Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Label Musik Besar Dunia Gugat Perusahaan AI, Tuduh Eksploitasi Musisi

Kompas.com - 27/06/2024, 07:48 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kembali dipermasalahkan di industri musik.

Kali ini, tiga perusahaan musik terbesar di dunia menggugat startup pembuat lagu berbasis kecerdasan buatan (AI) Suno dan Udio atas pelanggaran hak cipta.

Adapun tiga label rekaman tersebut adalah Sony Music Entertainment, Universal Music Group Recordings, dan Warner Records yang merupakan bagian dari Asosiasi Industri Rekaman Amerika (RIAA).

Dalam gugatan yang diajukan pada Senin (24/6/2024), Suno dan Udio dituduh menyalin dan mengeksploitasi rekaman para musisi untuk menciptakan musik yang serupa dan menghasilkan uang.

Baca juga: Meta Rilis AudioCraft, AI untuk Bikin Musik dari Teks

Satu kasus diajukan ke pengadilan federal di Boston melawan Suno AI, dan kasus lainnya ke New York melawan Uncharted Labs, pengembang Udio AI.

Tuntut kompensasi Rp 2,4 miliar per karya

Ketiga label rekaman besar itu mengatakan dalam keluhannya bahwa Suno dan Udio menghasilkan karya seperti "Dancing Queen", yang bahkan penggemar setia ABBA pun akan kesulitan membedakannya dari rekaman aslinya.

Lagu-lagu yang dikutip dalam gugatan Udio termasuk "All I Want for Christmas is You" milik Mariah Carey dan "My Girl" oleh The Temptations.

Selengkapnya, berikut di antaranya lagu-lagu berhak cipta yang dinilai dieksploitasi oleh program AI:

  • “All I Want for Christmas Is You” milik Mariah Carey
  • “Great Balls of Fire” milik Jerry Lee Lewis
  • “I Get Around” milik Beach Boys
  • “Dancing Queen” milik ABBA
  • “I Got You (I Feel Good) karya James Brown
  • “Sway” karya Michael Bublé
  • “American Idiot” karya Green Day
  • “My Girl” karya The Temptations
  • “Billie Jean” karya Michael Jackson

"Motifnya sangat komersial dan mengancam akan menggantikan karya seni asli manusia, yang merupakan inti dari perlindungan hak cipta," kata label rekaman tersebut dalam tuntutan hukumnya.

Gugatan Sony Music Entertainment, Universal Music Group Recordings, dan Warner Records tersebut meminta ganti rugi sebesar 150.000 dollar AS (sekitar Rp 2,46 miliar) per karya.

Baca juga: Induk Facebook Bikin MusicGen, AI Pembuat Musik Otomatis

Sony Music Entertainment, Universal Music Group Recordings, dan Warner Records mengatakan bahwa AI tidak bisa menjadi alasan bagi perusahaan AI di bidang audio untuk "bermain sesuai aturan" dan memperingatkan bahwa "pencurian besar-besaran" atas rekaman musik mengancam "seluruh ekosistem musik".

Petisi 200 musisi tolak AI

Penyanyi Billie Eilish, berpose dengan lima trofi Grammy Awards 2020 di Staples Center, Los Angeles, California, pada 26 Januari 2020. Billie Eilish meraup Grammy untuk Record of the Year, Album of the Year, Song of the Year, Best New Artist, dan Best Pop Vocal AlbumAFP/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/ALBERTO E. RODRIGUEZ Penyanyi Billie Eilish, berpose dengan lima trofi Grammy Awards 2020 di Staples Center, Los Angeles, California, pada 26 Januari 2020. Billie Eilish meraup Grammy untuk Record of the Year, Album of the Year, Song of the Year, Best New Artist, dan Best Pop Vocal Album
Tuntutan hukum ini muncul hanya beberapa bulan setelah sekitar 200 artis termasuk Billie Eilish, Nicki Minaj, Stevie Wonder, Frank Sinatra dan perwakilan Bob Marley, menandatangani surat terbuka.

Surat terbuka ini menyerukan perlindungan terhadap penggunaan predator kecerdasan buatan atau AI yang meniru kemiripan suara artis dan lainnya berhubungan dengan kreativitas bermusik.

Baca juga: 85 Persen Konten TikTok Diiringi Lagu, Sebagian Pakai Musik Modifikasi

Surat ini dikeluarkan oleh kelompok advokasi Artis Rights Alliance, yang menyampaikan tuntutan agar perusahaan teknologi berjanji untuk tidak mengembangkan AI yang dapat melemahkan atau menggantikan manusia sebagai penulis lagu serta artis.

Tuntutan hukum ini bergabung dalam gelombang tuntutan hukum dari penulis, organisasi berita, dan kelompok lain yang menantang hak perusahaan AI untuk menggunakan karya mereka.

Kata Udio AI

Di masa lalu, perusahaan AI berpendapat bahwa penggunaan materi tersebut (rekaman musik musisi) sah berdasarkan doktrin penggunaan wajar. Doktrin ini mengizinkan karya berhak cipta untuk digunakan tanpa lisensi dalam kondisi tertentu, seperti untuk sindiran dan berita.

Para pendukung doktrin ini membandingkan pembelajaran mesin dengan alat AI dengan cara manusia belajar dengan membaca, mendengar, dan melihat karya-karya sebelumnya.

Udio mengatakan dalam sebuah posting blog pada hari Selasa bahwa pihaknya "sama sekali tidak tertarik untuk mereproduksi konten". Udio mengatakan sistemnya "dirancang secara eksplisit untuk menciptakan musik yang mencerminkan ide-ide musik baru".

“Kami mendukung teknologi kami dan percaya bahwa AI generatif akan menjadi andalan masyarakat modern,” kata perusahaan yang berbasis di New York itu, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari BBC, Kamis (27/6/2024).

Sementara, Suno hingga kini belum memberikan komentarnua soal permasalah ini.

Suno, yang berbasis di Massachusetts, merilis produk pertamanya tahun lalu dan mengklaim lebih dari 10 juta orang telah menggunakan alatnya untuk membuat musik.

Perusahaan yang bermitra dengan Microsoft ini, membebankan biaya bulanan untuk layanannya dan baru-baru ini mengumumkan telah mengumpulkan 125 juta dollar AS (sekitar Rp 2 triliun) dari investor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com