Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencetus ChatGPT Khawatir soal Masa Depan Kecerdasan Buatan

Kompas.com - 22/02/2023, 14:30 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

"Di dunia yang ideal, regulasi akan memperlambat orang jahat dan mempercepat orang baik — sepertinya apa yang terjadi dengan SMI pertama yang dikembangkan akan menjadi sangat penting," lanjut Altman.

Tak hanya Altman, Elon Musk, orang yang ikut mendirikan OpenAI bersama-sama dengan Altman juga menekankan pentingnya regulasi soal AI. Hal itu dikarenakan AI berpotensi memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan produk teknologi lainnya.

"Terus terang, saya pikir kita perlu mengatur keamanan AI. (Sebab), menurut saya, AI ini sebenarnya memiliki risiko yang lebih besar bagi masyarakat daripada mobil atau pesawat atau obat-obatan," kata Elon Musk sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Business Insider, Rabu (22/2/2023).

Polemik tools AI seperti ChatGPT

Kehadiran ChatGPT bukan hanya memunculkan kekhawatiran di tengah akademisi, melainkan juga para pelaku teknologi informasi (TI), khususnya menyangkut serangan cyber.

Dalam sebuah survei di Inggris yang dilakukan oleh BlackBerry yang melibatkan 500 pembuat keputusan tentang TI, sebanyak 76 persen di antaranya percaya bahwa ChatGPT telah dimanfaatkan untuk mendukung perang siber antar-negara.

Sementara 48 persen percaya bahwa akan ada serangan siber yang berhasil dilakukan pada 2023 ini dengan memanfaatkan ChatGPT.

Meski tampak menakutkan, sebagian besar dari mereka (60 persen) percaya bahwa masih ada manfaat baik dari ChatGPT, meski dalam kesempatan yang sama, 72 persen di antaranya khawatir akan potensi penyalahgunaannya.

Lantas, apa ketakutan para pelaku industri TI soal kemampuan chatbot berbasis AI ini jika digunakan untuk tujuan jahat?

Sebesar 57 persen dari responden mengatakan, mereka khawatir akan kemampuan ChatGPT membuat e-mail phishing yang terlihat sangat meyakinkan.

Baca juga: Ketika ChatGPT Salah Jawab dan Marah-marah Dikoreksi Pengguna

Selain itu, 51 persen dari mereka khawatir chatbot AI ini dipakai untuk mempercanggih serangan, meningkatkan serangan dengan modus social-engineering (49 persen), dan meningkatkan penyebaran hoaks (49 persen).

Meski demikian, para pelaku industri TI (47 persen) juga yakin bahwa chatbot AI ini bisa dipakai oleh hacker untuk meningkatkan kemampuan, atau bahkan memiliki keterampilan baru.

Sisi baiknya, AI juga bisa digunakan untuk memperkuat benteng pertahanan serangan siber. Hampir dari semua pelaku TI yang disurvei (78 persen) berencana untuk berinvestasi pada cybersecurity berbasis AI dalam dua tahun ke depan.

Hampir dari semua responden (88 persen) juga berharap bahwa pemerintah akan mengambil tindakan untuk meregulasi penggunaan teknologi baru ini.

Tampilan hasil gambar bikinan tools AI milik Stability AI, Stable Diffusion yang merupakan hasil daur ulang dari gambar milik Getty Images. Indikasinya, ada watermark Getty Images yang terdistorsi dalam gambar tersebut.The Verge / Stable Diffusion Tampilan hasil gambar bikinan tools AI milik Stability AI, Stable Diffusion yang merupakan hasil daur ulang dari gambar milik Getty Images. Indikasinya, ada watermark Getty Images yang terdistorsi dalam gambar tersebut.
Tools AI lain bernama Stable Diffusion milik perusahaan generator gambar Artificial Intelligence (AI) bernama Stability AI, juga memantik kekhawatiran.

Stable Diffusion adalah alat atau tools kecerdasan buatan yang bisa mengubah model teks-ke-gambar untuk menciptakan "karya seni".

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com