Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Tunduk "Publisher Right" Kanada, Setuju Bayar Media dan Batal Blokir Berita

Kompas.com - 30/11/2023, 10:22 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Google berubah pikiran. Raksasa mesin pencari itu kini memastikan akan patuh pada Undang-Undang Berita Online (Online News Act) atau dikenal Bill C-18 di Kanada.

Regulasi tersebut serupa dengan "Publisher Right" di Indonesia. Aturan ini mewajibkan Google membayar konten berita yang didistribusikan di platform kepada media.

Google setuju untuk tunduk pada Undang-Undang Berita Online Kanada dengan membayar media/penerbit berita untuk konten yang dibagikan di platformnya.

Raksasa teknologi asal Mountain View, California, Amerika Serikat, itu juga batal memblokir akses ke konten berita Kanada dari layanan pencarian (Search), berita (News), dan penemuan (Discover).

Menurut President Global Affairs Google & Alphabet Kent Walker, Google berubah pikiran setelah diskusi panjang dan menyeluruh bersama Pemerintah Kanada.

"Setelah melakukan diskusi ekstensif, kami senang bahwa Pemerintah Kanada telah berkomitmen untuk mengatasi keberatan inti kami dengan RUU C-18. Adapun keberatan tersebut mencakup perlunya jalur pengecualian dengan ambang batas komitmen yang jelas," tulis Kent di blog resmi Google, sebagaimana dikutip KompasTekno, Kamis (30/11/2023).

Senada dengan Kent, Menteri Warisan Budaya Kanada, Pascale St-Onge, juga mengatakan bahwa pemerintah dan Google telah menemukan jalan tengah.

"Setelah diskusi produktif selama berminggu-minggu, saya dengan senang hati mengumumkan bahwa kami telah menemukan jalan ke depan bersama Google untuk penerapan Undang-Undang Berita Online (Bill C-18)," kata Pascale dikutip KompasTekno dari Reuters.

Aturan Bill C-18 sendiri disahkan Pemerintah Kanada pada 22 Juni lalu dan akan mulai berlaku akhir tahun 2023 ini.

Aturan tersebut ditujukan untuk platform teknologi seperti Google dan Meta. Google sebelumnya menentang aturan Bill-C18 Kanada karena menilai bahwa menampilkan berita itu bisa dilakukan semua pihak secara gratis di internet, tidak perlu membayar ke pihak penerbit.

Google kemudian menyatakan rencana pemblokiran itu pada Juni 2023. Sementara itu, Meta lebih dulu menerapkan pemblokiran berita Kanada pada 1 Agustus lalu.

Kent juga menambahkan, selagi Pemerintah Kanada mempersiapkan peraturan pengecualian tersebut, Google akan terus mendukung trafik berita ke media/penerbit berita Kanada.

Dengan kata lain, Google batal memblokir berita Kanada. Orang-orang di Kanada akan terus dapat mengakses konten berita layanan pencarian (Search), berita (News), dan Discover, baik dari penerbit lokal maupun internasional.

Baca juga: Pemerintah Siapkan Perpres Publisher Right, Google, Facebook dkk Wajib Kerja Sama dengan Media di Indonesia

Google setuju bayar media Kanada Rp 1,5 triliun per tahun

ilustrasi Google.Bloomberg/ Michael Nagle ilustrasi Google.
Google memilih bertahan di Kanada karena tampaknya berhasil menegosiasi soal besaran pembayaran untuk media atau penerbit berita lokal.

Menurut laporan CBC News, awalnya, Pemerintah Kanada disebut meminta Google membayar sebesar 172 juta dollar AS atau setara Rp 2,6 triliun setahun kepada media lokal Kanada.

Namun, setelah negosiasi, Google dikabarkan hanya setuju membayar 100 juta dollar AS (kira-kira Rp 1,5 triliun) kepada perusahaan media di Kanada.

Menurut laporan CBC News, peraturan akhir RUU C-18 akan memungkinkan platform seperti Google untuk bernegosiasi dengan satu kelompok yang mewakili organisasi media.

Dengan ini, Google tidak bekerja sama dengan banyak media secara individual, sebagaimana dihimpun dari The Verge.

Meta tetap blokir berita Kanada

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Meta mengatakan, keputusannya untuk memblokir berita Kanada tidak berubah meski Google berubah pikiran.

“Tidak seperti mesin pencari, kami tidak secara proaktif menarik berita dari internet untuk ditempatkan di feed pengguna kami dan kami sudah lama memahami bahwa satu-satunya cara agar kami dapat mematuhi Undang-Undang Berita Online adalah dengan mengakhiri ketersediaan berita bagi masyarakat Kanada," kata juru bicara Meta, sebagaimana dihimpun Reuters.

Polemik undang-undang berita online

Ilustrasi beritaFreepik.com/Pikisuperstar Ilustrasi berita
Saat ini, sejumlah negara sudah memiliki undang-undang berita online sendiri. Misalnya, Kanada dengan "Bill C-18", Eropa dengan "Neighbouring Rights", serta Australia dengan "News Media Bergaining Code Law".

Indonesia juga tengah menyiapkan undang-undang serupa bernama "Publisher Right" atau hak penerbit.

Dengan aturan ini, platform seperti Google dan Facebook (Meta) akan diwajibkan bekerja sama dengan perusahaan media di Tanah Air.

Kerja sama bisa berupa materiil seperti bagi hasil iklan, kompensasi atau remunerasi, atau kerja sama dalam bentuk lain yang tak berupa materiil, seperti pelatihan.

Rancangan aturan yang berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) ini awalnya ditargetkan rampung dibahas pada Maret 2023. Namun, per November 2023, aturan Publisher Right masih belum disahkan secara resmi.

Baca juga: Google Tanggapi Rencana Pemerintah Indonesia Wajibkan Platform Digital Bayar Konten Berita

Secara umum, UU berita online itu mengharuskan perusahaan teknologi untuk membayar komisi kepada perusahaan media untuk setiap artikel berita yang muncul di layanan Google atau yang dibagikan di Facebook/Instagram.

Google dan Meta menjadi dua perusahaan yang paling vokal menentang undang-undang tersebut sehingga memutuskan untuk memblokir konten berita ketimbang harus membayar.

Undang-undang berita online ini pun menjadi polemik. Di satu sisi, aturan ini bertujuan mulia untuk melindungi pekerja/penerbit media. Namun, di sisi lain, aturan ini bisa melanggar prinsip internet, yaitu "bebas". Setidaknya begitulah menurut Presiden Yayasan Internet Society, Andrew Sullivan.

“Alasan internet berkembang pesat adalah karena internet memungkinkan interaksi bebas di mana orang dapat berbagi hal-hal sesuai keinginan mereka dan dapat mengonsumsi sesuai keinginan mereka sendiri,” kata Sullivan, sebagaimana dihimpun Gizmodo.

Sullivan melanjutkan, jadi bila orang dipaksa terlibat dalam hubungan kontraktual (dalam kasus ini, jika Google/Facebook membayar komisi ke penerbit berita) maka banyak orang tidak akan menerima perjanjian itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com