Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pakai Mikrocip di Otak, Pria Pengidap Gangguan Saraf Bisa Berkomunikasi Lagi

KOMPAS.com - Seorang pria berusia 36 tahun menderita penyakit yang disebut amyotrophic lateral sclerosis (ALS).

Penyakit ini merupakan penyakit penurunan fungsi pada sel saraf motorik, yang menyebabkan pengidapnya kehilangan kontrol otot, sehingga tidak mampu berkomunikasi maupun berbicara.

Sebagai gantinya, mereka yang mengidap ALS atau disebut penyakit Lou Gehrig, berkomunikasi secara non-verbal menggunakan gerak mata untuk mengatakan iya dan tidak.

Opsi lainnya, mereka dapat menggunakan kamera pelacak mata untuk memilih huruf di layar, dan menyampaikan pesan yang ingin dikatakan.

Namun ketika kondisi ALS-nya semakin memburuk, pasien bahkan tidak mampu menggerakkan mata sedikitpun, sehingga tidak dapat menjadikan gerakan mata sebagai alat komunikasi.

Hal ini juga dapat menghambat proses pengobatan karena tim medis tidak mengetahui secara rinci gejala yang dialami pasien.

Mencoba mengatasi kendala itu, para peneliti di University of Tübingen, Jerman, mengembangkan perangkat implan atau mikrocip yang mampu membaca sinyal otak penderita ALS, sehingga mereka bisa memilih huruf dan membentuk kalimat untuk berkomunikasi.

Diuji coba pada pria penderita ALS

Dalam studi terbaru disebutkan bahwa seorang pria penderita ALS (36) mengatakan dirinya ingin mencoba menggunakan perangkat implan agar tetap dapat berkomunikasi dengan keluarganya.

Pria yang tidak disebutkan itu sudah terlibat dengan tim peneliti University of Tübingen pada tahun 2018, sejak dia masih bisa menggerakkan matanya untuk berkomunikasi.

Persetujuan atas tindakan itu sendiri cukup dilematis karena pria pengidap ALS itu tidak bisa mengubah keputusannya atau menyetop bantuan perangkat implan.

Namun atas persetujuan dari istri dan saudara perempuannya, pria tersebut akhirnya dioperasi untuk mendapat perangkat implan.

Dalam praktiknya, para peneliti memasukkan dua susunan elektroda/mikrocip berbentuk persegi berukuran 3,2 mm ke dalam bagian otak yang mengontrol gerakan manusia.

Saat para peneliti meminta pria pengidap ALS untuk mencoba menggerakkan tangan, kaki, kepala dan matanya, sinya syaraf tidak begitu konsisten menjawa pertanyaan ya atau tidak.

Setelah gagal hampir 3 bulan, tim peneliti mencoba teknik neurofeedback, yaitu saat seseorang mencoba memodifikasi sinyal otak sembari mendapatkan tingkat keberhasilannya secara real-time.

Para peneliti juga menyetel sistem dengan mencari neuron yang paling responsif dan menentukan cara bagaimana masing-masing neuron berubah sesuai upaya pasien.

Sekitar 3 minggu kemudian, pria pengidap ALS itu mampu menghasilkan kalimat yang dapat dipaham orang lain.

Meski demikian, proses komunikasinya berjalan cukup lama. Sebab, dibutuhkan sekitar satu menit untuk setiap huruf atau sekitar 30 menit per kalimat agar memahami pesan yang disampaikan pasien.

Akan tetapi, perkembangan ini menunjukkan adanya peluang penggunaan teknologi untuk mengoptimalkan upaya penyembuhan pasien.

Dirangkum KompasTekno dari Science, Jumat (25/3/2022), evektivitas implan juga bekurang seiring waktu pada pasien, meskipun alasannya masih belum begitu jelas.

Menurut para peneliti, jaringan yang terbentuk di sekitar perangkat implan kemungkinan menjadi dalangnya. Kemungkinan lainnya adalah perkembangan penyakit dan beban otak pasien yang semakin tinggi.

Teknologi ini sendiri masih dalam tahap eksperimen, sehingga opsi implan kemungkinan tidak digunakan secara masif dalam waktu dekat.

https://tekno.kompas.com/read/2022/03/25/19020017/pakai-mikrocip-di-otak-pria-pengidap-gangguan-saraf-bisa-berkomunikasi-lagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke