Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Sharing Lebih Nyaman Dibanding Merger

Kompas.com - 22/11/2021, 12:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Nasi sudah menjadi bubur, mereka tidak bisa mundur, merger harus maju teratur. Walaupun, kegalauan bertambah dari sisi Indosat Ooredoo karena anak perusahaannya, IM2, harus membayar denda pidana sebesar Rp 1,3 triliun, sesuai keputusan MA 10 Juli 2014 buntut dari perkara aneh yang diwarnai arogansi pemegang kuasa.

Bagaimanapun, sebagai perusahaan terbuka, RUPS harus tetap dilakukan untuk memberi laporan ke publik, soal kepemilikan saham dan masalah-masalah yang beturutan terkait merger. Tri tidak wajib karena bukan perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek.

Dua pengalaman pahit, kasus XL Axiata – Axis dan Indosat – Tri makin menyuramkan pandangan investor terhadap kebijakan pemerintah Indonesia. Bahkan, niat yang kabarnya sudah mengerucut akan mergernya XL Axiata dan Smartfren, tiba-tiba saja pupus.

“Jebakan batman”

Saran satu praktisi seluler, operator tidak usah M&A, cukup saling kerja sama, sharing infrastruktur. Diatur UU Cipta Kerja, pasal 50 PP (Peraturan Pemerintah) No 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar), juga Peraturan Menteri (PM) Kominfo No 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Operator seluler boleh menyewakan jaringan telekomunikasinya kepada penyelenggara telekomunikasi lain dan non-penyelenggara telekomunkasi, sesuai PM No 5 tahun 2021, pasal 37 ayat (1). Pada ayat (2) disebutkan, “Penyewaan jaringan telekomunikasi dilakukan berdasarkan kesepakatan secara adil, wajar dan non-diskriminatif,” ayat (3) sebut, “…jaringan telekomunikasi dapat digunakan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi”.

Peluang ini membuat operator tidak perlu melakukan M&A jika tujuannya ingin jadi operator besar dengan frekuensi lebar. Cukup menyewa jaringan operator lain dengan kesepakatan yang adil, wajar dan non-diskriminatif, tak perlu membangun sendiri jaringannya sehingga jauh lebih efisien, walau jumlah operator tidak akan berkurang.

Tetapi awas, ada “jebakan batman” lagi. Pasal 57 PP No 46/2021 ayat (1) menyebutkan, “Pengalihan hak penggunaan spektrum frekuensi radio… wajib mendapat persetujuan dari Menteri berdasarkan hasil evaluasi.”

Tak bisa dikatakan, frasa “evaluasi” di UU Cipta Kerja No 11/2020 akan sama efeknya dengan isi pasal 57 PP 46/2021. Barangkali pemerintah arif dalam membuka kerja sama infrastruktur antar-operator, jadi evaluasinya akan ‘aman-aman saja’.

Tetapi ketika sewa-menyewa terjadi lalu operator pemberi sewa dievaluasi pemerintah, dan kedapatan ia kelebihan spektrum? Nah..

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com