KOMPAS.com - Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menetapkan fatwa haram untuk mata uang kripto, baik untuk investasi maupun sebagai alat tukar. Sebab, menurut Fatwa Tarjih Muhammadiyah, mata uang kripto memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat islam.
"Dapat diketahui bahwa terdapat kemudaratan dalam mata uang kripto ini. Karenanya, dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022, menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar," demikian kutipan fatwa Muhammadiyah dalam laman resminya.
Penetuan fatwa haram terhadap mata uang kripto dilihat dari sisi investasi dan sebagai alat tukar.
Baca juga: MUI Tetapkan Kripto Haram Jadi Mata Uang untuk Jual Beli
Dari sisi investasi, mata uang kripto dinilai memiliki sifat spekulatif yang melekat sehingga fluktuasi kenaikan maupun penurunan harganya tidak wajar.
Ketidakjelasan nilai bitcoin juga dipandang sebagai kekurangan mata uang kripto, karena bitcoin menurut Muhmmadiyah "hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset (aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain)."
Sementara itu ketika uang kripto dijadikan sebagai alat tukar, hukum asalnya adalah boleh sebagaimana skema barter, dengan asumsi kedua pihak sepakat atau rida.
Namun Muhammadiyah menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), sehingga menilai penggunaan uang kripto bermasalah.
Baca juga: 10 Negara yang Melarang dan Membatasi Mata Uang Kripto
Sebab, menurut organisasi ini, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat: diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral.
Bitcoin atau uang kripto sendiri belum disahkan di Indonesia. Selain itu, belum ada otoritas resmi yang bertanggungjawab atas mata uang tersebut.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengharamkan uang kripto. Namun, MUI hanya mengharamkan mata uang kripto sebagai alat pembayaran. Sementara untuk investasi, mata uang kripto masih diperbolehkan.
MUI menilai mata uang kripto mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.
Baca juga: Kripto Halal sebagai Aset, Haram Jika Dipakai untuk Alat Pembayaran
Gharar sendiri bermakna ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi tersebut, sehingga bisa berakibat pada kerugian.
Sementara dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara batil.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.