? Karena walaupun menggunakan domain .id, tapi penempatan server-nya di luar negeri," jelas pria yang akrab disapa Didin ini.
Baca juga: "Data Center" Alibaba Resmi Beroperasi di Indonesia
Ia menambahkan bahwa pihak asing akan lebih banyak mendapat keuntungan jika pusat data berada di luar Indonesia. "Ketika trafik internet mengalir ke luar, uang kita mengalir ke luar," imbuhnya.
Aturan yang jadi polemik adalah Pasal 17 PP No. 82/2012 yang mulanya mengharuskan pusat data berada di wilayah hukum Indonesia.
Namun, saat ini Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang mengngodok revisi PP tersebut dengan mengacu kepada UU ITE. Revisi tersebut mengklasifikasikan data menjadi tiga kategori, yakni “strategis”, “penting”, dan “biasa”.
Data “strategis” yang dimaksudkan disini adalah data yang berkaitan dengan pertahanan negara seperti data intelijen, pertahanan dan kemanan serta kependudukan. Semua data kategori “strategis” ditetapkan oleh presiden dan secara teknis diatur melalui Perpres.
Baca juga: "Data Center" Rp 12 Triliun Google untuk Go-Jek dan 330 Juta Pengguna
Data “strategis” inilah yang wajib ada di Indonesia. Sementara untuk data kategori “penting” dan “biasa”, dalam kondisi tertentu dapat disimpan di pusat data di luar Indonesia, namun harus melalui kajian dari industri.
Lebih lanjut, Didin mengatakan bahwa kedaulatan data juga akan terancam.
"Kita lihat penggunaan data domain .id banyak digunakan lembaga atau instansi yang strategis yang mengelola data dan informasi penting tentang kita dan bangsa Indonesia. Kalau misalnya pusat data di luar akan berbahaya," jelasnya.
Hingga saat ini, revisi PP No.82/2012 masih tarik ulur. Sebab, ada banyak pihak yang menolak revisi aturan tersebut, khususnya pelaku bisnis cloud computing dan big data.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.