Pasalnya, perusahaan itu dinilai sengaja mendorong anak-anak dan remaja ke media sosial yang membuatnya kecanduan. Motifnya, tak lain demi keuntungan perusahaan.
"Meta memanfaatkan teknologi yang kuat dan belum pernah ada sebelumnya untuk memikat, melibatkan hingga akhirnya menjerat kalangan muda dan remaja," demikian keterangan dalam dokumen yang diajukan ke pengadilan Oakland, California.
Singkatnya, Meta dituduh berupaya memastikan bahwa kalangan muda menghabiskan waktu sebanyak mungkin di media sosial miliknya. Padahal, Meta dinilai paham bahwa remaja rentan haus validasi dari banyaknya likes (suka) yang didapat dari setiap posting mereka.
"Meta merugikan anak-anak dan remaja kita, memupuk kecanduan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan," kata Jaksa Agung California, Bob Bonta.
Baca juga: Microsoft, Meta, Google, dan Amazon Berlomba Investasi AI pada 2024
Dokumen itu juga mencatut penelitian yang menyebutkan bahwa penggunaan media sosial milik Meta oleh anak-anak, berdampak terhadap depresi, kecemasan, insomnia, menganggu pendidikan, kehidupan sehari-hari dan dampak negatif lainnya.
Tuduhan lainnya yaitu bahwa Meta melanggar undang-undang yang melarang pengumpulan data anak-anak di bawah usia 13 tahun.
Karena gugatan ini, Meta terancam hukuman perdata sebesar 1.000 dollar AS (sekitar Rp 15,9 juta) sampai 50.000 dollar AS (sekitar Rp 798 juta) untuk setiap pelanggaran undang-undang di negara bagian terkait.
Meta menanggapi gugatan itu lewat sebuah pernyataan. Perusahaan yang dipimpin oleh Mark Zuckerberg itu mengaku kecewa atas gugatan tersebut.
"Alih-alih bekerja dengan perusahaan di seluruh industri untuk menciptakan standar yang jelas dan sesuai usia untuk banyak aplikasi yang dipakai remaja, jaksa agung justru memilih jalan ini," kata Meta dalam sebuah pernyataan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.