Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim AS Tolak Gugatan Seniman ke Midjourney dan Devian Arts

Kompas.com - Diperbarui 02/11/2023, 08:18 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Pada Januari lalu, tiga seniman yaitu Sarah Andersen, Kelly McKernan, dan Karla Ortiz mengajukan gugatan class action terhadap tiga perusahaan AI Art Generator, yaitu Stability AI, Midjourney, dan Devian Arts.

Ketiga seniman itu mengatakan bahwa perusahaan pembuat gambar berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tersebut menggunakan miliaran gambar dengan hak cipta, termasuk milik Andersen, McKernan, Ortiz, untuk melatih model AI tanpa persetujuan dan kompensasi.

Pada Senin (30/10/2023), hakim federal pengadilan Amerika Serikat, William Orrick, menolak sebagian besar gugatan ketiga seniman terhadap Stability AI, Midjourney, dan DeviantArt.

Adapun Orrick menolak sepenuhnya klaim pelanggaran hak cipta yang diajukan oleh McKernan dan Ortiz. Sebab, keduanya belum mendaftarkan karya mereka ke Kantor Hak Cipta AS. Padahal ini merupakan persyaratan untuk mengajukan gugatan hak cipta.

Lantas, bagaimana dengan gugatan hak cipta dari seniman Sarah Anderson?

Dalam putusannya, Orrick mendukung gugatan inti dari Sarah Anderson mengenai dugaan pelanggaran hak cipta oleh Stability AI. Klaim inti tersebut dilaporkan sedang dalam proses untuk diadili.

Baca juga: Mengenal Midjourney, Program AI Pengolah Teks Jadi Gambar Pesaing Dall-E

Andersen dikenal sebagai penulis webcomic “Sarah Scribbles”. Ia memiliki 16 koleksi terdaftar yang dia yakini digunakan untuk melatih model AI milik Stability AI, bernama "Stable Diffusion".

Terinspirasi atau langgar hak cipta?

Hakim juga menolak tuntutan lain dari ketiga seniman, termasuk soal Stability AI, Midjourney, dan DeviantArt melanggar hak publisitas seniman dan bersaing secara tidak adil dengan mereka.

Hak publisitas merupakan hak individu untuk mengontrol dan mendapatkan keuntungan dari penggunaan identitas pribadi atau sejenisnya, yang merupakan sesuatu yang khusus pada dirinya.

Tuntutan hak publisitas ini ditolak karena Orick selaku hakim tidak yakin apakah gambar yang dihasilkan AI Art Generator merupakan pelanggaran hak cipta atau tidak.

Dalam gugatan, para seniman secara khusus mempermasalahkan gambar AI yang dihasilkan melalui perintah text-to-image (teks-ke-gambar), yang meminta model AI membuat gambar “dengan gaya” seorang seniman terkenal.

Gambar-gambar yang dihasilkan oleh model AI, menurut seniman, pada akhirnya bersaing di pasar dengan karya asli seniman manusia yang menjadi dasar gambar tersebut. Hal ini yang dinilai seniman melanggar hak publisitasnya.

Baca juga: Di Jakarta, CEO HP Buka-bukaan soal Laptop Bertenaga AI

Namun, menurut hakim, banyak karya yang dihasilkan oleh AI ArtGenerator, meskipun mereka dilatih berdasarkan karya asli seniman, mungkin tidak terlihat cukup mirip dengan karya seniman asli untuk dikategorikan melanggar perlindungan hak cipta.

Dengan kata lain, gambar hasil AI Art Generator bisa dikatakan "terinspirasi" dari karya seniman, sehingga kemungkinan besar tidak melanggar hak cipta artis.

Hakim mengizinkan seniman untuk merevisi gugatannya soal hak publisitas. Namun, Orrick tidak yakin bahwa tuduhan berdasarkan output gambar AI Art Generator dapat lolos, bila seniman tidak menunjukkan bahwa gambar tersebut secara substansial mirip dengan karya asli seniman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com