Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kicauan Donald Trump Soal Kekerasan di Minneapolis Disembunyikan Twitter

Kompas.com - 30/05/2020, 10:28 WIB
Bill Clinten,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Twitter kembali menandai unggahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Kali ini, twit atau kicauan Trump dilabeli karena dianggap menyebarkan aksi kekerasan.

Kicauan tersebut dilontarkan Trump terkait aksi penjarahan dan kekacauan yang terjadi di Minneapolis, buntut dari tewasnya pria kulit hitam bernama George Floyd saat berusaha ditahan oleh kepolisian setempat.

Polisi menindih leher Floyd dengan lutut selama beberapa menit, meski pria 46 tahun itu sudah mengeluh kesulitan bernafas.

Twit Donald Trump ditujukan untuk memberikan dukungan kepada Gubernur Minnesota, Tim Waltz. Namun ada satu kalimat yang dianggap Twitter menebarkan kekerasan, sehingga perlu disembunyikan.

Baca juga: Twitter Tandai Kicauan Donald Trump sebagai Berpotensi Menyesatkan

Pengguna masih bisa melihat kicauan Trump yang dianggap menebarkan kekerasan itu, namun mereka harus meng-klik tombol "View" untuk melihatnya. Begini bunyi tweet tersebut.

Dalam unggahan tersebut, bagian yang dianggap sebagai kekerasan oleh Twitter adalah kalimat terakhir.

Kalimat tersebut sekiranya berbunyi "ketika penjarahan dimulai, maka penembakan dimulai".

 "Twit ini melanggar kebijakan kami terkait penyebaran kekerasan berdasarkan konteks sejarah dari kalimat terakhir, serta hubungannya dengan kekerasan dan risiko yang bisa memicu aksi serupa," ujar akun @TwitterComms dalam twit terpisah.

Maksud konteks sejarah di sini adalah, kicauan yang dilontarkan Trump sebenarnya pernah dipakai oleh seorang kepala polisi kota Miami, AS Walter Headley saat terjadi kekacauan tahun 1968.

Kala itu, ia dikutip oleh sebuah media koran dan mengungkapkan hal yang sama persis dengan apa yang dikatakan Trump, yakni "ketika penjarahan dimulai, maka penembakan dimulai".

Kabarnya, Ia melontarkan hal tersebut untuk menertibkan lingkungan orang kulit hitam yang sulit diatur dengan ancaman kekerasan, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari BusinessInsider, Sabtu (30/5/2020).

Begini potongan gambar pernyataan Headley yang diungkap oleh seorang reporter CNN, Daniel Dale di Twitter.

Potongan gambar yang menunjukkan pernyataan yang dipinjam oleh Trump yang akhirnya dilabeli kekerasan oleh Twitter.Twitter.com/ddale8 Potongan gambar yang menunjukkan pernyataan yang dipinjam oleh Trump yang akhirnya dilabeli kekerasan oleh Twitter.

Meski Twitter menyembunyikan kicauan seperti di atas, namun postingan serupa yang Trump unggah di Facebook tidak ditandai, dan bisa dilihat bebas oleh orang banyak.

Sebelumnya, Twitter juga sempat menandai postingan Trump terkait metode mail-in ballots dalam pemungutan suara pemilu AS 2020. Postingan tersebut dilabeli "cek fakta" karena dianggap menyebarkan disinformasi.

Sosial media perlu diatur

Terlepas dari itu, Trump sendiri tampak serius menanggapi pelabelan unggahannya oleh Twitter ini.

Bahkan, lewat unggahan lain, ia berpendapat bahwa Twitter tidak adil lantaran banyak hoaks dan propaganda yang diunggah oleh China dan tersebar luas di platform tersebut namun tidak ditandai.

Ia pun berpendapat bahwa Undang-Undang Komunikasi (DCA) harus diatur kembali, terutama terkait aturan yang melindungi platform sosial media di pasal (Section) 230.

Inti dari Section 230 dalam DCA yang dimaksud Trump adalah seluruh postingan yang diunggah oleh pengguna di sebuah platform merupakan tanggung jawab si pengguna itu sendiri. 

Baca juga: President Trump Keluhkan Hilangnya Tombol Home iPhone ke Bos Apple

Artinya, platform yang menjadi media penyebaran tak bertanggung jawab atas apa isi postingan tersebut, meski itu kekerasan atau hoaks.

Hal ini lantas menjadi tameng hukum bagi platform sosial media. Sebab, jika ada unggahan kekerasan atau hoaks di platformnya, maka mereka sejatinya tidak bisa disalahkan lantaran itu termasuk dalam hak kebebasan berpendapat pengguna di dunia maya.

Trump pun baru-baru ini melontarkan perintah langsung (executive order) bahwa perlindungan atas Section 230 tersebut tak berlaku, jika platform sosial media memutuskan mengubah sebuah postingan yang sudah tersiar, termasuk melabelinya.

Meski demikian, perusahaan sekelas Google sempat mengatakan bahwa mengubah atau mencabut Section 230 bakal berpengaruh pada ekonomi AS dan fungsi kebebasan berpendapat di internet, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari BBC, Sabtu (30/5/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com