KOMPAS.com - Jumlah kecelakaan pesawat udara meningkat dua kali lipat dalam periode dua tahun terakhir, atau 2014 hingga 2016. Informasi tersebut tercantum dalam data yang dirilis oleh Komite Nasional keselamatan Transportasi (KNKT) pada November 2016 lalu.
Menurut KNKT, jumlah kecelakaan pesawat udara pada 2014 sebanyak sembilan kejadian. Pada 2015, angkanya naik menjadi 11 kejadian. Hingga akhirnya pada 2016 ini menjadi 15 kejadian, atau naik lebih dari dua kali lipat dibanding 2014 saat era menteri Kabinet Kerja Presiden Jokowi dimulai.
Sementara untuk kategori insiden serius, jumlahnya cenderung stabil. KNKT mencatat 23 kejadian insiden serius pada 2014. Jumlahnya sempat turun sebanyak 17 kejadian pada tahun berikutnya. Namun pada 2016, angkanya naik menjadi 26 kejadian.
Kecelakaan paling fatal terjadi pada 28 Desember 2014 lalu yang dialami oleh maskapai AirAsia Indonesia. Airbus A320 nomor penerbangan QZ8501 hilang kontak saat menempuh rute Surabaya - Singapura. Pesawat ditemukan jatuh di Selat Karimata. Seluruh 155 penumpang dan tujuh awak pesawat meninggal.
Baca: Ini Analisis Lengkap Kecelakaan AirAsia QZ8501
Jumlah kecelakaan pesawat udara sebenarnya sempat menurun sebelum tahun 2014. KNKT merilis data jumlah kecelakaan dalam rentang 2010 hingga 2016. Pada 2010, jumlah kecelakaan sebanyak delapan kejadian.
Angka itu naik drastis menjadi 19 kejadian pada 2011, namun perlahan menurun di tiga tahun berikutnya, yakni masing-masing 13 kejadian pada 2012, sembilan kejadian pada 2013, dan tujuh kejadian pada 2014.
Peristiwa kecelakaan/insiden serius terbanyak kedua oleh KNKT dimasukkan ke dalam kategori lain-lain, seperti disebabkan oleh bahan bakar, tabrakan di darat, turbulensi, undershoot/overshoot, windshear/thunderstorm, dan sebagainya.
Sementara kecelakaan/insiden serius terbanyak ketiga adalah kategori controlled flight into terrain (CFIT), yakni peristiwa pesawat menabrak dataran (tebing/gunung) saat pesawat masih dalam kontrol, biasanya dikarenakan oleh jarak pandang yang terbatas.
Dari segi rate of accident, yakni jumlah penerbangan dibagi dengan jumlah kecelakaan dibagi jumlah produksi jam terbang, angkanya juga naik 0,2 poin, dari 0,76 poin di 2014 menjadi 0,96 poin di 2015. KNKT tidak menyertakan data di tahun 2016 dalam publikasinya.
Diketahui jumlah kecelakaan pada 2014 sebanyak 7 kejadian, sementara produksi jam terbang adalah 920.357. Sementara pada 2015, jumlah kecelakan yang terjadi adalah 11 kejadian dengan produksi jam terbang 1.216.801.
Pendekatan yang lebih manusiawi
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menilai, dengan tetap bertambahnya kasus-kasus kecelakaan atau insiden serius sejak 2014, bahkan meningkat lebih dari dua kali lipat, ia menganggap pendekatan yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan kurang tepat.
Kementerian Perhubungan di bawah pimpinan Ignasius Jonan kala itu mengambil pendekatan selalu memberi hukuman kepada maskapai yang mengalami insiden atau kecelakaan, seperti penghapusan rute atau larangan operasi.