Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perselisihan Trump Vs Twitter, Konflik Digital yang Mengancam Platform Lain

Kompas.com - 31/05/2020, 11:11 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di dalam bahasa jawa dikenal istilah kutuk marani gebuk. Artinya kira-kira sesorang yang sengaja mendatangi bahaya.

Ungkapan itu cukup bisa menggambarkan apa yang dialami Twitter baru-baru ini, saat perusahaan mikroblogging itu sengaja menyenggol orang terkuat di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump.

Bermula dari kebijakan Twitter yang idealis dengan mengimplementasikan fitur fact checking barunya.

Fitur tersebut akan melabeli kicauan siapapun yang dianggap berpotensi menyesatkan atau berbahaya.

Kicauan tersebut akan diberi tanda peringatan atau tanda seru bewarna biru dan keterangan berbunyi "dapatkan fakta tentang (isu yang dikicaukan)".

Tak peduli siapa yang berkicau, jika twit tersebut dianggap berbahaya, Twitter akan melabelinya. Sekalipun kicauan itu diunggah oleh akun resmi Presiden AS @realDonaldTrump.

Baca juga: Twitter Tandai Kicauan Donald Trump sebagai Berpotensi Menyesatkan

 

Untuk pertama kalinya, Twitter melabeli kicauan Trump soal kisruh mail-in ballots pada pemilu AS 2020 sebagai informasi yang "berpotensi menyesatkan".

Mail-in ballots adalah kebijakan beberapa negara bagian di Amerika untuk mengirimkan surat suara ke alamat pemilih terdaftar lewat pos.

Hal itu dimaksudkan karena banyak warga AS yang takut tertular corona jika harus mendatangi bilik suara.

Tapi menurut Trump, mengirim surat suara lewat pos berpotensi mencederai pemilu dengan berbagai tindak kecurangan. Ia khawatir jika surat suara dirampok, dipalsukan, atau dirusak.

Ternyata, tindakan Twitter yang menandai kicauan tersebut menyinggung Trump.

Presiden yang juga aktif di media sosial itu menuding Twitter ikut campur dalam pemilu AS. Ia bahkan mengancam akan menutup media sosial.

"Twitter jelas-jelas mencederai kebebasan berpendapat dan saya sebagai Presiden tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," ungkap Trump dalam sebuah kicauannya.

Protes Trump ternyata tidak cukup di dunia maya. Selang dua hari setelah twitnya diberi label, Trump mengesahkan peraturan eksekutif section 230, tentang media sosial pada Kamis (28/5/2020).

Aturan tersebut bertujuan untuk membatasi imunitas hukum perusahaan berbasis internet, terutama tugas mereka dalam memoderasi konten.

Baca juga: Kicauan Donald Trump Soal Kekerasan di Minneapolis Disembunyikan Twitter

Lebih tepatnya, aturan itu dibuat untuk "memblokir" perusahaan media sosial yang mengunggah hal-hal buruk tentang pemerintah, yang tidak disukai Trump.

Meskipun menurut beberapa ahli hukum, tujuan aturan itu sudah melampaui wewenang presiden, kecuali dia membujuk kongres untuk mengubah undang-undang.

Aturan ini juga menyebut peninjauan "praktik tidak adil dan menipu" yang dialamatkan Trump untuk Twitter dan Facebook.

Trump juga mengancam akan menarik iklan pemerintah di situs media sosial yang dinilai "melanggar prinsip-prinsip kebebasan berpendapat", seperti yang ia tudingkan ke Twitter beberapa hari lalu.

Padahal, Trump cukup banyak beriklan di Facebook untuk berkampanye. Dilaporkan Guardian, pada tahun 2019 Trump menghabiskan 20 juta dollar AS untuk berkampanye di lebih dari 218.000 iklan yang berbeda di Facebook.

Trump sendiri sering mengunggah kebijakan atau sikap politiknya di Twitter, terlepas dari kata-kata kontroversial yang digunakan.

Bos Facebook ikut-ikutan

Bos besar Facebook, Mark Zuckerberg, ikut mengomentari masalah ini.

Dalam sebuah wawancara bersama Daily Briefing, Zuckerberg mengatakan bahwa Facebook memiliki kebijakan yang berbeda dibanding Twitter.

"Saya sangat yakin bahwa Facebook tidak seharusnya menajdi 'wasit kebenaran' untuk apapun yang dikatakan orang-orang secara online," kata Zuckerberg, dilansir dari Fox News, Minggu (31/5/2020).

Baca juga: Twitter Akan Tandai Kicauan Menyesatkan Soal Covid-19

"Perusahaan swasta, khususnya perusahaan-perusahaan paltform (digital) tidak seharusnya berada di posisi itu," imbuhnya, yang secara tersirat merujuk pada fitur fact checking Twitter.

Pernyataan Zuckerberg akhirnya ditanggapi CEO Twitter Jack Dorsey dalam sebuah utas.

"Ini (fitur fact checking) tidak membuat kami menjadi 'wasit kebenaran'," tulis Dorsey.

Ia menjelaskan bahwa fitur fact checking bertujuan untuk menghubungkan pernyataan-pernyataan yang sedang diperdebatkan. Sehingga, orang lain bisa menilai sendiri bagaimana konflik tersebut.

Secara umum, Dorsey menegaskan bahwa Twitter akan tetap melanjutkan kebijakannya untuk menyaring informasi tentang pemilu secara global. Jikapun ada kesalahan, Twitter akan mengakui dan menyelesaikannya.

"(Fitur) fact check: jika ada orang yang bertanggung jawab untuk tindakan perusahaan kami, orangnya adalah saya. Jadi mohon tinggalkan karyawan kami untuk urusan ini," tulis Dorsey.

Baca juga: CEO Twitter Sumbang Rp 16 Triliun untuk Lawan Corona

Meskipun alasan terbitnya section 230 berasal dari Twitter, namun, aturan ini akan berdampak ke platform lain seperti Facebook, Google, dan perusahaan Silicon Valley lainnya.

Mereka berpotensi tertekan secara politik dan keuangan. Belum lagi, aturan ini mempelebar peluang mereka digugat secara hukum dan menjalani peninjauan dari regulator.

Dengan demikian, "Twitter do your magic" dari warganet saja tidak akan mampu menolong Twitter dari aturan yang terlanjur disahkan Trump.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mengenal Transsion, Perusahaan HP China Induk Infinix, Tecno, dan Itel

Mengenal Transsion, Perusahaan HP China Induk Infinix, Tecno, dan Itel

e-Business
Riset Canalys: Pasar Tablet Naik Tipis, Apple Masih Teratas

Riset Canalys: Pasar Tablet Naik Tipis, Apple Masih Teratas

e-Business
Pertama Kali, Sinyal Bluetooth Bisa Dikirim ke Satelit 600 Km di Orbit

Pertama Kali, Sinyal Bluetooth Bisa Dikirim ke Satelit 600 Km di Orbit

Internet
Tablet Apple iPad Air 2024 Meluncur, Ada Model Layar 13 Inci dan Pakai Chip M2

Tablet Apple iPad Air 2024 Meluncur, Ada Model Layar 13 Inci dan Pakai Chip M2

Gadget
iPad Pro 2024 Meluncur, Tablet Apple Paling Tipis dan Pakai Chip M4

iPad Pro 2024 Meluncur, Tablet Apple Paling Tipis dan Pakai Chip M4

Gadget
Cara Atur Margin dan Ukuran Kertas di Google Docs

Cara Atur Margin dan Ukuran Kertas di Google Docs

Software
Cara Membuat Abstrak Otomatis dengan Mudah dan Cepat, Bisa buat Skripsi, Jurnal, dll

Cara Membuat Abstrak Otomatis dengan Mudah dan Cepat, Bisa buat Skripsi, Jurnal, dll

e-Business
Jadwal Maintenance 'Honkai Star Rail' Versi 2.2, Siap-siap Ada Karakter Baru

Jadwal Maintenance "Honkai Star Rail" Versi 2.2, Siap-siap Ada Karakter Baru

Game
'PUBG Mobile' PMSL SEA Summer 2024 Mulai 8 Mei, Ini Jadwal dan Tim yang Main

"PUBG Mobile" PMSL SEA Summer 2024 Mulai 8 Mei, Ini Jadwal dan Tim yang Main

Game
Internet Starlink Elon Musk Cocok di Daerah Terpencil yang Tak Terjangkau Fiber Optic

Internet Starlink Elon Musk Cocok di Daerah Terpencil yang Tak Terjangkau Fiber Optic

e-Business
Jokowi Prihatin Indonesia Hanya Punya 2 dari 320 'Supplier' Produk Apple

Jokowi Prihatin Indonesia Hanya Punya 2 dari 320 "Supplier" Produk Apple

e-Business
Cara Mengatasi Background Google Meet Terbalik

Cara Mengatasi Background Google Meet Terbalik

Software
Cara Nonton Apple Event Nanti Malam Pukul 21.00 WIB, iPad Baru Dirilis?

Cara Nonton Apple Event Nanti Malam Pukul 21.00 WIB, iPad Baru Dirilis?

Gadget
Bos TikTok Tampil Glamor di Met Gala 2024, Jadi 'Tuan Rumah Kehormatan' di Tengah Ancaman Pemblokiran

Bos TikTok Tampil Glamor di Met Gala 2024, Jadi "Tuan Rumah Kehormatan" di Tengah Ancaman Pemblokiran

e-Business
Komparasi: Samsung Galaxy S24 Plus Vs Samsung Galaxy S24 Ultra

Komparasi: Samsung Galaxy S24 Plus Vs Samsung Galaxy S24 Ultra

Gadget
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com