KOMPAS.com - Dulu, para pelaut melakukan navigasi dilakukan dengan berpatokan pada tanda-tanda alam seperti posisi bintang di langit. Peta harus dibaca secara manual. Itupun tidak bisa serta merta menentukan di mana posisi saat ini.
Di era digital, kehadiran GPS alias Global Positioning System membuat proses navigasi jadi jauh lebih mudah. Pengguna gadget bisa langsung menentukan lokasinya secara instan dan akurat.
Kemampuan GPS dalam menentukan lokasi banyak diaplikasikan dalam berbagai hal, mulai dari software navigasi, olahraga, ride sharing, hingga bermain game dengan augmented reality.
Di balik kepraktisan GPS terdapat teknologi canggih berbasis konstelasi satelit. Wahana-wahana antariksa inilah yang membantu gadget dalam menentukan posisinya di muka bumi.
Seperti apa cara kerjanya? Simak penjabaran singkat KompasTekno berikut ini.
Berawal dari militer
Laman NASA mengenai sejarah GPS menuturkan bahwa cikal bakal sistem navigasi tersebut bermula pada masa-masa awal peluncuran satelit ke orbit bumi.
Para ilmuwan ketika itu menemukan bahwa mereka bisa melacak posisi satelit dengan mengamati pergesaran sinyal radionya (efek doppler) dari bumi.
Pertengahan 60-an, Militer Amerika serikat mulai melakukan eksperimen navigasi dengan satelit untuk melacak pergerakan kapal selam nuklirnya.
Baca: Menyimak Perbedaan Kamera Mirrorless dan DSLR
Eksperimen ini sukses sehingga pada dekade berikutnya Departemen Pertahanan AS mulai meluncurkan satelit GPS yang mulanya bernama Navstar, kependekan dari Navigation System with Timing and Ranging.
Presiden AS Ronald Reagan pun memutuskan untuk membuka akses publik ke sistem navigasi GPS yang pada saat itu sebenarnya masih bersifat rahasia, demi mempermudah navigasi untuk kebaikan bersama.
Pada Desember 1993, sistem navigasi GPS sudah siap beroperasi secara penuh dengan konstelasi yang terdiri dari 24 buah satelit di orbit bumi.
Cara kerja GPS
Sistem GPS terdiri dari tiga bagian, yakni satelit di angkasa, stasiun pengendali di bumi, dan receiver alias perangkat penerima sinyal satelit yang berada di tangan pengguna, seperti misalnya smartphone atau arloji pintar.
Bagaimana cara sistem GPS menentukan di mana lokasi pengguna? Seperti dijelaskan oleh Garmin, salah satu perusahaan pembuat perangkat navigasi, satelit-satelit GPS mengorbit bumi sebanyak dua kali dalam sehari.
Ketika mengorbit ini mereka memancarkan sinyal unik dan parameter orbit untuk ditangkap oleh receiver di bumi. Alat receiver menghitung jarak antara dirinya dan satelit GPS dengan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menerima sinyal dari masing-masing satelit.
Untuk menentukan lokasi dan melacak pergerakan dua dimensional (garis bujur dan lintang), receiver membutuhkan sinyal dari tiga satelit. Dengan 4 satelit atau lebih, bisa dilakukan pelacakan posisi secara tiga dimensi (garis bujur dan lintang, serta ketinggian).
Satelit-satelit GPS berada dalam konstelasi yang mencakup seluruh permukaan bumi. Karena itu, di lokasi manapun di planet ini, receiver selalu bisa “melihat” dan mendapat sinyal dari setidaknya 4 satelit GPS di langit.
Usai mendapatkan informasi lokasi, receiver pun bisa menghitung berbagai hal seperti kecepatan, arah (bearing), jarak ke tujuan, dan lain-lain.
GPS biasanya bisa melacak posisi receiver dengan akurat hingga radius 10 meter atau kurang. Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi akurasinya seperti lingkungan dengan gedung-gedung tinggi atau pepohonan rapat yang bisa menghalangi penerimaan sinyal satelit.
Sinyal satelit juga kesulitan menembus bangunan sehingga GPS lebih sukar mengunci posisi saat receiver berada dalam situasi indoor ketimbang outdoor.
GLONASS dan A-GPS
Selain GPS, gadget masa kini biasanya juga mendukung penentuan lokasi lewat GLONASS. Istilah yang satu ini mengacu pada sistem satelit navigasi serupa GPS yang dikembangkan oleh Rusia.
GLONASS merupakan singkatan dari Globalnaya Navigatsionnaya Sputnikivaya Sistema (Sistem Satelit Navigasi Global). Pengembangannya dimulai pada 1976.
Jumlah satelit yang mengorbit dalam konstelasi GLONASS lebih sedikit dibanding GPS, yakni 24 buah berbanding 30-an yang aktif untuk GPS saat ini, namun tingkat akurasi keduanya relatif sama.
Sinyal GPS dan GLONASS bisa dikombinasikan oleh sebuah receiver sehingga total satelit navigasi yang dapat diakses mencapai lebih dari 50 untuk meningkatkan cakupan.
Baca: Apa Itu Bitcoin, Tebusan yang Diminta Hacker WannaCry?
Selain Rusia yang mengembangkan GLONASS, Uni Eropa juga mengembangkan sistem sateit navigasi bernama Galileo yang dijalankan oleh pihak sipil. China turut membuat sistem serupa bernama BeiDou yang masih dikonstruksi dan baru beroperasi di atas sebagian wilayah Asia.
Adapun A-GPS alias Assisted GPS merupakan teknik mempercepat penguncian lokasi awal (TTFF, Time To First Fix) di ponsel dengan memanfaatkan jaringan seluler.
Biasanya, menara BTS (Base Transciever Station) seluler juga dilengkapi receiver GPS serta terus menerus memperbarui informasi dan menghitung data lokasi.
A-GPS bisa menghemat waktu dan pemakaian baterai ponsel, namun penggunaannya tergantung ketersediaan jaringan seluler.
Kalau tak ada jaringan, ponsel akan menggunakan navigasi GPS secara standalone (tanpa bantuan A-GPS) karena bisa berfungsi kapanpun meski ponsel tidak mendapat sinyal seluler.
Perlu ditambahkan bahwa fungsi GPS sama sekali tak tergantung ketersediaan jaringan seluler. A-GPS hanya bersifat mempercepat penguncian awal saja di ponsel.
Pengguna ponsel juga bisa mengunduh offline map (misalnya di Google Maps) supaya peta dalam aplikasi navigasi tetap bisa dilihat meski tak ada sinyal seluler. (Baca: Cara Pakai Google Maps Offline saat Mudik)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.