JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian telah menangkap seseorang berinisial SAR yang diduga bertanggung jawab atas penayangan video porno di sebuah billboard digital (videotron) di kawasan Jakarta Selatan, pekan lalu.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Fadil Imran menjelaskan, sebelum melakukan aksinya, SAR terlebih dahulu mendapatkan username dan password untuk mengakses kendali videotron.
"Tersangka ini lebih kepada ilegal access, bisa juga hacker," kata Fadil kepada Kompas.com di Mapolda Metro Jaya pada hari yang sama dengan penangkapan SAR.
Menurut keterangan dari pihak kepolisian, SAR yang berprofesi sebagai ahli IT di PT Mediatrac memperoleh username dan password aplikasi yang dipakai di videotron ketika sedang melintas di dekatnya, akhir September lalu. Aplikasi yang dipakai adalah TeamViewer.
Baca: Ini Kronologi Peretasan Videotron yang Tayangkan Konten Pornografi
SAR kemudian mengunduh aplikasi remote access TeamViewer dan memasukkan username dan password videotron bersangkutan untuk mengambil alih kendali dari pengelola yang seharusnya, yakni PT Transito Adiman Jati.
Saat itulah, dia mulai menonton tayangan video porno di komputernya yang kemudian ikut disalurkan ke billboard digital tersebut sehingga menjadi tontonan publik.
Meski dia mengaku tak mengetahui bahwa film yang ditonton akan terhubung dengan videotron di Jalan Wijaya itu, SAR tetap terancam dijerat Pasal 282 KUHP tentang Tindak Pidana Asusila dan Pasal 27 ayat 1 UU ITE dengan ancaman penjara 7 tahun dan denda Rp 15 miliar.
Bagaimana SAR melakukan aksinya? KompasTekno mencoba mengulas teknik yang dilakukan untuk mendapat akses ke billboard digital.
Kendali dari jauh
Digital signage, termasuk billboard elektronik, pada dasarnya terdiri dari komponen layar dan komputer yang bertindak sebagai pemutar konten.
Komputer di balik layar bisa berupa embedded system yang ringkas dan terintegrasi dengan layar, atau komputer dengan sistem operasi desktop, seperti Linux atau Windows, bisa juga OS mobile seperti Android.
Apabila tersambung ke sistem komputer lain melalui kabel jaringan, atau koneksi internet/jaringan seluler, komputer pada billboard digital bisa dikendalikan dari jauh oleh perangkat lain (remote access), termasuk dalam hal memampang konten di layar.
Software remote access yang bisa memfasilitasi hal tersebut banyak tersedia, misalnya saja Mirabyte dan TeamViewer yang digunakan oleh SAR dalam kasus penayangan konten porno di videotron.
Cara memakainya mudah dan bersifat lintas platform. Komputer pengendali dan komputer di billboard tak harus menggunakan sistem operasi yang sama.
Di situsnya, TeamViewer mengatakan, software tersebut bisa berjalan di berbagai sistem operasi baru, seperti Android M, Windows 10, Mac OS El Capitan, ataupun yang lawas, seperti Windows XP dan Windows Server 2003.
Asalkan perangkat terhubung ke internet, penggunanya bisa mengendalikan tampilan billboard digital.
Syaratnya, software TeamViewer mesti terpasang dan berjalan di komputer pengendali dan komputer di billboard.
Tiga hal inilah (koneksi internet serta komputer pengendali dan komputer billboard yang keduanya dipasangi TeamViewer) yang memungkinkan SAR menayangkan video porno.
Percobaan "meretas"
KompasTekno sempat menjajal software TeamViewer dengan memasangnya di dua komputer dengan sistem operasi berbeda.
Komputer pertama yang bertindak pengendali menggunakan sistem operasi Mac OS. Sementara itu, komputer kedua yang akan dikendalikan berbasis Windows.
Proses instalasi TeamViewer berlangsung cepat dan mulus. Situs sang pembuat langsung mengenali sistem operasi apa yang dipakai oleh komputer pengakses, lantas memberikan file instalasi yang sesuai (ekstensi .DMG untuk Mac OS, .EXE untuk Windows).
Usai terpasang, begitu dibuka, TeamViewer akan langsung menyajikan tampilan utama yang menyodorkan nomor "ID" dan password pengguna.
ID dan kata kunci inilah yang dimasukkan dari komputer pengendali untuk "mengambil alih" komputer lain yang sama-sama menjalankan TeamViewer dari jauh.
Setelah menunggu proses koneksi beberapa lama, kedua komputer pun tersambung. Antarmuka desktop sistem operasi di komputer yang dikendalikan akan tampil di komputer pengendali dalam bentuk window remote access.
Pengguna di komputer pengendali lantas bisa berinteraksi dengan komputer yang dikendalikan lewat window remote access tadi, mulai dari membuka menu Start hingga menjelajah internet lewat browser.
Seolah-olah pengguna benar-benar berada di hadapan komputer lain karena memang itulah kegunaan dari software remote access.
Hanya saja, proses interaksi terasa lambat dan terdapat jeda waktu antara input dan reaksi (lagging). Boleh jadi ini karena request dari pengendali dialihkan terlebih dahulu melalui internet ke server TeamViewer sebelum disampaikan ke komputer yang dikendalikan.
Apabila resolusi layar komputer yang dikendalikan tidak sama dengan komputer pengendali atau kurang ideal, tampilan antar-mukanya di jendela remote access bisa terpotong. Mungkinkah ini sebabnya tayangan porno di videotron Jakarta Selatan tidak tampil satu layar penuh? (Baca: Situs Porno di Videotron Jakarta Masih Bisa Dibuka Publik)
Pengendali bisa mengetahui apabila pengguna komputer lain itu sedang mengetik sebuah dokumen (berikut isinya) atau mengunjungi suatu situs di internet, misalnya.
Proses mengendalikan komputer lain dengan TeamViewer terbilang sangat mudah. Tak perlu mengetahui alamat IP komputer tujuan ataupun memakai teknik hacking, seperti packet sniffing ataupun mengakses hardware billboard secara fisik.
Asalkan tahu nomor ID dan password software TeamViewer yang terpasang di billboard, seseorang bisa "mengambil alih" billboard bersangkutan melalui komputer lain yang tersambung ke internet.
Bagaimana cara SAR mendapatkan dua informasi vital tersebut? Dia mengaku nomor ID dan kata kunci itu suatu ketika nongol di layar billboard, entah karena sengaja atau tidak. SAR yang kebetulan lewat di dekatnya langsung menjepret tampilan layar dengan ponsel.
Baca: Ini Pengakuan Peretas Videotron di Jalan Wijaya
Kejadian lain
Penggunaan videotron, khususnya di Indonesia, dianggap memiliki celah keamanan yang cukup serius. Pakar keamanan internet, Ruby Alamsyah, mengatakan, operator videotron di Indonesia belum menempatkan IT security lebih utama dibanding konten mereka.
"Saya sering melihat videotron yang sedang tidak aktif menampilkan konten iklan sering kali menampilkan informasi seperti yang terjadi di Jakarta Selatan, baik itu sistem operasinya, aplikasi, maupun informasi admin,” tutur Ruby seperti dikutip BBC Indonesia.
Penayangan konten porno di billboard digital Jakarta Selatan memang bukan insiden pertama yang melibatkan videotron.
Sebelumnya telah beberapa kali terjadi peristiwa serupa di berbagai belahan dunia berbeda. Ada yang tak terlalu memalukan, ada juga yang kemungkinan akibatnya jauh lebih serius dan berbahaya. (Baca: Celaka, Teknisi Putar Film Porno di Papan Reklame)
Seorang pengguna forum online Reddit, misalnya, tahun lalu mengunggah foto sebuah billboard digital di AS yang tampilan pada layarnya terhalang window notifikasi dari TeamViewer.
Seperti apa kejadian yang lebih serius? Pada 2013, Wired pernah melaporkan bahwa di internet terdapat banyak sistem Virtual Network Computing (VNC, digunakan untuk remote access seperti pada TeamViewer) yang bisa bebas diakses tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Mirip seperti kasus videotron porno di Jakarta Selatan, tetapi yang bisa diakses dan dikendalikan secara remote lewat internet bukan billboard, melainkan sistem komputer lain.
TeamViewer secara default mengharuskan pengakses memasukkan nomor ID dan kata kunci sehingga sulit dibuka tanpa izin, kecuali si pengakses pernah kebetulan mendapat dua informasi tersebut, seperti yang dialami SAR di atas.
Celakanya, sebagian remote access yang bisa sembarangan dilihat ini merupakan milik institusi penting seperti pembangkit listrik, perusahaan pipa minyak dan gas, sampai rumah sakit yang memuat data pribadi pasien.
Bayangkan apa yang bisa terjadi kalau ada orang iseng. Masih mending kalau menayangkan film porno, bagaimana jika dia mencuri informasi sensitif, seperti data kartu kredit atau mengacak-acak setting komputer?
Tentang videotron
Jenis dan ukuran digital signage bermacam-macam, tergantung fungsi dan peranan. Ada yang berukuran kecil sebesar poster seperti yang biasa dipakai untuk menampilkan jadwal dan rute di halte bus.
Ada juga digital signage berukuran lebih besar, seperti yang dipakai untuk menampilkan jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat di bandar udara.
Digital signage dengan ukuran terbesar biasanya berupa billboard elektronik untuk menampilkan iklan. Perannya mirip dengan billboard biasa.
Bedanya, billboard digital mampu menampilkan jenis konten yang jauh lebih beragam, tidak terbatas pada gambar diam yang biasa ditempel pada billboard reguler dengan penerangan lampu.
Jenis konten ini bisa berupa teks berjalan, slideshow gambar yang bergulir tiap beberapa detik sekali, atau video.
Teknologi layar yang dipakai untuk memajang konten di billboard digital dan piranti digital signage secara umum bisa beraneka ragam, tergantung vendor pembuat dan kebutuhan klien. Gambar bisa ditampilkan dengan layar LCD, plasma, atau LED.
Beberapa tipe piranti digital signage bisa dilengkapi speaker untuk mengeluarkan audio pendamping konten visual, atau layar sentuh sehingga orang di sekitar bisa berinteraksi dengannya.
Pasarnya pun terus tumbuh. Tahun lalu, lembaga riset IHS Markit menyebutkan bahwa nilai pasar global dari perangkat, software, layanan, dan digital signage mencapai kisaran 15 miliar dollar AS. Angkanya diprediksi bakal mendekati 20 miliar dollar AS pada 2018.
Billboard digital bisa ditempatkan berdiri sendiri di atas penopang (free standing/single column) atau menempel di bangunan. Billboard yang ditempatkan menempel di bangunan biasanya memiliki layar tipe LED yang ringkas, hemat daya, dan fleksibel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.