Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/01/2022, 10:31 WIB
Zulfikar Hardiansyah,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Sumber The Verge

KOMPAS.com - Aset non-fungible token (NFT) menjadi lahan baru bagi orang yang ingin mencari penghasilan dari transaksi digital. Permintaan dan penawaran NFT dari tahun ke tahun memang meningkat.

Hal ini bisa dilihat dari laporan DappRadar, pengembang aplikasi yang menggunakan skema blockchain.

DappRadar merilis jika volume penjualan NFT sepanjang tahun 2021 telah mencapai 25 miliar dolar AS (sekitar Rp 357 triliun). Angka tersebut mengalami peningkatan yang tinggi dibanding tahun 2020, yang berada di angka 95 juta dolar AS (Rp 1,3 triliun).

Baca juga: Ingin Seperti Ghozali Everyday? Berikut Cara Membuat NFT di OpenSea

Sementara itu, penjual NFT juga mengalami peningkatan dari tahun 2020 hanya terdapat 545.000 penjual, kemudian di tahun 2021 menjadi sekitar 28,6 juta penjual.

Melihat angka tersebut, tentu semakin membuat penasaran soal apa itu NFT. Namun, bagaimana sebenarnya cara NFT bekerja?

Cara kerja NFT

NFT adalah bagian dari teknologi blockchain, sistem penyimpanan data digital yang memungkinkan pengguna bisa saling transfer data secara rahasia, melalui skema enkripsi dalam kriptografi.

Skema itu bisa mengonversi data informasi menjadi kode rahasia sebelum dikirim, sehingga data tidak bisa dilacak dan dimiliki oleh pengguna lain yang tidak memiliki datanya.

Ada banyak data dalam blockchain, salah satunya adalah mata uang kripto seperti Ethereum, Bitcoin, dan sebagainya.

Nah, bentuk data dalam sistem blockchain itu kian berkembang, salah satunya adalah sertifikat digital NFT.

Sebagaimana disebut di atas, sertifikat digital pada NFT ini biasanya ditanamkan pada gambar, foto, video, atau karya-karya seni digital lainnya.

Baca juga: Kominfo Awasi Transaksi NFT di Indonesia, Marketplace Jual-Beli Bisa Diblokir

Ketika karya seni digital itu menjadi NFT, yang mana berarti telah dienkripsi dalam blockchain. Karena itu, karya seni digital itu tidak dapat diduplikasi di dunia maya, oleh orang yang bukan pemilik aslinya.

Sederhananya, NFT bisa dikatakan seperti sertifikat fisik hak cipta yang dapat menjamin keaslian suatu karya seni. Bedanya NFT berupa sertifikat digital.

Berbagai karya yang dijadikan NFT sendiri, misalnya gambar atau video, biasanya bisa disimpan dan dilihat oleh banyak orang.

Namun, hanya ada satu orang yang memiliki versi aslinya yang dilengkapi dengan sertifikat kepemilikan digital yang tersimpan di dalam blockchain.

NFT sendiri dirangkum KompasTekno dari The Verge, Senin (17/1/2022), digunakan pertama kali pada sebuah game blockchain bernama CryptoKitties pada Oktober 2017 lalu. Dalam game tersebut, pengguna bisa mengadopsi atau memelihara seekor kucing virtual.

Baca juga: Ambisi China Hancurkan Bitcoin dan Semua Kripto

Layaknya memiliki binatang peliharaan di dunia fisik, seekor kucing digital bakal memiliki identitas (token) unik untuk menunjukkan bahwa kucing tersebut dimiliki sepenuhnya oleh seorang pengguna.

Dari cara kerja NFT ini, mungkin bisa dibayangkan secara kasar mengapa harga NFT bisa melambung.

Alasan paling mendasar dari pertanyaan tersebut adalah, karena tidak ada penguasaan dan dominasi dalam skema perdagangan NFT. Dengan kata lain, tidak ada aktor dominan yang bisa mengendalikan harga di NFT.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber The Verge
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com