Penolakan praktik iklan yang dianggap mengganggu itu disampaikan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan Asosiasi Digital Indonesia (IDA).
Ada dua jenis iklan yang dianggap mengganggu, yaitu iklan "peralihan" alias interstitial ads. Iklan jenis ini muncul saat pengguna menuju ke halaman tertentu, sebelum masuk halaman itu pengguna dialihkan ke halaman iklan.
Sedangkan iklan jenis kedua yang juga dianggap mengganggu adalah offdeck ads. Iklan jenis ini muncul di bagian atas halaman situs yang dituju, "mendorong" konten situs ke bawah.
"Yang menjadi keprihatinan kami di idEA dan IDA adalah penayangan iklan ini dilakukan tanpa izin dan kerjasama dengan pemilik situs," sebut Ketua Umum idEA Daniel Tumiwa dalam siaran persnya, Rabu (10/9/2014).
Masalahnya, lanjut Daniel, pengguna kebanyakan akan merasa iklan itu berasal, atau menguntungkan, pemilik situs. Akibatnya, pemilik situs lah yang diprotes pengguna.
Hal lain yang menjadi keberatan, ujarnya, adalah iklan yang kerap terasa tidak etis. Misalnya, iklan pesaing muncul saat mengunjungi halaman situs layanan tertentu.
Hostile Redirecting
Daniel mengatakan, praktik iklan tersebut bisa bertentangan tentang Pasal 32 Ayat 1, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Dilihat dari sisi struktur DNS (Domain Name System) yang sudah tertata rapi di seluruh dunia, alamat situs atau URL (Uniform Resource Locator) apabila diakses seharusnya menuju ke alamat yang sama," tutur Daniel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.