Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Mana Pun Pokemon Pergi, Tetap Akan Kucari...

Kompas.com - 18/07/2016, 11:30 WIB

Bila Dicky mendapat manfaat kesehatan dari berburu Pokemon, lain halnya dengan Aji Aditya (32). Ayah satu anak itu mendapat ikatan emosi lebih erat dengan putrinya, Ziva (5).

”Saya bukan gamer. Saya hanya suka main berdua bersama anak. Kebetulan anak saya suka main game di tablet, dan tahu Pokemon Go sedang booming, tidak ada salahnya saya ajak dia bermain,” tuturnya.

Pokemon Go, menurut dia, berbeda dengan permainan lain. Bila permainan di gawai biasanya membuat orang asyik sendiri hingga enggan berpindah tempat dan pandangan hanya tertuju pada layar komputer, televisi atau telepon seluler, Pokemon Go justru mengajak penggunanya berpindah tempat.

”Awalnya kami mencari monster di sekitar rumah. Semakin lama, kami mulai berkeliling kampung. Bahkan, hingga ke pusat keramaian di tengah kota,” ujarnya.

Namun, ada juga dampak buruknya. ”Saat asyik mencari Pokemon, sepeda motor saya dipepet motor lain. Tiba-tiba, pengemudi motor itu langsung menarik ponsel saya,” tutur Dwita Meylisa (25), warga Ulak Karang, Padang Utara, Kota Padang, Sumatera Barat.

Di Jakarta, Erick (27), jadi korban penjambretan saat menangkap Pokemon di tepi jalan di Jakarta Barat.

Beruntung, ponsel pintarnya lepas dari genggaman penjambret. ”Saya sempat pertahankan dari penjambret,” katanya.

Upaya penjambretan dan terluka karena keasyikan memainkan ponsel juga melanda pencandu di Amerika Serikat dan negara lain. Di Missouri, AS, empat pemuda turun dari mobil dan merebut ponsel salah satu pencandu Pokemon Go.

Kontrol diri

Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani mengatakan, menjamurnya permainan Pokemon Go tak lepas dari ingatan masa lalu saat film kartun Pokemon tenar pada tahun 1990-an. Ingatan tersebut akhirnya membuat orang penasaran dan ingin mencobanya.

Keharusan berjalan untuk mendapatkan Pokemon, menurut Anna, membuat orang tidak fokus berjalan. Pandangan tertuju pada gawai. Hal itu juga membuat mereka rawan menjadi korban kejahatan.

”Multitasking itu tidak ada. Sejatinya, perhatian orang hanya berganti-ganti, kadang lihat Pokemon Go dan kadang melihat jalan. Makanya, kalau banyak tugas dalam satu waktu menjadi tidak efektif dan tidak memperhatikan lingkungan sekitar,” tutur Anna.

Karena itu, agar masyarakat tidak kecanduan, perlu ada pengawasan dari orang di sekitar. Jika seorang anak bermain, orangtua harus mengawasi agar tidak kecanduan. Jika orang dewasa kecanduan, mereka harus ada kontrol diri pribadi agar tak mengganggu aktivitas wajib.

Terlepas dari soal pengawasan dan kontrol diri, permainan yang digilai anak muda hingga dewasa itu mendatangkan keuntungan bisnis. Nintendo yang akrab dengan dunia permainan sukses menggabungkan teknologi AR pada ponsel secara sederhana dan menyenangkan.

Bahkan, sebelum diluncurkan resmi, Pokemon Go sudah dikenal di Toronto, Kanada, hingga Kulon Progo. Kini ibaratnya, ke mana pun Pokemon Go pergi, pencandu akan tetap mencarinya.... (GER/ZAK/ELD/C09)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com