”Awalnya orangtua nyuruh cari kerja. Waktu itu saya baru selesai kuliah di Jepang. Setelah saya tunjukkan rekening kepada orangtua, mereka bilang, ’Udah, enggak usah (cari) kerja lagi’,” kata Anton yang mendapat gelar master hubungan internasional dari Universitas Waseda, Tokyo.
Mereka membubuhkan cita rasa lokal di game selanjutnya, Warung Chain: Go Food Express. Ada makanan seperti bakso malang, ayam goreng spesial, dan tempe di situ. Hingga kini, mereka telah membuat 30 game dengan total unduh 15 juta kali.
Baca: Game Warung Indonesia Laris di iOS dan Android
Pakai riset
Di ranah berbeda, Brendan Satria Atmawidjaya (28) dari Kummara di Bandung mengembangkan permainan papan atau board games Mat Goceng selama sekitar dua tahun. Permainan itu berlatar budaya Betawi yang mirip adu jurus silat, tetapi menggunakan kartu.
Demi mendalami karakter Mat Goceng, si jago silat itu, ia membuat riset mendalam. Untuk mendapat alur cerita enak, Mat Goceng direvisi sampai delapan kali.
Menurut Brendan, permainan papan yang dimainkan dengan orang lain mendorong interaksi langsung. ”Gue yakinkan kepada orangtua, permainan ini bisa menyenangkan dan bermanfaat,” ujar lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu.
Begitulah, ketika para pejabat ribut soal impor daging, anak-anak muda kreatif justru mengekspor game bikinan mereka ke dunia. Tak hanya mengharumkan nama bangsa, mereka juga mendapatkan uang dan membuka lapangan kerja.