Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Merger Operator Seluler, Kenapa Harus Jadi Tiga?

Kompas.com - 11/10/2023, 06:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

EMPAT operator telekomunikasi seluler di Indonesia masih terlalu banyak. Menkominfo Budi Arie Setiadi berharap terjadi penggabungan operator lagi sehingga jumlahnya tiga operator.

Topik merger saat ini hanya mengarah ke XL Axiata dan Smartfren, namun Budi juga setuju jika, misalnya Smartfren gabung ke Telkomsel atau operator lainnya.

Merger, ibaratnya perkawinan tidak dapat dipaksakan, harus sukarela yang akan kawin. Biarkan mereka sendiri yang “saling taksir”, apakah memang ada kecocokan.

Presdir dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini pada beberapa kesempatan menyebutkan, merger bukanlah urusan manajemen, melainkan pemegang saham. Dengan demikian, merger keduanya menjadi urusan Kelompok Axiata dan Kelompok Sinar Mas.

Belum ada klarifikasi adanya pembicaraan serius di antara kedua kelompok yang didorong merger. Namun selentingan menyebutkan, jika keduanya diharapkan merger, akan sangat banyak tantangannya.

Sejak dekade lalu, sekitar 2010 hingga 2019, isu merger sudah santer yang berlanjut ke “perkawinan” Indosat Ooredoo dengan Hutchison Tri (3) terwujud pada akhir 2021 menjadi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

Merger ini disebut paling sukses, karena beberapa operator dunia pernah melakukan, tetapi gagal.

Dalam Kongres GSM Dunia 2022, manajemen IOH diminta membuka rahasia keberhasilannya yang diharapkan jadi masukan bagi rencana merger berbagai operator.

Juga bagi XL Axiata dan Smartfren, yang masih berkutat pada tahap saling taksir, belum ada sama sekali kesepakatan atau lamaran.

Menentukan mayoritas

Merger selalu memasalahkan siapa yang akan didatangi dan siapa yang akan mendatangi, menyangkut berapa besar valuasi masing-masing. Ada juga seberapa jauh nafsu operator untuk jadi mayoritas yang perlu dukungan finansial yang besar.

Dalam merger Indosat – Hutchison, ada kegiatan top up sebesar 6 miliar dollar AS (Rp 90 triliun) yang disebutkan Menkominfo (waktu itu), Johnny G Plate sebagai transaksi terbesar di dunia seluler pada 2021.

Merger terbukti meningkatkan pendapatan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) pada semester pertama 2022 menjadi Rp 46,8 triliun dari target sekitar Rp 41 triliun, dengan laba Rp 2,66 triliun.

Komposisi pemegang saham IOH pada 5 Januari 2022, Ooredoo Asia 65,64 persen, Perusahaan Pengelola Aset (PPA) 9,63 persen, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia (TTI) 10,77 persen, Dani Buldansyah 0,003 persen, masyarakat sisanya 13,95 persen.

Susunan pemegang saham berubah dari hari sebelumnya, 4 Januari 2022, pemegang sahamnya Ooredoo Asia 43,81 persen, PPA 9,63 persen, TTI 10,77 persen, dan Buldansyah 0,003 persen, Hutchison Asia 21,65 persen, sisanya masyarakat.

Kesepakatan terbesar terjadi antara Ooredoo Asia dan Hutchison Asia yang akhirnya melahirkan susunan pemegang saham seperti diputuskan perusahaaan pada 5 Januarri 2022.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com