Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Apple, Facebook, dan Google Tunduk pada Uni Eropa...

Kompas.com - 10/06/2022, 10:00 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Baru-baru ini, Komisi Uni Eropa (European Union/EU) menyetujui undang-undang (UU) baru yang mewajibkan seluruh perangkat elektronik menggunakan port pengisian daya tunggal yang seragam, yaitu berjenis USB Type-C.

Menurut jadwal, kewajiban penggunaan USB-C pada smartphone, tablet, laptop, dan perangkat elektronik lainnya itu bakal berlaku efektif mulai musim gugur 2024 atau sekitar bulan September-November 2024.

Anggota Parlemen EU, Malta Alex Agius menegaskan bahwa aturan penggunaan USB C ini berlaku untuk seluruh vendor perangkat elektronik yang ingin memasarkan produknya di negara-negara Uni Eropa.

Baca juga: Mulai 2024, iPhone di Eropa Wajib Pakai USB Type-C

Ini artinya, kini, Apple selaku produsen pembuat iPhone juga akhirnya harus tunduk kepada Uni Eropa.

iPhone ngotot pake port Lightning

Selama ini, Apple bisa dibilang menjadi satu-satunya vendor ponsel yang kekeh menggunakan port khusus bernama "Lightning" di jajaran produk iPhone bikinannya sejak 2012.

Di saat, kebanyakan vendor ponsel dunia sudah mulai beralih ke port USB Type-C, iPhone masih ngotot menggunakan port eksklusif Lightning untuk pengisian daya dan transfer data melalui kabel di iPhone.

Tak heran, bila UU "USB-C" tersebut kemungkinan besar bakal berdampak signifikan pada lini ponsel iPhone pada 2024 mendatang.

Pada 2009 silam, Apple diketahui sempat menandatangani nota kesepahamanan (MoU) sukarela berisi persetujuan untuk memakai standar charger berbasis micro USB di Eropa. MoU itu diteken bersama dengan pabrikan lain seperti Samsung, Huawei, dan Nokia.

Namun, pada kenyataannya, Apple mangkir dari komitmennya itu dan memilih menggunakan konektor Lightning pada 2012 hingga sekarang.

Baca juga: iPhone 2019 Tetap Pakai Port Lightning Agar Apple Kaya

Namun, dengan disetujuinya USB Type-C sebagai port pengusian daya tunggal di seluruh perangkat elektonik di Eropa, maka Apple mau tak mau harus tunduk kepada aturan Uni Eropa bila tetap ingin memasarkan iPhone di Benua Biru.

Apple punya waktu dua tahun untuk membuang port Lightning dari iPhone, lalu menggantinya dengan port USB Type-C.

"Aturan ini akan berlaku untuk semua pihak. Sekarang tidak ada lagi nota kesepahaman MoU yang bisa memberikan kelonggaran, seperti kepada Apple, selama 10 tahun terakhir. Jadi ya, Apple harus mematuhinya," kata Saliba, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Register, Jumat (10/6/2022).

"Dalam waktu dua tahun, jika Apple ingin menjual produk mereka di pasar Uni Eropa, mereka harus mematuhi aturan kami, dan perangkat mereka harus USB-C," lanjut Saliba.

Facebook, WhatsApp, Google 

CEO Facebook Mark Zuckerberg saat memberikan kesaksian di depan senat atas skandal kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica.Brendan Smialowski / AFP CEO Facebook Mark Zuckerberg saat memberikan kesaksian di depan senat atas skandal kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica.
Tak hanya Apple, Uni Eropa juga sudah berhasil membuat perusahaan teknologi raksasa global sekelas Facebook, WhatsApp, hingga Google juga akhirnya tunduk kepada aturan-aturannya.

Selama hampir empat tahun terakhir, perusahaan teknologi global tak bisa semena-mena dalam menjalankan layanan dan bisnisnya di benua Eropa. Terutama ketika berkaitan dengan privasi dan keamanan data pengguna di negara-negara Uni Eropa.

Baca juga: Google, Facebook, dkk Wajib Ungkap Rahasia Algoritmanya di Eropa

Hal ini mengingat Uni Eropa memiliki aturan khusus bernama General Data Protection Regulation (GDPR) alias Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Eropa.

GDPR adalah peraturan perlindungan privasi dan data para pengguna layanan online di wilayah Eropa yang mulai berlaku efektif sejak 25 Mei 2018 lalu.

Regulasi di dalamnya mengatur perlindungan privasi dan data pengguna Eropa oleh penyedia layanan online, termasuk Facebook, WhatsApp, dan Google.

Dalam situs resmi GDPR, Uni Eropa menyebut General Data Protection Regulation sebagai undang-undang privasi dan keamanan terberat di dunia, baik dalam konteks aturan yang harus ditaati hingga hukuman pelanggarannya.

Apabila perusahaan teknologi melanggar standar privasi dan keamanan yang telah ditetapkan di dalam GDPR, maka Uni Eropa melalui Data Protection Commission (DPC) bakal menjatuhi hukuman denda yang berat berat mencapai puluhan juta euro.

ilustrasi Google.Bloomberg/ Michael Nagle ilustrasi Google.
Misalnya, seperti yang dialami Google pada 2019. DPC pernah menjatuhi hukuman denda kepada Google senilai 50 juta euro atau sekitar Rp 800 miliar pada 2019. Google didenda lantaran melanggar dua regulasi General Data Protection Regulation.

Pelanggaran pertama, Google tidak transparan tentang akses kebijakan pengumpulan data pada aplikasi-aplikasinya serta bagaimana data tersebut digunakan oleh Google.

Sementara pelanggaran yang kedua, Google tidak memperoleh persetujuan yang cukup dari sisi pengguna dalam personalisasi iklan di berbagai layanan Google, seperti YouTube, Google Maps, dan lain sebagainya.

Baca juga: Warga Negara Eropa Ini Dilarang Beli Ponsel Xiaomi dan Huawei

Lalu, DPC juga menjatuhi hukuman denda kepada WhatsApp pada 2021. Ketika itu, WhatsApp didenda senilai 225 juta euro atau sekitar Rp 3,8 triliun karena praktik pemrosesan data pengguna yang dilakukan antara WhatsApp dengan perusahaan lain yang dimiliki Facebook.

Tak hanya itu, Raksasa e-commerce asal Amerika Serikat, Amazon pun tak luput dari jeratan GDPR. Tahun lalu, Amazon dijatuhi hukuman denda sebesar 887 miliar dollar AS atau sekitar Rp 12,86 triliun (kurs Rp 14.500) oleh regulator Uni Eropa.

Musababnya, proses Amazon dalam mengelola data pribadi pengguna disebut tidak sesuai dengan ketentuan GDPR. Pihak Amazon pun mengetahui hal tersebut dan telah diminta untuk mengubah praktik bisnis perusahaannya.

Pada 2022 ini, induk Facebook, Meta Platforms (dulu Facebook Inc.) didenda senilai 17 juta euro atau sekitar 267 miliar gara-gara gagal memenuhi kewajibannya untuk tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Eropa atau General Data Protection Regulation (GDPR).

Meta dianggap gagal mematuhi aturan soal ketentuan pengumpulan dan pemrosesan data pribadi pengguna sesuai GDPR.

Baca juga: CEO Yandex Mundur Setelah Kena Sanksi Uni Eropa

Berkaca dari UU "USB C" dan GDPR, tak berlebihan rasanya bila menyebut Uni Eropa sebagai salah satu organisasi dunia yang sukses membuat aturan-aturan yang "kuat" sehingga membuat nurut kepadanya.

Apa itu Uni Eropa?

Sedikit berbicara soal Uni Eropa, European Union atau Uni Eropa merupakan salah satu organisasi terbesar di dunia yang beranggotakan negara-negara di Benua Eropa.

Pembentukan Uni Eropa terjadi saat menjelang akhir masa Perang Dunia Kedua.

Saat ini, ada 27 negara di Benu Biru yang tergabung ke dalam Uni Eropa, yaitu Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Republik Cyprus, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lituania, Luksemburg, Malta, Belanda, Polandia, Portugal, Rumania, Slovakia , Slovenia, Spanyol, dan Swedia.

Dari 27 negara tersebut, sekitar 505,7 juta warga tinggal dan menetap di wilayah Uni Eropa.

Saat ini, Uni Eropa bermarkas di Brussels, Luksemburg, dan Strasbourg. Bahasa resmi yang digunakan adalah 24 bahasa. Sementara alat pembayan yang sah di wilayah Uni Eropa adalah Euro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com