Menurut Jeff Wise, penulis buku The Plane That Wasn't There yang tulisannya juga dimuat di New York Magazine, (23/2/2015), peristiwa seperti MH370 ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan salah satu hal yang membuat MH370 terkesan misterius dan penyelidikannya sulit untuk dilakukan adalah karena informasi dari pihak berwenang Malaysia yang simpang siur.
Misalnya, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak yang pada pagi 8 Maret 2014 mengumumkan lokasi jatuhnya MH370 diperkirakan di Laut China Selatan. Pencarian besar-besaran pun dikerahkan pada pagi yang naas itu.
Namun, tak lama setelah itu, pihak berwenang Malaysia mengumumkan pencarian juga dilakukan di Laut Andaman, yang notebene jaraknya terpisah sejauh 400 mil.
Informasi yang beredar belakangan menyebut bahwa radar milik militer Malaysia sempat menangkap sinyal MH370 walau pesawat tersebut telah mematikan transponder dan hilang dari radar sipil.
Baca juga: Militer Malaysia: MH370 Terakhir Terlihat di Selat Malaka
Pada mulanya, pihak Malaysia membantah kabar yang menyebut MH370 terbang ke arah barat, atau berbelok 180 derajat dari arah semula.
Namun setelah satu minggu pencarian dilakukan di Laut China Selatan, pihak Malaysia mengakui bahwa mereka mengetahui kalau MH370 sempat berputar berlawanan arah yang seharusnya.
Inmarsat, operator penyedia layanan komunikasi data yang juga dipakai oleh Malaysia Airlines, pada saat itu mengetahui bahwa salah satu satelitnya yang kebetulan melintas di sekitar Samudera Hindia, menangkap sinyal (ping) yang dipancarkan MH370 selama tujuh jam setelah transponder pesawat dimatikan.
Menurut pihak Inmarsat, dengan menggunakan perhitungan matematika, serta handshake yang terjadi antara sistem di pesawat dengan satelit milik Inmarsat, pesawat diketahui mengirimkan lokasinya secara periodik.
Data yang digunakan adalah data burst frequency offset, atau disingkat BFO, yang merupakan salah satu aspek dari handshake satelit.
Baca juga: Inmarsat Ungkap Cara Melacak Posisi Terakhir Pesawat MH370
BFO dihitung dengan mengukur perubahan panjang gelombang sinyal yang ditentukan oleh posisi pesawat relatif terhadap satelit.
Handshake atau "ping" yang terjadi antara sistem komunikasi Inmarsat yang tertanam dalam B777 MH370 dengan salah satu satelit Inmarsat tersebut tidak mengandung data lokasi, melainkan hanya interval panjang gelombang saja, atau jarak yang menuju ke penjuru arah dari satelit berada.
Melalui data jarak interval itulah Inmarsat membuat plot lokasi pesawat berdasar panjang gelombang transmisi. Hasilnya adalah lokasi yang berbentuk seperti garis melingkar setengah lingkaran, dengan sumbu utamanya adalah posisi satelit berada.
Busur setengah lingkaran itu pun membentang sepanjang 6.000 mil dari sebelah utara di perbatasan antara Kazakhstan dan Tiongkok, dan di sebelah selatan di Samudera Hindia.
Pada saat itu, belum diketahui apakah MH370 terbang ke utara atau ke selatan. Namun pada tanggal 24 Maret 2014, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak mendapat informasi dari sumber yang menurutntya bisa dipercaya, yang menyatakan bahwa MH370 sejatinya terbang ke arah selatan.
Berdasar informasi yang didapat Razak tersebut, pesawat sebenarnya terbang ke arah selatan, dan dengan menimbang bahwa di area tersebut tidak ada tempat yang memungkinkan sebuah B777 mendarat, ditambah perhitungan jumlah bahan bakar yang dibawa MH370 saat itu sudah habis, maka Malaysia Airlines pun menyimpulkan bahwa pesawat MH370 telah jatuh.