Adapun potensi bahayanya seperti informasi yang tidak akurat, membuat foto palsu, atau memberi siswa kemampuan untuk menyontek saat ujian sekolah.
Makanya, produk AI dari perusahaan besar cenderung lebih "membosankan" dan tak sebesar atau se-booming ChatGPT adalah karena produk AI itu dibuat aman.
“Orang-orang merasa bahwa OpenAI lebih baru, lebih segar, lebih menarik, dan memiliki lebih sedikit "dosa" yang harus dibayar daripada perusahaan lama ini. Dan mereka dapat melakukannya untuk saat ini,” kata seorang karyawan Google yang bekerja di AI, merujuk pada keinginan publik untuk menerima ChatGPT yang minim pengawasan.
Perusahaan teknologi besar juga semakin berhati-hati meluncurkan chatbot AI ke publik setelah kasus chatbot AI milik Microsoft, Tay. Pasalnya, chatbot Tay yang dirilis pada 2016 itu kandas dalam waktu sehari gara-gara menyerukan perang ras, menyebut Hitler benar, dan menyajikan tweet "Yahudi melakukan 9/11".
Namun, setelah kehadiran ChatGPT, tampaknya Google dan Meta menjadi gerak cepat lagi untuk menghadirkan layanan serupa, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Washington Post, Selasa (31/1/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.