Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Indonesia Dikenal Ramah, Mengapa Dinilai Tidak Sopan di Dunia Maya?

Kompas.com - 03/03/2021, 07:00 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Namun, di media sosial, jika ada sesuatu yang memunculkan rasa ketidaksetujuan atau ketidaksukaan, mereka lebih bebas menyampaikan perasaaan yang mungkin saja tidak bisa tersampaikan ketika tatap muka.

Sebab, mereka hanya berhadapan dengan ponsel dan akun yang tidak memiliki ekspresi. Belum ada kesadaran, bahwa ada manusia di balik akun tersebut, yang bisa saja tersinggung atau tersaikiti ketika membaca atau melihat kiriman berisi ujaran kebencian.

Menurut Ismail, hal ini bisa dihindari jika pengguna media sosial bisa menyampaikan argumen secara runut dan mengedepankan logika, bukan menyerang dengan banyak kata makian.

Pandangan psikolog

Senada dengan Ismail, pengamat psikososial dan budaya, Endang Mariani juga mengatakan bahwa di dunia maya, orang menjadi lebih berani menyatakan pendapat karena mereka bisa menyembunyikan identitas aslinya.

Baca juga: Pengguna Medsos di Indonesia Habiskan 25 Jam Per Bulan untuk Nonton YouTube

"Tanpa adanya beban tanggungjawab, baik moral maupun material, tentu akan mendorong seseorang untuk berani mengomunikasikan apa yang terlintas dalam hati maupun pikirannya secara spontan, tanpa harus mempertimbangkan konsekuensinya," jelas Endang kepada KompasTekno.

Hening Widyastuti, praktisi psikologi juga mengatakan bahwa warganet merasa lebih aman untuk meluapkan semua pikirannya di dunia maya. Termasuk saat menyampaikan rasa gelisah, kecewa, kata-kata brutal, kejam, dan menyakiti hati.

Seperti Ismail, menurut Hening, saat bertatap muka langsung kebanyakan orang akan merasa enggan, sehingga secara tidak langsung bisa mengendalikan kata-kata.

"Secara psikologis ada sikap dan perilaku yang lebih bisa untuk dikendalikan," kata Hening.

Netizen usia dewasa yang tidak sopan

Menurut laporan DCI Microsoft, merosotnya tingkat kesopanan digital di Indonesia paling banyak didorong oleh pengguna usia dewasa dengan persentase 68 persen.

Sementara remaja, tidak berkontribusi apapun, baik perilaku negatif maupun positif dalam indeks kesopanan.

Padahal, menurut laporan terbaru We Are Social dan HootSuite, pengguna media sosial di Indonesia didominasi remaja dengan usia 18-34 tahun.

Menurut Hening, hal tersebut berkaitan pada faktor utama pendorong rendahnya tingkat kesopanan digital di Indonesia, yakni hoaks dan penipuan.

Berita hoaks yang banyak menyebar cenderung berkaitan dengan isu politik yang lebih disukai orang dewasa. Sementara remaja, lenih tertarik dengan berita hiburan, seperti musik atau bermain game.

Ismal pun berpendapat demikian. Begitu masuk pemilu, angka hoaks biasanya meningkat. Ismail juga menambahkan bahwa remaja, lebih melek media sosial karena mereka akrab dengan dunia tersebut sejak lahir.

Remaja juga lebih sering berinteraksi dengan pengguna media sosial internasional, seperti bersosialisasi di fandom atau saat bermain game.

Baca juga: Berapa Lama Orang Indonesia Akses Internet dan Medsos Setiap Hari?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com