Perwujudan konsep internet of things dan smart city itu, menurut Country Director Qualcomm Indonesia Shennedy Ong, saat ini sudah tersedia di kota New York, AS. Masih butuh waktu sebelum alat serupa ditemukan di kota-kota besar Tanah Air seperti Jakarta.
“Keamanan adalah salah satu concern soal perangkat-perangkat seperti ini. Jangan sampai hari ini dipasang, besok sudah diangkut orang,” kata Shennedy saat mengantar KompasTekno berkeliling stand Qualcomm di arena Mobile World Congress (MWC) 2016 di Barcelona, Spanyol, minggu lalu.
Lebih dari itu, menurut dia, kendala terbesar yang mesti ditangani sebelum Indonesia bisa mengimplementasi konsep smart city layaknya negara-negara maju adalah soal ketersediaan infrastruktur internet yang memadai, semisal backhaul ke jaringan fiber optic atau LTE.
Ini diperlukan karena sistem serta perangkat-perangkat IoT yang menjadi salah satu pondasi smart city membutuhkan sebaran jaringan internet yang merata dan memadai untuk saling berkomunikasi dalam rangka menjalankan fungsi perkotaan.
Dia mencontohkan negara-negara maju yang lebih mudah mengimplemetasikan mekanisme seperti cloud computing dan big data karena biasanya memang sudah memiliki jaringan internet fiber optic di seluruh kota secara merata.
“Negara maju itu infrastrukturnya sudah saturated, jadi pengembangan berikutnya tinggal inovasi saja. Kalau negara berkembang seperti kita masih harus membangun,” ujar Okto.
Kota cerdas Jakarta
Biarpun belum semapan keadaan kota-kota di negara maju, Pemprov DKI Jakarta sejak akhir 2014 sudah mencanangkan program Jakarta Smart City. Sejumlah pencapaian diumumkan dalam peringatan setahun berjalannya program pada Desember lalu.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan