KOMPAS.com - Sanksi Uni Eropa yang diberlakukan kepada Rusia, membuat sejumlah perusahaan teknologi angkat kaki dari negara Beruang Merah. Sanksi tersebut ternyata tidak hanya berlaku untuk perusahaan, tetapi juga individu.
Terbaru, Uni Eropa memasukkan nama CEO Yandex, Arkady Volozh, dalam daftar tersebut. Yandex sendiri merupakan perusahaan mesin pencari yang populer di Rusia dan disebut-sebut sebagai pesaing Google di sana.
Arkady Volozh yang turut mendirikan Yandex pada 1997 lalu, dituduh mendukung Rusia secara materi maupun finansial.
Lebih rinci, Volozh disebut berperan dalam "mempromosikan media dan narasi pemerintah (Rusia) dalam hasil pencarian dan menghapus konten yang terkait dengan perang Rusia terhadap Ukraina".
Baca juga: Twitter Akan Tandai Kicauan Hoaks Soal Perang Rusia-Ukraina
Karena namanya masuk dalam daftar sanski, Volozh mengundurkan diri dari perusahaan dan meninggalkan posisinya di dewan direksi.
Meski demikian, Volozh mengatakan bahwa sanksi tersebut "salah alamat".
Usai mundur dari jabatan CEO, Volozh lantas mengalihkan hak suaranya di Yandex kepada dewan perusahaan.
Meski nama CEO-nya tercatat dalam daftar sanksi, perusahaan Yandex sendiri tidak masuk dalam daftar tersebut.
Perusahaan yang kerap dijuluki "Google Rusia" itu juga yakin pihaknya dapat menjalankan operasional tanpa kendala meski tanpa kepemimpinan Volozh.
"Dewan terus berfungsi seperti biasa. Yandex memiliki tim manajemen yang kuat yang ditempatkan dengan baik untuk membawa perusahaan ke level baru dengan dukungan berkelanjutan dari Dewan," tulis Yandex dalam sebuah pernyataan, dikutip KompasTekno dari Reuters, Senin (6/6/2022).
Baca juga: Google Ajukan Pailit di Rusia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.