Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Menanti Palapa N-1, Satelit Komunikasi Generasi Terbaru Buatan China

Kompas.com - 18/05/2017, 22:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

SATELIT komunikasi generasi terbaru, HTS (high throughput satellite) milik Indonesia, akhirnya akan diluncurkan di China, tahun 2020. Setelit ini diberi nama Palapa N-1 (Nusantara Satu).

PT Indosat Ooredoo berpatungan dengan PT Satelit Pasifik Nusantara (PT PSN) membentuk PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera, membeli satelit yang akan dibangun oleh China Great Wall Industry Corporation). Nota kesepahamannya diteken pada Rabu (17/5/2017) di Jakarta.

Satelit seharga 200 juta dollar AS ini akan ditempatkan di ketinggian 36.500 kilometer persis di atas Pontianak di posisi 113 derajat Bujur Timur, menggantikan posisi satelit Palapa D milik Indosat yang sudah hampir habis usia teknisnya pada tahun 2020.

Ini menjadi “hiburan” PT Indosat yang tidak boleh meluncurkan satelit pengganti Palapa C2 karena slot di 150 derajat Bujur Timur oleh pemerintah diserahkan kepada PT Bank BRI.

Padahal, kala itu PT Indosat sudah meneken kontrak pemesanan satelit dan sudah membayar uang muka. Sementara satelit BriSat menjadi beban bank BUMN itu karena biaya operasinya sangat besar tetapi transponder yang melimpah tidak bisa disewakan karena status BRI sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus.

Satelit Palapa N-1 itu sangat berbeda dengan satelit-satelit yang dimiliki Indonesia, karena kemampuannya tidak diukur dari luasan cakupan (footprint) melainkan dari kekuatan pancar transmisi yang mencapai 12 giga bit per detik (gbps).

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, penamaan satelit HTS hanyalah gimmick pemasaran, karena pada dasarnya satelitnya sama.

Namun beda dengan satelit konvensional, layanan satelit ini mirip seluler yang punya sel-sel yang namanya beam, yang untuk kawasan Nusantara ada sembilan buah. Sementara cakupan satelitnya adalah ASEAN dan Timur Tengah.

Beam-beam tadi seperti sel-sel dalam seluler yang bisa saja tumpang tindih (overlapping) dan memanfaatkan frekuensi dengan cara penggunaan kembali (reuse).

Sulit membedakan satelit HTS dengan satelit konvensional, meski nilai satelit konvensional disebut dari jumlah transponder yang dimilikinya, yang mencerminkan berapa banyak lebar pita (bandwidth) yang bisa dipakai.

Hanya saja kemampuan transmisinya rendah, dengan hitungan untuk sambungan (link) 512 kilobit per detik (kbps) perlu lebar pita sampai satu megahertz (MHz).

Jadi, dari satu transponder yang berkekuatan 36 MHz bisa didapat 18 mbps (mega bit per detik). Dengan teknologi yang namanya C-in-C, bandwidth bisa lebih dihemat hampir separuhnya, walau tetap saja tetap tergantung pada kekuatan dan frekuensi yang digunakan (C-band atau Ku-band).

Baca juga: Indosat Ooredoo Tandatangani Pembelian Satelit Palapa-N1 dari China


Palapa D mati tahun 2020

Satelit-satelit konvensional, seperti Palapa D atau yang dimiliki PT Telkom, didesain untuk mengejar luas cakupan. Sementara HTS untuk mengejar besaran data yang bisa ditransmisikan, seperti satelit Palapa N-1 yang throughput-nya sampai 12 gbps.

Selain untuk layanan B2B (business to business), satelit Palapa N-1 milik PT Indosat tetap saja akan melayani industri broadcast seperti televisi. Selama ini mereka dilayani Palapa D.

Dok. Indosat Ooredoo Menteri Komunikasi & Informatika RI, Rudiantara (dua dari kiri), President Director & CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli (dua dari kanan), President Director PT PSN, Adi Rahman Adiwoso (paling kanan), dan Vice President China Aerospace Science & Technology Corporation, Yang Baohua (paling kiri) berfoto bersama setelah penandatanganan kesepakatan kerja sama pembelian satelit, Rabu (17/5/2017)
Frekuensi yang digunakan kedua jenis satelit pada dasarnya sama saja. Namun demikian total throughput bisa didesain besar atau kecil yang sangat tergantung pada desain pemanfaatan frekuensi tadi plus kekuatan dari “bus”-nya.

Bus adalah salah satu bagian dari satelit, seperti kalau satu merek mobil ada dua jenis yang berbeda misalnya Toyota Yaris dan Vios tapi basisnya sama, bus di satelit adalah basisnya.

Besarnya bus memengaruhi besarnya desain muatan (payload), desain transpondernya. Bus yang besar bisa mengangkut muatan (transponder) yang banyak dengan risiko memengaruhi bobot satelit yang ujungnya juga pada hitungan biaya peluncuran.

Kemampuan throughput satelit Palapa N-1 bukan terbesar yang akan dimiliki Indonesia, karena pada tahun 2018 PT PSN akan meluncurkan satelit HTS dengan nama PSN-6, yang berkemampuan transmisi 15 gbps.

Namun demikian total throughput didesain bisa besar atau kecil, sangat tergantung pula pada desain pemanfaatan frekuensi plus kekuatan bus-nya.

Satelit Palapa N-1 akan mengorbit awal tahun 2020 dan setelah mendekati orbit akan dilakukan migrasi penyewa-penyewa satelit Palapa D ke satelit Palapa N-1. Setelah migrasi selesai dilakukan, satelit Palapa D akan dibuang dan akan melayang-layang menjadi sampah satelit seumur hidupnya di langit setinggi lebih dari 36.500 kilometer di atas Bumi.


Pendapatan satelit kecil

Palapa D merupakan satu-satunya satelit milik PT Indosaat Ooredoo yang tersisa, setelah seri Palapa C (C1 dan C2) habis masa teknisnya. Ada yang hilang atau dibuang di angkasa.

Arsip cgwic.com Arsip satelit High Throughput Satellite BELINTERSAT-1 (satelit komunikasi pemerintah Belarus) buatan China Great Wall Industry Corporation siap diluncurkan.
Pernah suatu ketika, roket peluncur satelit gagal mendorong satelit untuk mencapai orbit. Akhirnya satelitnya “gentayangan” di angkasa.

Perusahaan asuransi kemudian membayar ganti rugi kepada pemilik satelit yang digunakan untuk membayar perusahaan penangkap satelit dengan misi membawanya turun kembali. Oleh perusahaan asuransi, bangkai satelit tadi dijual lagi.

Dirut dan CEO PT Indosat Ooredoo, Alexander Rusli mengatakan, pendapatan dari bisnis satelit tidaklah signifikan karena hanya menyumbang sekitar satu persen dari total revenue. Namun keberadaan satelit juga perlu karena kebanyakan korporasi menghendaki layanan operator seluler yang komplet.

Tidak hanya layanan seluler, data dan video, serta serat optik (FO), tetapi juga satelit, karena korporasi punya cabang di berbagai kawasan yang tidak terjangkau oleh layanan telepon seluler atau telepon kabel.

Itu sebabnya layanan Palapa N-1 lebih diarahkan pada layanan B2B walau layanan ritel (eceran) seperti untuk pelanggan perorangan tetap juga ada.

Alex mencontohkan Thailand yang punya juga satelit HTS berkemampuan transmisi pita lebar, selain jualan B2B di negaranya juga jualan ritel di Indonesia. “Siapa tahu nanti kita juga jualan ritel ke Thailand,” katanya.

Pembuat satelit Palapa N-1, China Great Wall Industry Corporation, dipilih karena dianggap andal namun tetap lebih murah dengan “harga China”. Mutu dan keandalan satelit buatan CGWIC dapat dikata sejajar dengan satelit buatan Amerika atau Eropa.

oket peluncur Long March dari China ini bisa diandalkan dan tidak kalah dibanding roket Ariane dari Eropa. Dari 60 peluncuran menggunakan Long March beberapa tahun terakhir, tidak ada satu pun yang gagal. Peluncuran satelit pun bisa dilakukan oleh kendaraan peluncur mana saja, baik oleh Amerika maupun Eropa. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com