KOMPAS.com – Menyebut sejarah kekaisaran Romawi tak akan bisa lepas dari nama Gaius Julius Caesar. Siapa nyana, jejak Caesar masih membekas sampai sekarang, bahkan hingga ke fitur pengaman teknologi mobile seperti smartphone.
Gaya kepemimpinan Caesar yang mangkat pada 15 Maret 44 SM ini dikenal langsung to the point, termasuk urusan menyerang lawan.
Ditakuti lawan-lawannya, dia tak hanya mengandalkan kekuatan pasukan tempur dan strategi perang, tetapi juga menggunakan akal sebagai pendukung taktiknya.
Perang yang dimenangkan Caesar terbentang dari Gallia di kawasan Eropa Barat, Mesir, Spanyol, Mesir, Spanyol, Afrika, hingga Anatolia. Salah satu kunci kemenangan Caesar adalah penggunaan kode rahasia, yang belakangan dikenal sebagai algoritma kriptografi.
Dua hal terpenting dalam kriptografi adalah enkripsi dan deskripsi. Enkripsi merupakan proses mengubah informasi asli menjadi kode rahasia dengan menggunakan algoritma tertentu, sebaliknya deskripsi mengubah kembali kode rahasia tersebut menjadi informasi asli.
Seni kode rahasia Julius Caesar dikenal sebagai “Sandi Caesar”. Prinsip yang digunakan Caesar dalam membuat kode rahasia sangat sederhana. Caesar menggeser empat “langkah” urutan setiap huruf pesan asli untuk menghasilkan pesan rahasianya.
Dalam rumus ini, huruf “a” pada pesan asli akan menjadi huruf “e” pada pesan bersandi, sementara “b” menjadi “f”, dan seterusnya.
Inspirasi teknologi
Cara pengiriman pesan Caesar kepada para jenderal-jenderalnya itu terus menjadi inspirasi hingga sekarang. Intinya, jangan sampai pesan penting jatuh ke tangan yang salah.
Dalam perkembangannya, metode serupa dipakai untuk memastikan orang yang tepat saja yang bisa mengakses informasi atau tempat penyimpanan informasi. Turunan dari Sandi Caesar, misalnya, menginspirasi algoritma-algoritma lain seperti Kode Vigenere dan Kode PlayFair.
Salah satu algoritma penyandian yang menjadi inspirasi besar bagi kemajuan teknologi hari ini adalah “Enigma”. Sandi buatan Jerman tersebut pernah membuat Sekutu kesulitan selama Perang Dunia II. Sandi itu belakangan bisa dipecahkan oleh tim intelijen Inggris yang dimotori Alan Turing, pakar matematika.
Kisah pemecahan sandi Jerman itu pada 2012 muncul sebagai buku Alan Turing: The Enigma, karya Andrew Hodges. Pada 2014, kisah ini diangkat ke layar lebar dengan Benedict Cumberbatch memerankan Turing dalam film The Imitation Game.
Semua peranti itu pada dasarnya adalah menyandikan kata dan suara menjadi kode biner dan gelombang dalam prosesnya.
Pengamanan