Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saat Pemerintah AS Ingin Mengendalikan Al, Bagaimana dengan Kita?

Setelah bertemu dengan para CEO garis depan inovasi AI AS, Gedung Putih meminta, agar upaya memajukan inovasi AI dilakukan secara bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya AI.

Dalam pertemuan yang dihadiri para CEO seperti Sundar Pichai pimpinan Google, CEO OpenAI Sam Altman, dan Satya Nadella dari Microsoft, diutarakan bahwa kemajuan teknologi selalu menghadirkan peluang dan risiko.

Demikian halnya dengan AI generative, di mana AI adalah salah satu teknologi paling kuat saat ini, dengan potensi untuk meningkatkan kehidupan manusia, dan mengatasi beberapa tantangan terbesar masyarakat.

Namun diingatkan oleh Wapres Kamala Harris, pada saat yang sama, AI berpotensi meningkatkan ancaman terhadap keselamatan dan keamanan secara dramatis.

Termasuk melanggar hak-hak sipil dan privasi, serta mengikis kepercayaan dan keyakinan publik terhadap demokrasi.

Pemerintah AS pada intinya menyatakan bahwa kemajuan teknologi, termasuk tantangan yang ditimbulkan oleh AI, sangatlah kompleks. Pemerintah, perusahaan swasta, dan lainnya dalam masyarakat harus mengatasi tantangan ini bersama-sama.

Gedung Putih juga menginginkan adanya regulasi baru yang bisa membuat setiap orang dapat memperoleh manfaat dari inovasi teknologi dengan aman.

Sektor swasta memiliki tanggung jawab etis, moral, dan hukum untuk memastikan keselamatan dan keamanan produk mereka.

Pemerintah Joe Biden juga meminta setiap perusahaan untuk mematuhi undang-undang yang ada untuk melindungi rakyat.

Sikap Pemerintah AS menjadi sangat jelas bahwa regulasi baru tentang AI diperlukan. Dampak AI akhir-akhir ini menjadi isu yang terus mengemuka. Kekhawatiran ini justru melanda negara adidaya tempat AI berkembang pesat.

Isu AI juga sudah lebih dulu ditindaklanjuti oleh Uni Eropa, yang dalam tahun-tahun terakhir ini secara intensif mempersiapkan pembentukan regulasi terkait AI, seperi UU AI dan Direktif terkait tangung jawab AI.

Bagaimana dengan kita?

Berbeda dengan teknologi lain yang bisa tersekat ruang dan waktu, AI adalah teknologi yang bisa menembus semua variabel dan sekat itu.

Bahkan platform AI yang berdimensi global, seketika akan melintasi batas-batas teritorial negara, langsung terkoneksi dengan individu, dan menembus sekat-sekat yang paling pribadi.

Sebagai contoh yang paling nyata adalah, saat AI digunakan untuk memperkuat platform media sosial, telah mendorong efektivitas filter bubble dan echo chamber.

Penggunaan algoritma juga telah menimbulkan kekhawatiran terkait pelindungan data pribadi anak, seperti yang saya telah kemukakan pada tulisan di kolom Kompas.com sebelumnya.

Oleh karena itu, kita juga harus segera melakukan langkah konkret membuat regulasi dan pedoman yang jelas tentang pemanfaatan dan tanggung jawab terkait teknologi AI.

AI yang dibuat dan dioperasikan di luar Indonesia, pada saat yang sama dapat digunakan dan memengaruhi ekosistem digital nasional kita.

Terkait dengan hal tersebut, berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan.

Pertama, mengingat perkembangan AI telah mempercepat kehadiran Industry 5.0, maka pembentukan regulasi dan kebijakan selayaknya dilakukan dengan menempatkan kesejahteraan manusia di pusat sistem manufaktur dan sistem transformasi digital.

Hal ini penting untuk mencapai tujuan sosial di luar pusaran industri, transformasi digital, dan pertumbuhan ekonomi digital.

Transformasi digital juga harus tetap bermuara untuk memberikan kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan seluruh umat manusia.

Industry 5.0 harus dilakukan dengan tiga pendekatan utama. yaitu human-centricity, sustainability, dan resiliency (Jiewu Leng at all, Industry 5.0: Prospect and retrospect, 2022).

Kedua, mengingat AI berdimensi global dan sangat masif, maka produk hukum yang akan dibuat perlu dibentuk melalui pendekatan kalibratif dengan berbagai unsur nonhukum, dan instrumen global yang telah teruji. Termasuk perkembangan praktik dan regulasi seperti di AS, Uni Eropa dll.

Ketiga, asas hukum regulasi AI harus dilakukan dengan tiga paradigma, yakni melindungi masyarakat dan pengguna dari dampak dan bahaya AI, mendorong terus inovasi AI dan teknologi digital pada umumnya, dan melindungi serta memberi kepastian hukum bagi para pelaku industri, start up, dan pelaku bisnis domestik dalam mengembangkan teknologi dan ekonomi digital.

Keempat, regulasi yang tepat akan berdampak positif, yaitu mendorong kepercayaan publik pada teknologi digital baru ini.

Selanjutnya akan memacu pertumbuhan industri dan stabilitas investasi, yang berdampak positif untuk keberhasilan penggunaan produk dan layanan AI itu sendiri.

Regulasi agar menghindari titik ekstrem yang dapat berdampak negatif terhadap pengembangan inovasi AI dan teknologi informasi pada umumnya.

Kelima, regulasi yang dibuat harus memberikan kepastian, keadilan, dan pelindungan optimal, baik untuk publik, pengguna, maupun untuk pengembang, dan industri berbasis AI, dalam koridor ketertiban masyarakat dan kedaulatan negara.

Hukum harus diproyeksikan sebagai infrastruktur transformasi, mendorong ekosistem digital yang sehat, pertumbuhan ekonomi digital, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan melindungi kedaulatan negara.

https://tekno.kompas.com/read/2023/05/28/07000017/saat-pemerintah-as-ingin-mengendalikan-al-bagaimana-dengan-kita-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke