Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Regulasi NFT yang Ideal di Indonesia?

Kompas.com - 03/03/2022, 08:01 WIB
Lely Maulida,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Aset berupa Non-Fungible Token atau NFT belakangan ramai diperbincangankan. Tren NFT di Indonesia tak lepas dari mahasiswa bernama Ghozali yang menjual foto selfie-nya dalam bentuk NFT dengan harga selangit.

NFT sendiri adalah aset digital, baik berupa teks, gambar, video, dan lain sebagainya yang kepemilikannya tercatat dalam sistem blockchain di internet.

Popularitas NFT yang melejit di Tanah Air, menarik minat masyarakat Indonesia untuk mencoba peruntungan dengan menjual NFT versi mereka sendiri.

Sayangnya, edukasi masyarakat terkait NFT masih cukup minim, sehingga, NFT yang dijual oleh masyarakat Indonesia tidak memiliki "nilai jual" bahkan membahayakan dirinya sendiri.

Misalnya NFT berupa foto KTP, foto produk fashion hingga foto diri tanpa busana dan lainnya.

Dari sudut aset kripto, praktik ini sendiri sebenarnya tidak dilarang. Sebab, NFT memang permission less atau tanpa izin, karena konsep utamanya adalah kepemilikan (sovereignty) sebagaimana dijelaskan CEO DeBio Network sekaligus Co-Founder Asosiasi Blockchain Indonesia, Pandu Satrowardoyo.

Dengan kata lain, tidak ada acuan baku yang menentukan bagaimana standar sebuah NFT berikut harganya.

Meski begitu, NFT yang dibuat hanya karena iseng, bukan berarti akan terjual dengan mudah, karena menyesuaikan permintaan pasar/pembeli.

"Tidak bisa dibuat standar karena semua NFT itu permissionless, dengan kata lain tidak bisa dibuatkan standar atau aturan harga sama sekali," kata Pandu kepada KompasTekno.

Baca juga: Tren NFT di Indonesia, Ekosistem, dan Minat Masyarakat

Perbedaan NFT dan mata uang kripto

Terlepas dari standar NFT yang "tidak perlu izin", transaksi jual beli aset digital tersebut belum diatur oleh pemerintah di Indonesia.

NFT sendiri merupakan bagian dari ekosistem teknologi blockchain, seperti kripto dan mata uang digital lainnya dalam sistem tersebut.

Namun, terdapat perbedaan di antara NFT dengan aset digital dalam sistem blockchain lainnya.

Dihimpun KompasTekno dari NDTV, perbedaannya adalah bahwa NFT tidak dapat dipertukarkan satu sama lain karena menjadi representasi unik dari aset di dunia nyata.

Sederhananya, NFT bersifat langka sehingga tidak ada NFT yang sama.

Sebaliknya, mata uang kripto seperti Bitcoin atau Ethereum, dapat diperdagangkan dan ditukar dengan aset lain yang bernilai setara. Seperti ditukar dengan mata uang dollar atau mata uang kripto lainnya.

Di Indonesia, kripto memiliki payung hukum sendiri, diatur oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Bappebti bahkan menetapkan kripto apa saja yang dapat diperdagangkan di Indonesia.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Perba) Nomor 7 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Dalam beleid yang diterbitkan dan mulai berlaku pada 17 Desember 2020, Bappebti menetapkan hanya 229 jenis kripto yang diakui untuk bisa diperdagangkan di Indonesia.

Beberapa di antaranya yaitu Bitcoin, Ethereum, Tether, Xrp/ripple, Bitcoin cash, Binance coin, Polkadot, Chainlink, Lightcoin, Bitcoin sv, Litecoin, Crypto.com coin, Usd coin, Eos, Tron, Cardano, Tezos, Stellar, Neo, dan Nem.

Baca juga: Melihat Perkembangan NFT di Indonesia, dari Awal Mula hingga Muncul Ghozali Effect

Regulasi NFT di Indonesia

Berbeda dengan kripto, NFT belum memiliki payung hukum khusus di Indonesia. Sejauh ini, NFT masih sebatas diawasi transaksinya oleh Bappebti karena dikategorikan sebagai aset kripto.

Menurut Pakar Budaya dan Komunikasi Digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, ekosistem NFT di Indonesia termasuk regulasinya, memang masih minim sehingga dinilai secara umum belum memadai.

Untuk itu, diperlukan regulasi yang mengatur tentang keamanan transaksi, legalitas hingga hak miliknya.

Firman juga mencontohkan bagaimana dampak absennya regulasi terhadap transaksi NFT. Salah satunya yaitu ketika terjadi silang pendapat atas legalitas dan kepemilikan aset NFT.

"Ada sebuah institusi yang punya 1,4 juta foto milik dia dan legal. Namun ternyata ada yang jual sebagai NFT. Ketika dia mengeklaim bahwa yang menjual tidak sah mendapatkannya, pihak platform (marketplace) hanya bilang 'Anda urus sendiri dengan pihak penjual, kami hanya sebagai lapak'. Itu karena tidak adanya regulasi," kata Firman.

Dalam pandangan Firman, seharusnya marketplace juga memastikan legalitas produk yang dijual sebagaimana produk investasi konvensional.

"Kalau platform hanya begitu, bisa chaos, berbahaya. Sehingga regulasi untuk legalitas produk harus dipastikan. Ada mekanisme mitigasi kalau orang menjual produk seperti apa. Negara harus punya aturan," ujarnya.

Meskipun aset kripto diatur oleh Bappebti, NFT dinilai Firman memiliki ciri khas yang berbeda. Untuk itu, diperlukan aturan khusus mengenai aset digital tersebut.

Bagaimana regulasi NFT yang ideal?

Meskipun konsep NFT adalah permission less atau tanpa izin, Firman beranggapan bahwa regulasi NFT di Indonesia harus menyertakan standar nilai NFT sebagai poin dasar.

Setidaknya, pemilik aset NFT yang hendak menjual asetnya tersebut, memiliki alasan yang jelas terkait nilai NFT yang dijualnya.

"Regulasi paling dasar menurut saya, setiap pihak yang terlibat dalam produksi NFT sebagai investasi, harus mengerti kira-kira nilai apa yang diperjual belikan. Kalau tidak bisa menjawab, nggak usah masuk (jual NFT). Itu landasan etis paling awal. Jangan hanya 'siapa tahu laku'. Itu mestinya diatur," kata Firman.

Baca juga: NFT Langka Dijual Murah, OpenSea Digugat Rp 14,3 Miliar

Selain itu, Firman juga mengharapkan regulasi NFT akan mengatur pergerakan nilai NFT, sebagaimana instrumen investasi lainnya.

Ia menganalogikan praktik ini dengan istilah "menggoreng saham" yang tidak patut dilakukan untuk meningkatkan nilai aset investasi.

"Tentang nilai yang bisa semakin meningkat, itu karena interaksi informasi mereka yang terlibat. Ada narasi yang dikembangkan supaya menarik dan harganya naik. Narasi yang dikembangkan bukan narasi palsu yang bombastis, yang penting orang tertarik dan nilai naik, kemudian ketika dicek omong kosong. Itu harus dimasukkan ke regulasi menurut saya," papar Firman.

Tidak hanya dari pemerintah, Firman juga mengharapkan marketplace NFT menerapkan standar NFT. Dengan begitu, tidak ada lagi praktik penjualan NFT dalam bentuk foto KTP dan sebagainya.

"Jadi bukan hanya mengandalkan keterbukaan platform sehingga semua bisa masuk, tetapi harus ada mekanisme seleksi," ujar Firman.

Sementara itu menurut CEO DeBio Network sekaligus Co-Founder Asosiasi Blockchain Indonesia, Pandu Satrowardoyo, pemerintah sebagai regulator harus mengenali NFT sebagai benda.

Untuk itu, proteksi terhadap aset kripto ini juga diharapkan seperti benda fisik yang memiliki hak milik yang jelas.

Dari sisi marketplace, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda mengharapkan adanya regulasi yang membantu perkembangan NFT yang dinamis. Hal ini termasuk regulasi tentang pasar NFT dan lainnya.

"Selain pengawasan transaksi (oleh Bappebti), perlu ada pembentukan regulasi yang akan membantu pengembangan NFT yang dinamis. Saat ini, regulasi di Indonesia masih terbatas pada aset kripto, belum mencakup terkait perkembangan blockchain lain. Termasuk regulasi untuk pasar NFT, dan lainnya," ujar Teguh.

Pro kontra NFT

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sepakat merilis fatwa haram pada kripto, ketika digunakan sebagai alat transaksi pembayaran.

Alasannya seragam, yaitu ketidakjelasan kripto baik secara fisik maupun nilainya yang sangat fluktuatif.

“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 dan Peraturan BI Nomor 17 Tahun 2015,” kata Ketua MUI Asrorun Niam Soleh, dikutip dari laman MUI.

Baca juga: Dokter Bedah Digugat gara-gara Jual NFT Foto X-ray Pasien

Menurut Firman, fatwa ini juga perlu menjadi poin pertimbangan dalam meregulasi NFT di Indonesia.

Sementara itu menurut Teguh, fatwa tersebut memang pandangan dari sebagian kalangan sebagai proses pertukaran ide. Kendati diharamkan, fatwa ini tidak lantas menjadi akhir dari perkembangan NFT di Indonesia.

Dia juga menambahkan, Asosiasi Perdagangan Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) akan menyambut diskusi dan melakukan edukasi demi menumbuhkan industri aset kripto yang sehat di Indonesia.

"Aspakrindo selalu menyambut diskusi dengan semua stakeholder dan akan terus berkontribusi untuk membangun pemahaman yang lebih dalam dengan berbagai perspektif lebih luas. Bersamaan dengan itu, upaya edukasi terus dilakukan untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang manfaat industri aset kripto yang sehat," ungkap Teguh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com