KOMPAS.com - Pemerintah punya beberapa syarat agar blokir layanan Telegram dicabut. Salah satunya adalah perusahaan tersebut harus membuka kantor perwakilan di Indonesia.
Syarat tersebut dirasa sulit untuk diwujudkan. Pasalnya, berbeda dari Facebook dan Google, Telegram merupakan startup non-profit yang didanai secara mandiri oleh pendirinya, Pavel Durov dan Nikolai Durov.
Tidak ada investor di dalamnya dan selama ini mereka mengembangkan software bersifat open source.
"Tidak ada regulasi yang mengatur bahwa penyedia layanan over the top (OTT) harus membuka kantor perwakilan di Indonesia," ujar Risky Febrian, Associate Market Analyst, dari IDC Indonesia kepada KompasTekno, Rabu (19/7/2017).
Untuk mengatasi masalah ini, penyedia layanan OTT biasanya membangun kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi lokal untuk bertindak sebagai perwakilan di Indonesia.
Risky mencontohkan Spotify dan Netflix. Keduanya bekerja sama dengan Telkom dan Indosat Ooredoo untuk mengelola layanan dan hubungan dengan konsumen di Indonesia.
Baca: 4 Syarat agar Blokir Telegram Dibuka, Salah Satunya Buka Kantor di Indonesia
Jalan tengah
Lantas, apakah ada jalan tengahnya? Menurut Risky, pemerintah perlu memberikan langkah yang jelas untuk mencegah adanya kesalahpahaman di masa mendatang dengan penyedia layanan OTT.
Langkah berikutnya, Telegram dan pemerintah harus dapat membentuk komunikasi yang baik di antara mereka.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.