Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

kolom

"Social Engineering Crime": Waspada Kejahatan SEoSM di Media Sosial

Kompas.com - 11/06/2024, 13:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA dikagetkan dengan pemberitaan akhir-akhir ini terkait perbuatan asusila terhadap anak di bawah umur. Peristiwa itu berawal dari tawaran kerja lewat "Broadcast Facebook (Kompas.com, 5/6/2024).

Hal ini semakin menunjukkan bahwa kejahatan dengan modus “Social Engineering on Social Media (SEoSM)" sudah berada pada titik sangat mengkhawatirkan.

Akses medsos yang bisa menerobos privasi individu, tanpa batas ruang dan waktu, realitasnya relatif tak mengenal filtrasi. Hal ini telah menjadi persoalan besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Harus disadari bahwa pertumbuhan eksponensial pengguna medsos juga berdampak pada semakin banyaknya individu dan kelompok rentan berada di dalamnya.

Kalau saja menganalogikan berselancar di medsos dengan mengemudi kendaraan di jalan raya, maka, jangankan kewajiban memiliki SIM atau lisensi, platform digital ini justru membuka jalan begitu lapang bagi siapa pun dengan “tanpa syarat”.

Kenyataan menunjukkan, membatasi pengguna medsos berdasar usia saja sungguh tak mudah. Melarang akses anak-anak, bahkan membatasi akses anak terhadap konten melampaui usia dan kesiapan mentalnya, juga menjadi persoalan hampir setiap keluarga.

Padahal kalau mau jujur, jangankan anak di bawah umur, orang dewasa pun banyak yang rentan dan tak siap dengan fenomena platform digital ini. Kelompok yang mudah terjebak pelaku kejahatan siber SEoSM.

"Cybercrime"

Kejahatan siber (Cybercrime) melalui medsos yang mengancam setiap saat adalah salah satu ancaman terbesar abad ini. Terus meningkatnya pengguna medsos menjadi PR bagi semua negara.

Salah satu dampak masifnya medsos adalah masifnya modus SEoSM yang menyasar siapa saja, terutama mereka yang rentan dan minim literasi.

Ketika modus ini menyasar mereka yang rentan termasuk soal eknomi, maka instruksi, rayuan, iming-iming uang, atau keuntungan bisa dengan mudah dijadikan alat.

Sudah bisa ditebak, modus akan berakhir dengan intimidasi, penipuan, bahkan perbuatan destruktif, dan melanggar hukum.

Pelaku dengan mudah mencari target. Karena begitu banyak calon korban yang secara sukarela mem-posting kebiasaan, kebahagian, aktivitas individual, ungkapan kesedihan, curhat, kegundahan, sampai tindakan paling pribadinya di medsos sehingga memudahkan penelisikan penjahat.

Tanpa sadar banyak pengguna medsos terbiasa mengekspos detail kondisinya termasuk lokasi, dan membiarkan konten itu terbuka diketahui banyak orang. Maka jangan heran kalau kondisi ini juga sering dimanfaatkan pelaku kejahatan.

Pelaku kejahatan tentu dengan mudah memanfaatkan ekosistem yang terbangun ini. Pelaku kejahatan bisa melakukan penelusuran target secara praktis. Modus SEoSM biasa diawali dengan dikuasainya data pribadi.

SEoSM biasa dimulai dengan komunikasi japri, dengan akal-akalan untuk menjalin kerja sama bisnis atau pertemanan. Ada juga yang memancing dengan postingan palsu untuk menarik perhatian.

Pelaku kejahatan dengan cerdik memilah targetnya. Calon korban yang memiliki banyak uang, bisa menjadi target modus kuras rekening tabungan.

Sementara calon korban yang terlilit kesulitan ekonomi, modusnya bisa berupa eksploitasi. Termasuk meminta rekaman atau foto asusila, dan diakhiri ancaman, untuk melakukan tindakan destruktif lanjutan.

Sekali saja, permintaan eksploitasi ini diikuti korban, apalagi jika korban sampai mengirim foto yang sangat pribadi dan tak pantas, maka korban akan sulit lepas dari jeratan. Kejahatan intimidatif berujung ekspoitasi akan terus berlanjut.

Sudah dapat diduga, video atau foto akan dijadikan senjata ampuh pelaku. Hal ini digunakan untuk mengancam korban agar mengikuti keinginan pelaku berikutnya.

Penyebaran konten yang akan mempermalukan dan mengancam reputasi korban adalah modus paling umum.

Fenomena hukum

Dalam cyberlaw, metode kejahatan seperti itu biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kerentanan psikologis korban.

Diawali modus peniruan identitas atau akun palsu untuk mengelabui orang lain dengan menebar janji dan iming-iming.

Pelaku terkadang mengelabui korban dengan mem-posting bukti transfer, pemberian imbalan atau apapun di mana seolah pelaku telah membayar seseorang yang telah bekerjasama dengannya sebagai imbalan.

Korban yang tertarik kemudian menjapri pelaku. Dan modus SEoSM pun dijalankan. Korban bisa diminta memberikan informasi dan foto-foto pribadi, bahkan yang tak senonoh, menjalankan instruksi, bahkan sampai mengirim rekaman perbuatan asusila sesuai permintaan.

Dari sisi hukum, di sinilah seorang korban kemudian bisa terjebak menjadi pelaku pelanggaran hukum. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab termasuk kerentanan dan minimnya literasi.

Social engineering merupakan teknik manipulasi psikologis yang digunakan untuk memanipulasi orang agar melakukan tindakan tertentu.

Untuk menghindari kejahatan SEoSM, maka penting bagi semua pengguna medsos untuk tidak mudah percaya pada tawaran yang tampak menggiurkan atau iming-iming dan bujuk rayu.

Siapa pun harus waspada. Apalagi dalam kasus seperti ini korban bisa berubah menjadi tersangka kejahatan, jika kemudian terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum.

Dalam kasus asusila terhadap anak, menurut polisi, pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis. Mulai dari pasal 294 KUHP, Pasal 27 UU ITE, Pasal 29 UU Pornografi, dan Pasal 88 UU Pelindungan Anak, dengan ancaman pidana tak main-main.

SEoSM merupakan ancaman yang nyata di era digital ini. Maka memahami risiko medsos, selektif dalam berbagi informasi pribadi adalah keniscayaan. Masyarakat dan pengguna harus menjadi bagian dari ekosistem yang juga dapat melindungi dirinya sendiri.

Diakui bahwa media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan WhatsApp menawarkan berbagai kemudahan dalam berkomunikasi dan berbagi informasi.

Metode SEoMS bisa berkisar dari yang sederhana hingga rumit, termasuk peniruan atau pemalsuan akun. Metode social engineering memengaruhi emosi secara sistematik dan intens yang menurunkan kewaspadaan korban.

Metode bisa dilakukan dalam waktu singkat, tapi tak jarang dilakukan terus-menerus dalam waktu panjang seperti dalam kasus terkhir ini.

Hal yang juga yang dilakukan dalam waktu panjang contohnya adalah kasus romance scam. Di Pelaku memanipulasi korbannya secara emosional melalui hubungan romantis palsu.

Oleh karena itu, harus waspada jika menerima email atau kontak japri di medsos, teks, atau panggilan telepon dari orang tak dikenal.

Pelaku selain melakukannya secara acak, bisa juga telah melakukan penelusuran sebelumnya, siapa calon korbannya. Tidak usah ditanggapi dan blok saja.

Penyebab dan solusi

Faktor penyebab tumbuh suburnya kejahatan SEoSM, setidaknya dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Pertama, faktor Anonimitas, di mana Medsos memungkinkan pengguna untuk berinteraksi secara anonim atau dengan mudah. Mudahnya membuat akun dengan identitas palsu, melapangkan jalan pelaku kejahatan untuk beroperasi tanpa takut teridentifikasi.

Kedua, masih belum optimalnya sistem keamanan. Banyak platform media sosial yang tidak memiliki sistem pengawasan memadai untuk mendeteksi dan mencegah aktivitas ilegal secara cepat.

Sistem keamanan yang tidak memadai juga menyebabkan akun pengguna rentan terhadap peretasan dan penyalahgunaan.

Platform media sosial perlu mengimplementasikan sistem keamanan lebih kuat, untuk melindungi pengguna dari peretasan dan penyalahgunaan dan mekanisme menangani laporan dengan cepat dan efektif.

Penerapan prinsip safe harbour policy secara mutlak sudah saatnya ditinjau ulang dan dibatasi implementasinya. Bagaimana pun hukum nasional adalah regulasi yang harus dipatuhi sebagai garda terdepan kedaulatan digital.

Ketiga, pemerintah dan lembaga terkait perlu mengintensifkan pengawasan untuk mengatasi kejahatan SEoSM dan cybercrime pada umumnya, terutama untuk melindungi anak-anak dan kelompok rentan.

Langkah pengawasan ini sejalan dengan ketentuan baru UU 1/2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan upaya global yang dilakukan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dalam meningkatkan pelindungan anak di ruang digital.

Pengawasan adalah penanganan masalah di hulu. Pendekatan dan edukasi dan langkah preventif, harus lebih diutamakan daripada mengatasi soal dengan solusi di hilir.

Di sinilah urgensi upaya preventif, sebelum tindakan pelanggaran, dan delik pidananya terjadi dan menimbulkan korban.

Sebagai catatan akhir, perlu dikemukakan, bahwa pendekatan hukum dan teknologi saja tidaklah cukup. Pendekatan sosial budaya, edukasi psikologi dan disiplin lainnya, penting untuk membangun ekosistem masyarakat cerdas dan bijak digital.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com