Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset: Kualitas Hasil Pencarian Google Kian Buruk gara-gara Spam SEO dan AI

Kompas.com - Diperbarui 23/01/2024, 06:05 WIB
Lely Maulida,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kualitas hasil pencarian mesin pencari Google Search disebut kian buruk. Setidaknya begitu menurut studi yang dilakukan para peneliti dari universitas Leipzig dan Bauhaus serta Center for Scalable Data Analytics and Artificial Intelligence (ScaDS.AI) di Jerman.

Para peneliti yang terlibat dalam studi itu menyebutkan bahwa hasil pencarian Google kian buruk karena internet dibanjiri dengan spam dari kumpulan Search Engine Optimization (SEO) serta tautan (link) ke situs yang terafiliasi atau semacam backlink.

SEO merupakan teknik optimasi mesin pencari yang bertujuan untuk meningkatkan volume trafik sebuah website. Website dengan optimasi SEO, diharapkan bisa muncul di hasil pencarian teratas.

Biasanya, salah satu teknik yang digunakan adalah dengan strategi afiliasi, yakni menyisipkan tautan yang dianggap relevan ke sebuah artikel di dalam website.

Baca juga: Mengenal SEO dan Perannya dalam Marketing Online

Nah, hasil riset ini menemukan bahwa semakin banyak halaman memuat tautan afiliasi dan strategi SEO, maka semakin buruk pula kualitas halaman tersebut.

Dalam praktiknya, para peneliti menganalisis sebanyak 7.392 hasil pencarian tentang ulasan produk di mesin pencari populer, yakni Google Search, Bing, dan DuckDuckGo. Proses analisisnya sekitar satu tahun. Mereka juga meneliti tautan yang jumlahnya tak terhingga, dalam setahun terakhir.

Dari situ, mereka menyimpulkan bahwa kualitas hasil penelusuran Google memang menurun. Hal ini seakan mengamini keluhan dari sejumlah pengguna.

"Dapat kami simpulkan bahwa halaman dengan peringkat lebih tinggi, rata-rata lebih dioptimasi, lebih dimonetisasi dengan strategi afiliasi, serta menunjukkan tanda-tanda kualitas teks yang lebih rendah," tulis para peneliti.

Dalam konteks "ulasan produk", cukup sedikit hasil pencarian yang memakai strategi afiliasi. Namun, peneliti menemukan bahwa sebagian besar hasil mesin pencari, memakai strategi itu sehingga membuat kualitas hasil pencarian di halaman hasil pencarian relevan (Search Engine Result Page/SERP) memburuk.

Baca juga: Fitur Google Search Berbasis AI Kini Bisa Dicoba di Indonesia

Sebagai informasi, SERP biasanya muncul paling atas di daftar hasil pencarian karena dinilai relevan berdasarkan kata kunci yang dipakai pengguna.

"Semua mesin pencari, memiliki masalah yang signifikan dengan konten (afiliasi)
yang dioptimasi," lanjut peneliti.

Peneliti juga menemukan bahwa Google Search, Bing, dan DuckDuckGo "kucing-kucingan" dengan website berisi spam link afiliasi dalam skala besar. Mereka mencoba menekan spam dengan berbagai upaya, salah satunya pembaruan algoritma.

Menurut para peneliti, upaya ini terbilang cukup berhasil, di mana Google dinilai paling efektif dibanding mesin pencari lainnya.

Makin buruk karena AI

Peneliti juga berkata bahwa hasil penelusuran Google Search boleh jadi lebih buruk lagi, seiring dengan munculnya AI generatif.

Seiring dengan hadirnya AI generatif yang bisa menghasilkan aneka konten dalam waktu singkat macam ChatGPT, internet semakin dibanjiri dengan konten spam.

Baca juga: AI Generatif Jadi Kebutuhan Kerja Tahun Depan

Para peneliti dalam studi ini menemukan bahwa domain spam terbilang masih banyak beredar di SERP. Mereka juga melihat ada tren penurunan soal kualitas artikel di Google Search, Bing, dan DuckDuckGo.

Karena itu, batas antara konten yang aman dan konten spam jadi samar. Kondisi ini disebut peneliti bisa jadi lebih parah lagi, setelah AI generatif muncul. Namun mereka tak merinci bagaimana dampak AI generatif pada hasil pencarian lebih lanjut.

Terlepas dari aneka masalah itu, para peneliti belum dapat memberikan banyak rekomendasi. Kendati begitu, Janek Bevendorff, asisten peneliti di universitas Leipzig dan salah satu penulis makalah studi ini menyebutkan bahwa mesin pencari harus lebih berhati-hati dalam memilih halaman yang akan dipromosikan.

Apalagi jika halaman itu berasal dari situs yang menghasilkan konten dalam jumlah besar, dihimpun KompasTekno dari The Register, Senin (22/1/2024).

Google telah menanggapi hasil riset ini. Menurut raksasa mesin pencari itu, studi ini tidak mencerminkan kualitas dan fungsi Google Search secara menyeluruh. Sebab, studi ini hanya mengamati kueri "ulasan produk" saja. Adapun Google mengeklaim pihaknya mengakomodasi miliaran kueri setiap harinya.

"Studi ini hanya mengamati konten ulasan produk dan tidak mencerminkan kualitas serta fungsi Search secara menyeluruh," kata Google.

Google juga mengatakan pihaknya melakukan perbaikan khusus atas temuan para peneliti di Jerman. Namun, raksasa teknologi ini tak merinci bagaimana perbaikan yang dimaksud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com