Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

kolom

Saat New York Times dan Para Pencipta Menggugat ChatGPT

Kompas.com - 02/01/2024, 08:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penggugat menyebut secara gamblang, chatbot menjadi pesaing outlet berita, sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya.

Penggugat tidak atau belum menyebut angka ganti rugi. Namun mereka menuntut para tergugat bertanggung jawab atas kerugian miliaran dollar AS berdasarkan undang-undang.

Penggugat juga menuntut ganti rugi atas kerugian aktual terkait dengan penyalinan dan penggunaan karya-karya berharga The Times yang melanggar hukum.

Bahkan, penggugat juga meminta tergugat untuk memusnahkan model chatbot, dan data pelatihan apa pun yang menggunakan materi berhak cipta dari The Times.

Pembelaan

Dilaporkan lebih lanjut bahwa juru bicara OpenAI, Lindsey Held, mengatakan terkejut dan kecewa dengan gugatan tersebut. Hal yang terjadi saat sedang membangun pembicaraan konstruktif.

OpenAI menyatakan, sebagai pengembang AI, mereka menghormati hak pembuat dan pemilik konten. Mereka berkomitmen untuk bekerja sama, guna memastikan The Times mendapatkan manfaat dari teknologi AI itu.

OpenAI juga mendorong hal ini menjadi model pendapatan baru, seperti yang telah dilakukan dengan banyak penerbit lainnya.

New York Times melaporkan, kronologinya, The Times memang pernah melakukan pembicaraan dengan Microsoft dan Open AI. Menjajaki solusi damai, perjanjian komersial, dan sistem teknologi seputar produk AI generatif. Namun perundingan tersebut tak kunjung berbuah solusi.

Christina Pazzanese, dalam laporannya yang dimuat The Harvard Gazzete, Universitas Harvard (21/9/2023) menyatakan, banyak penulis, seniman, fotografer, musisi, dan pembuat film mengatakan, perusahaan teknologi menggunakan karya berhak cipta untuk melatih model AI generatif.

Dalam laporannya, Christina meminta pendapat kepada Profesor Rebecca Tushnet terkait para Penulis yang mengklaim OpenAI “mencuri” buku mereka untuk meningkatkan kemampuan ChatGPT dalam mengeluarkan “karya turunan” yang jelas-jelas melanggar undang-undang hak cipta.

Tushnet, Guru Besar Hukum menyatakan, faktanya secara hukum penggunaan karya untuk pelatihan atau tujuan pengumpulan data skala besar sering kali dianggap sebagai penggunaan wajar (fair use).

Internet seperti yang kita kenal sekarang, dengan Google dan penelusuran gambar, tidak akan ada jika bukan karena penggunaan wajar.

Terlepas dari pro kontra, persoalan ini berputar di sekitar masalah penggunaan konten berhak cipta, penggunaan wajar (fair use), komersialisasi, penggunaan tanpa izin, dan tentu saja persaingan bisnis secara jujur.

Gugatan tersebut menjadi menarik karena dapat menjadi batu uji regulasi hak cipta yang selama ini relatif sudah dianggap konservatif. Kalibrasi hak cipta dengan teknologi AI khususnya generatif (GenAI) adalah keniscayaan.

Hal ini juga membuka mata berbagai negara dan pakar hak cipta serta cyber law. Pandangan ditujukan pada konteks dan implementasi model hukum transformatif. Konsep hukum yang diproyeksikan menjawab persoalan hukum dan transformasi digital.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com