Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Merger Operator Seluler, Kenapa Harus Jadi Tiga?

Kompas.com - 11/10/2023, 06:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kesepakatan semacam ini yang tampaknya menjadi ganjalan berjodohnya XL Axiata dan Smartfren yang berlarut-larut.

Masalahnya, siapa yang akan menjadi pemegang saham terbesar, siapa yang harus top up agar pemilikan saham setidaknya berimbang. Tidak mudah diputuskan, baik oleh Axiata maupun Kelompok Sinar Mas.

Sejak isu merger muncul di dunia maya sebelum ada IOH, manajemen XL Axiata mewakili pemiliknya mengatakan, mereka mau kalau bertindak sebagai mayoritas.

XL boleh bicara begitu, karena dari penampilannya mereka lebih besar, lebih luas jangkauan dan pendapatan serta labanya lebih besar dibanding Smartfren.

Namun Si Kecil Cabe Rawit Smartfren berniat sama, bahkan kalau harus top up. Induk operator itu, Sinar Mas, punya ratusan jenis usaha di berbagai bidang yang bisa mengucurkan dana berapa pun.

Ke Telkomsel dan IOH

Axiata akan bersikeras sebagai pemegang saham pengendali, seperti saat ini 65 persen di XL Axiata. Kira-kira Sinar Mas harus memasukkan modal berapa untuk imbangi Axiata, sementara di IOH, baik Ooredoo maupun Hutchison sama-sama top up.

Pelanggan XL Axiata 58 juta, Smartfren 38 juta, XL punya BTS 150.000 lebih, Smartfren 43.000.

Capex (capital expenditure – biaya modal) XL tahun ini Rp 8 triliun, Smarfren Rp 3 triliun. Pendapatan XL pada semester 1 tahun ini mencapai Rp 15,76 triliun laba Rp 650 miliar, Smartfren Rp 2,79 triliun menderita rugi Rp 163,23 miliar.

Tampaknya terlalu jauh upaya Smartfren mengimbangi XL untuk kawinan. Posisi kedua operator pun masih jauh di bawah IOH apalagi Telkomsel, baik dalam kepemilikan pelanggan, spektrum frekuensi dan pendapatan.

Jumlah spektrum frekuensi keduanya jika digabung – tanpa pemerintah tega ambil sebagiannya seperti akusisi XL Axiata ke Axis atau merger IOH – selebar 56 MHz di FDD (frequency division duplexing) X 2 = 112 MHz dan 40 MHz di TDD (time division duplexing).

Bandingkan dengan IOH yang punya 135 MHz FDD saja, Telkomsel 145 MHz FDD dan 50 MHz TDD.

Namun sebenarnya tanggung kalau Menkominfo hanya memaksa XL Axiata dan Smartfren merger. Mengapa tidak keduanya disuruh merger dengan IOH atau Telkomsel, sehingga industri jauh lebih efisien dan kompetitif dengan dua operator?

Merger selain efisien karena belanja modal, operasional, SDM dan sebagainya bisa digabung, juga mengurangi jumlah pelanggan seluler. Saat ini dengan jumlah penduduk sebanyak 287 juta, ada 346,7 juta kartu SIM aktif, atau seorang rata-rata punya 1,2 kartu SIM yang berbeda.

Merger akhirnya memaksa pelanggan hanya punya satu kartu SIM dari satu operator, kecuali pelanggan operator yang membeda-bedakan segmen pelanggan dengan tarif berbeda.

Telkomsel pernah melakukan pembersihan, menghapuskan kartu yang tidak aktif dan jumlah pelanggan turun dari 170 juta menjadi 166 juta, tetapi efeknya ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata dari per pelanggan) naik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com